Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

"irian jawa" di mata belanda

Isu jawanisasi dalam program transmigrasi di irja, santer di belanda & australia. di belanda stasiun tv vara memutar film dokumenter yang mendiskreditkan ri. ketua iggi, mengecek langsung ke sana. (nas)

12 April 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPERTI sebuah perayaan, warga Desa Koya Barat hari Jumat pekan lalu menyemarakkan pelataran balai desa. Ini kawasan transmigrasi yang terletak di Kecamatan Abepura, Kabupaten Jayapura. Ada reog Ponorogo, ada pula Imbocone, tarian lokal - keduanya dinamis dan seronok. Beberapa ibu keturunan Jawa membuka warung darurat menjajakan kacang rebus, buah-buahan, dan pisang goreng. Sementara itu, satu dua ibu asli Irian ikut bergabung menjajakan jambu dan tebu. Di bawah pohon, di depan kiri balai desa, John Wareng berdiri. Petani kasbi (singkong) asal Wamena, berusia 40 tahun, ini mengenakan kaus oblong merah bertuliskan Come on in, please make yourself at home. Pesta ini ditujukan untuk Ny. Eegje Schoo, Ketua IGGI, yang meninjau permukiman transmigrasi itu, pekan lalu. Bagi Ny. Schoo, yang telah tiga kali ke Indonesia, kunjungannya ke Irian Jaya merupakan yang pertama kalinya. Kedatangannya ke sana memang ada hubungannya dengan isu-isu yang kini beredar di Eropa Barat. Isu itu antara lain menyebutkan pemerintah Indonesia mengambil secara paksa tanah penduduk Irian Jaya untuk lokasi transmigrasi. Selain itu, disebutkan pemerintah Indonesia melakukan Jawanisasi terhadap penduduk setempat. Menteri Transmigrasi Martono, yang datang ke Jayapura setelah mengantar rombongan transmigrasi ke Timika, mengatakan pula adanya kelompok masyarakat di Australia yang bersuara minor itu. Mereka, kata Martono, "Melemparkan tiga isu. Bahwa dengan transmigrasi kebudayaan asli akan punah, lahan diambil seolah-olah dengan paksa, dan ketiga, kekhawatiran invasi." Ketiga hal ini didengar oleh parlemen Australia, pihak yang kemudian - pada Februari 1986 -- mengutus tim meninjau Irian Jaya. Sebenarnya tidak hanya itu. Di Negeri Belanda ada mingguan Haagse Post. Pemimpin redaksinya, Jansen van Galen, diiringi juru kamera Attden Ouden, wartawan freelance Buiter, dan Wilko pada Februari 1985 - dalam rangka peringatan 25 tahun zending Protestan di Ir-Ja - masuk ke Passale di pedalaman Ir-Ja. Visa turis mereka manfaatkan untuk membuat film dokumenter berjudul Hollandse Erfenis, Irian Jaya (Ir-Ja Warisan Belanda) dan 17 Maret lalu diputar stasiun tv Vara - perusahaan yang didukung oleh Partai Buruh. Dibuka dengan adegan pesta babi dan ending-nya lagu kebangsaan Belanda Wilhelmus, film sepanjang hampir satu jam ini, menurut Kepala Penerangan KBRI di Den Haag Salim Abdullah, "Berisi hal-hal yang mendiskreditkan pemerintah RI." Ada adegan wawancara dengan oknum-oknum berpakaian militer yang anti-Indonesia, pandangan mereka di bawah RI, dan sikap mereka yang menganggap transmigrasi sebagai cara untuk mendesak warga lokal. Pihak zending di Negeri Belanda sendiri, seperti dikatakan Salim, "Telah memprotes pihak Vara, karena film itu justru bakal merugikan zending." Bahkan, tak kurang pentingnya, kelompok OPM dan golongan kiri di Negeri Kincir Angin itu pada awal April lalu telah ikut pula mendemonstrasi Vara. Karena gambar-gambar orang Papua telanjang yang oleh pembuatnya dimaksudkan menjelek-jelekkan pemerintah RI bahwa di Ir-Ja tidak ada pembangunan - oleh orang-orang OPM itu justru dianggap penghinaan. Ny. Schoo sendiri ketika didesak pertanyaan mengenai hal itu tak memberi komentar. "Saya tidak hendak bicara soal Jawanisasi," katanya kepada TEMPO. Sembari berjalan keluar masuk rumah transmigran di Koya Barat, nyonya yang juga menjabat Menteri Kerja Sama Pembangunan Belanda ini sempat bicara. "Ya, saya memahami, Jawa merupakan mayoritas sehingga wajar punya pengaruh di wilayah yang luas. Yang penting, bagaimana pemerintah mengelola transmigrasi secara lebih baik." Mohamad Cholid

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus