Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENJELANG kampanye pemilu di Kabupaten Barito Kuala, Kalimatan Selatan, ada "pemilu". Yang dipilih adalah bupati. Semua fraksi di DPRD II telah sepakat menyetujui Joellian Shahrani untuk dilantik. Bahkan Menteri Dalam Negeri dan Gubernur Kalimantan Selatan pun sebelumnya sudah oke. Namun, tekateki pun lantas muncul akhir bulan lalu. Tibatiba saja Joellian mengumumkan mengundurkan diri. Nah, semua orang pun lantas bertanya. Ada apa dengan bupati yang akan mengakhiri masa tugasnya Juni nanti? Sukses dan dosa Joellian pun dikaiskais. Sejak dilantik menjadi bupati 1987, Joellian dinilai berhasil. Lulusan Univerisitas Labungmangkurat Banjarmasin, yang kini berusia 53 tahun itu, misalnya, berhasil meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Rp 200 juta per tahun menjadi Rp 400 juta. Beberapa daerah yang terisolasi sudah mulai terjamah. Atasannya pun menilai demikian. Gubernur setuju. Menteri Rudini awal Maret lalu juga mengirim surat persetujuannya. Seluruh fraksi di DPRD II memberikan kemenangan mutlak padanya dari dua calon lainnya. Namun, Rabu siang 22 April lalu, di selasela acara "Penataran Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah" di Banjarmasin, ia dipanggil oleh H. Zanawi M. Aini, Asisten I Bidang Pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan. Setengah jam kemudian, Joellian melangkah gontai ke press room di kantor gubernuran diiringi oleh Zanawi. Ia lantas membacakan surat pernyataan yang antara lain berbunyi, "... kepada pendukung dan masyarakat yang meminta saya untuk memangku jabatan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Barito Kuala, dengan ini saya menyatakan bahwa saya tidak bersedia lagi dicalonkan untuk kedua kalinya...." Kertas yang dibaca Joellian terkesan dibuat terburu-buru. Pernyataan itu diketik di atas secarik kertas tanpa kop. Selain dikotori coretan spidol merah, ketikan pernyataannya itu bahkan tak -- mungkin belum -- sempat disertai tanggal, dan tempat pembuatannya. Ini yang mengejutkan masyarakat dan DPRD yang memilihnya. Tapi, menurut Zanawi, pengumuman itu hanya bersifat pemberitahuan. Pernyataan resminya sudah disampaikan ke DPRD Barito Kuala lima hari sebelumnya. Anehnya, Khairul Arsyad, Ketua DPRD Barito Kuala, menerimanya baru tanggal 30 April tatkala Zanawi sendiri menemuinya. "Tanggalnya memang 17 April tapi mengapa baru kemudian kami mengetahuinya?" ujar Khairul heran. Banyak yang tak percaya bila Joellian mundur atas kemauan sendiri. Ada desasdesus, ia dicekal oleh Pemda Kalimantan Selatan dan Departemen Dalam Negeri. Rudini pun dengan cepat menangkis, "Jangan macam-macam menuduh. Dia yang mengundurkan diri kok saya yang disalahkan." Masih serba samar apa sesungguhnya yang terjadi. Joellian sendiri tutup mulut. "Sulit bagi saya untuk bicara. Keadaan saya sekarang terjepit. Sebab masalahnya bukan lagi menyangkut teknis pencalonan tapi sudah politis," katanya. Entah apa yang dimaksudkannya dengan "politis". Ia memang pernah mengkritik soal pelaksanaan otomi daerah. Namun, kata sumber di Departemen Dalam Negeri, Joellian dianggap "tak bersih". Setahun lalu ia mesti mengganti dana pembangunan daerah Rp 10 juta yang menguap. Kini DPRD yang kesulitan mencari calon. "Bila tak bisa mencari calon, terpaksa ditunjuk pejabat sementara," ujar Gubernur Kalimantan Selatan H.M. Said. Priyono B. Sumbogo, Wahyu Muryadi (Jakarta), dan Almin Hatta (Banjarmasin)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo