Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bukan Citra Kota Besar

Wawancara Tempo dengan Kapolri Jenderal Awaloedin Djamin. mulai dari citra polri, kriminalitas, soal dana & personil yang kurang, dsb. (nas)

4 Juli 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERKAITAN dengan hari ulang-tahun Polri 1 Juli 1981, Hari Bhayangkara ke-35, TEMPO mewawancarai Kapolri Jenderal Awaloedin Djamin. Berikut adalah sebagian dari wawancara tersebut, dilakukan oleh Susanto Pudjomartono dan Marah Sakti, di tempat kediaman Kapolri Senin lalu. Belakangan ini citra Polri dalam masyarakat terasa memudar karena tersiarnya berbagai berita, terutama yang menyangkut pemeriksaan dan penahanan yang buruk. Bagaimana tanggapan Anda? Polri ini bukannya Polri saya. Juga bukan Polrinya Polri. Tapi Polrinya rakyat. Apa yang kami lakukan, rakyat yang menilainya. Citra itu bukannya ucapan, tapi apa yang dirasakan rakyat. Citra itu tercermin juga di media massa yang mempunyai keterbatasan: seolah-olah mencerminkan suara mayoritas. Padahal saya optimistis bahwa the silent majority yang tinggal di desa-desa tetap percaya pada Polri. Jangan lihat apa yang terjadi di kota-kota besar saja. Apakah Anda menganggap pemberitaan pers tentang Polri selama ini berat sebelah? Bukan begitu. Berita pers banyak yang obyektif dan positif. Tapi banyak hal yang kurang baik yang ditonjolkan. Sering hal-hal yang buruk saja yang dimuat, seakan-akan yang baik dari Polri bukan berita. Kita, Polri dan pers, mempunyai profesi masing-masing. Saya tidak mau mencampun dan menghalangi pers. Saya menghimbau agar pers berpegang pada kode etiknya sendiri: agar sebelum menurunkan beritanya pers melakukan pengecekan, terutama jika berita itu menyangkut hal-hal yang bisa menjelekkan citra Polri. Contohnya? Misalnya kasus Palangkaraya (Saut Maringan Panjaitan). Soalnya ini apa? Orang ini tidak membunuh, vonis hakim yang salah, atau apa? Menurut saya, ada instansi yang lebih tinggi yang memutuskannya. Tapi yang menonjol sekarang kok malah pemeriksaan polisi lima tahun lalu. Bagaimana tentang kriminalitas? Belakangan ini masyarakat merasakan naiknya kualitas dan kuantitas kejahatan. Padahal sudah ada Operasi Sapujagat. Dalam proporsi dunia angka kejahatan di Indonesia masih rendah, di bawah 10%. Di tahun 1950-an kejahatan yang terjadi tergolong masih tradisional. Dulu orang merampok jalan kaki memakai sarung atau naik sepeda. Sekarang memakai sepeda motor dan senjata api. Di satu pihak kita bersyukur pembangunan berhasil. Tapi akibat samping pembangunan adalah bentuk kejahatan yang baru: cek kosong, narkotika, pencurian mobil dan kejahatan berkelompok . Bagaimana cara mengatasinya? Saat ini kami masih mampu menangani perkara besar. Tapi bagaimana 5 atau 10 tahun lagi? Tatkala saya dilantik menjadi Kapolri pada 1979, perintah yang saya terima adalah untuk membenahi Polri secara menyeluruh. Waktu itu sudah tujuh tahun saya berada di luar Polri. Banyak hal yang tidak saya ketahui lagi. Selain itu banyak hal yang tidak diketahui karena tidak ada datanya. Karena itu langkah pertama saya adalah mengadakan inventarisasi, berapa jumlah orang, sektor, perlengkapan dan sebagainya. Saya anggap berbahaya melepaskan polisi yang tidak mengetahui tugas dan wewenangnya. Pendidikan dasar kepolisian yang hanya empat bulan saya anggap kurang. Karena itu pada 1979 saya mengeluarkan Buku Hitam, yakni buku saku Sikap dan Perilaku Seorang Anggota Polri yang berisi pegangan dasar di lapangan. Kemudian dibuat juga buku pegangan untuk komandan sektor. Dulu- tidak ada tactical manuals yang baku. Sekarang ini dari rencana 300 manuals, sudah sekitar 200 yang dibuat. Isinya antara lain pegangan membuat laporan, identifikasi masalah dan sebagainya. Landasan konsepsional yang saya letakkan ini mungkin cukup untuk 5 sampai 10 tahun lagi. Karena itu pembenahan akan berjalan terus. Dulu pimpinan Polri sering mengeluh soal dana dan personil yang kurang. Juga persenjataan yang ketinggalan zaman. Bagaimana sekarang? Jumlah anggota Polri tahun ini 120.000 orang untuk melayani 147 juta rakyat. Sebagai perbandingan, Malaysia yang penduduknya 13 juta mempunyai 80.000 polisi. Padahal anggota Polri yang pensiun tiap tahunnya sekitar 3.000 orang. Mulai tahun ini Hankam menyetujui penambahan 10.000 polisi tiap tahun. Walaupun begitu jumlah polisi akan tetap kurang. Ada negara yang perbandingan polisi dan penduduknya 1: 500. Di Batu, Malang, 1 polisi melayani 8.000 orang. Untunglah di pedesaan rakyat ikut membantu tugas kamtib lewat sistem kamra (keamanan rakyat) misalnya. Yang mengkhawatirkan adalah jumlah lulusan AKABRI Kepolisian yang menurun, tahun lalu 96 orang dari dua angkatan, tahun ini 46 orang. Tahun depan diharapkan bisa ditingkatkan menjadi 150 orang perwira. Bagaimana tentang peningkatan mutu teknis profesional seperti yang diperintahkan Menhankam? Peningkatan mutu Polri praktis telah 20 tahun terhenti. Dengan memanfaatkan kerjasama teknik luar negeri akan bisa terjamin peningkatan mutu ini. Saat ini telah ada persetujuan kerjasama dengan Jerman Barat dan Prancis. Kita akan mengirim tenaga-tenaga untuk dilatih di sana. Anggaran Pembangunan Polri juga meningkat pesat. Jika pada 1979 hanya Rp 4 milyar, pada 1980 naik menjadi Rp 19,2 milyar dan pada 1981 meloncat menjadi Rp 65 milyar. Dengan anggaran itu kami bisa meningkatkan kualitas Polri. Dalam tahun ini diharapkan semua sektor kepolisian sudah mempunyai peralatan komunikasi SSB dan FM. Semua Kodak juga akan mempunyai teleks. Senjata juga akan bertambah. Peralatan kita tidak boleh terlalu ketinggalan. Polri akan segera memiliki Suatu pusat kontrol yang bisa berhubungan langsung dengan semua Kosek. Kembali ke soal citra Polri. Berapa jumlah anggota Polri yang telah ditindak karena indisipliner? 'rahun 1979 ada 2.600 orang. Tahun lalu 3.600 orang. Saya bukannya bangga karena itu. Saya sedih. Mudah-mudahan angka itu akan menurun. Polisi model apa yang diingini di Indonesia? Seperti di Inggris? Bobby di Inggris yang tanpa senjata cuma citra. Scotland Yardlah yang hebat. Yang kita ingini di sini adalah polisi yang Pancasila, yang dicintai rakyat. Jadi kebanggaan rakyat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus