Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Istri Gus Dur, Sinta Nuriyah, meminta kurikulum sejarah mengenai penurunan Gus Dur ditarik untuk direvisi. Sejarah penurunan Gus Dur dengan dikeluarkannya TAP MPR Nomor II/MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden Abdurrahman Wahid harus segera direvisi sampai ke kurikulum di sekolah. Sebab, TAP MPR tersebut sudah tidak berlaku lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kedua, kami minta segala bentuk baik buku pelajaran mengenai penurunan Gus Dur dalam TAP MPR harus ditarik untuk direvisi,” kata Sinta dalam Silaturahmi Kebangsaan Pimpinan MPR bersama keluarga Gus Dur di Nusantara IV Gedung DPR/MPR/DPD, pada 29 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sinta menjelaskan, sebetulnya dengan adanya TAP MPR Nomor 1 tahun 2003, TAP MPR Nomor 2 soal Gus Dur tidak berlaku lagi. Namun, kenyataannya, TAP MPR tersebut masih menjadi rujukan pemerintah. Salah satunya mengenai kurikulum sejarah yang dipelajari anak-anak di sekolah.
Sinta berharap rekonsiliasi ini dapat dilakukan dengan prinsip keadilan, bukan sekadar basa basi politik semata. Sinta meminta adanya pelurusan sejarah kepada sosok Gus Dur yang kala itu mengalami kudeta parlementer. Kondisi saat itu merupakan kerancuan politik karena Indonesia tidak menganut sistem parlemen, tetapi presidensial. Gus Dur dituduh melakukan prosedur yang salah dan korupsi. Namun, tuduhan itu tidak pernah bisa dibuktikan sampai sekarang.
“Kami keluarga Gus Dur tak pernah dendam dengan pelengseran Gus Dur. Namun penting untuk meluruskan sejarah agar bisa belajar dan tak mengulang hal sama,” tegasnya.
Sinta juga berharap pencabutan ini dapat menciptakan demokrasi esensial, bukan demokrasi prosedural yang direkayasa. Dengan demikian, tidak ada rekayasa politik untuk menjatuhkan kekuasaan yang sah.
“Apa yang terjadi ke Gus Dur tak boleh berlaku lagi,” ujar Sinta.
Bunyi TAP MPR Nomor II/MPR/2001
Adapun, bunyi TAP MPR Nomor II/MPR/2001 yang ditetapkan di Jakarta pada 23 Juli 2001 dan ditandatangani oleh Ketua MPR RI, M Amien Rais, dan tujuh Wakil Ketua MPR RI saat itu sebagai berikut.
Memutuskan Menetapkan:
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia K.H. Abdurrahman Wahid.
Pasal 1
Ketidakhadiran dan penolakan Presiden Republik Indonesia K.H. Abdurrahman Wahid untuk memberikan pertanggungjawaban dalam Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun 2001 serta penerbitan Maklumat Presiden Republik Indonesia tanggal 23 Juli 2001, sungguh-sungguh melanggar haluan negara.
Pasal 2
Memberhentikan K.H. Abdurrahman Wahid sebagai Presiden Republik Indonesia dan mencabut serta menyatakan tidak berlaku lagi Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VII/MPR/1999 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia.
Pasal 3
Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Sebelumnya, MPR telah mengeluarkan surat administrasi berisi penegasan bahwa TAP MPR Nomor II/MPR/2001 mengenai pertanggungjawaban Presiden Abdurrahman Wahid yang isinya pemberhentian Gus Dur sebagai presiden tidak berlaku lagi. Surat penegasan TAP soal Gus Dur itu sudah tidak berlaku sejak diterbitkannya TAP MPR Nomor I/MPR/2003 yang meninjau status hukum berbagai TAP MPR dari 1960 sampai 2002.
RACHEL FARAHDIBA R | HENDRIK YAPUTRA | HENDRIK KHOIRUL MUHID