SEBUAH buku baru telah terbit. Judulnya: Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, Latar Belakang dan Pengaruhnya. Buku setebal 404 halaman yang disusun dan diterbitkan oleh Sekolah Staf dan Komando TNI-AD (Seskoad) ini penting, karena menyingkap suatu peristiwa penting dalam perjuangan kemerdekaan kita. Senin 6 Maret lalu, buku itu diserahkan Danjen Seskoad Mayjen. Feisal Tanjung, selaku penanggung jawab penyusunan buku, kepada Presiden di Bina Graha. Buku yang disusun selama dua tahun oleh 12 perwira Seskoad ini dicetak 1.000 eksemplar, khusus untuk kalangan ABRI. Cetakan kedua, rencananya 4.000 eksemplar, untuk masyarakat luas dengan harga Rp 10.000. Penulisan sejarah ini, selain mengandalkan bahan tertulis, juga disertai wawancara dengan para pelaku yang masih hidup. Ada 45 orang jadi narasumber. Termasuk Presiden Soeharto dan Almarhum Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Tim juga menyelenggarakan seminar pada 9 dan 10 Februari 1988. Menurut Feisal, penyusunan buku ini gagasan Seskoad sendiri. "Sebagai lembaga pendidikan tertinggi AD, sehari-hari kami membahas nilai-nilai kejuangan, termasuk Serangan Umum 1 Maret 1949," katanya. Yang baru dalam buku ini adalah tinjauan militernya yang lebih dalam. Sedang tujuannya, menurut Kolonel Widarto, koordinator pelaksana penyusunan buku, untuk pembina katan tradisi kejuangan. Ketika itu tentara Belanda melancarkan "aksi polisionil" ke-2 pada 19 Desember 1948, dengan menyerang Yogyakarta yang saat itu menjadi ibu kota RI. Beberapa pemimpin, termasuk Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta, ditangkap Belanda. Menjelang Maret 1949, terdengar berita bahwa pertikaian Indonesia-Belanda itu akan dibicarakan dalam Dewan Keamanan PBB. Maka, muncullah gagasan untuk menyerbu Yogyakarta. Serangan 1 Maret ini sukses, dan opini dunia memang dapat dipengaruhi hingga akhirnya -- melalui berbagai perundingan -- Belanda mengakui kedaulatan Republik. Pada 1949 itu, Pak Harto komandan Brigade X yang juga komandan Wehrkreise (WK, Pertahanan Wilayah) III. Sedang Sultan HB IX dikenal sebagai pimpinan Republik yang sangat berpengaruh. Tampaknya, sebagai lembaga pendidikan, Seskoad bermaksud memperjelas sejarah. Antara lain, bahwa serangan umum tersebut gagasan bersama Letkol. Soeharto dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Dalam buku itu, misalnya, disebutkan rencana perdebatan di Dewan Keamanan PBB dapat dimonitor oleh Komandan PHB WK III, Mayor Poerhadi, melalaui siaran All India Radio, yang kemudian dilaporkannya pada Letkol. Soeharto. "Letkol. Soeharto bertekad untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemerintah RI masih berdiri, dan TNI masih tetap utuh dan terus-menerus mengadakan perlawanan". Demikian pula Sultan HB IX waktu itu sangat rajin mendengarkan radio luar negeri, sehingga selalu dapat mengikuti berbagai perkembangan politik internasional. "Sehubungan dengan itu, Sri Sultan berpendapat bahwa tiba saatnya untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa RI masih berdiri dan TNI masih kuat. Karena itu, perlu mengaitkan gerakan politik dengan militer," tulis buku itu. Maka, terjadilah serangan yang bersejarah itu. Bagi ketua Paguyuban Wehrkreise III, Letjen. (Purn) Sutopo Yuwono buku ini membuktikan perlunya kerja sama sipil-militer, kerja sama hankam dan diplomasi. "Dan penting, karena ditulis generasi yang kompeten, bukan oleh pelaku sejarah yang sudah terlalu tua yang bisa saja bernostalgia. Mereka hanya sebagai narasumber," katanya. Bekas Kepala Bakin ini, ketika serangan umum itu dilancarkan, berpangkat letnan satu.Budiman S. Hartoyo, Diah Purnomowati, Riza Sofyat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini