Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Cacing maluku menang di belanda

Mahasiswi ipb, 19, memenangkan lomba karya ilmu pengetahuan remaja di negeri belanda dengan penelilitiannya tentang cacing laor. (pdk)

23 Juni 1984 | 00.00 WIB

Cacing maluku menang di belanda
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
THEOPHILIA Ravenska Elizabeth Radjawane sudah pulang. Remaja Ambon yang kini kuliah di tingkat awal di Fakultas Perikanan IPB, Bogor, itu, Minggu lalu mendarat di Jakarta dari Negeri Belanda, sehabis mengikuti Kontes Ilmuwan Remaja di sana. Ia, yang pada 1982 memenangkan Lomba Karya Ilmu Pengetahuan Remaja dengan penelitiannya tentang cacing laor - cacing laut khas Maluku, yang jadi lauk favorit masyarakat Maluku - dikirim ke Belanda mewakili remaja Indonesia. Hasilnya, cacing laor Ravenska mendapat predikat A untuk kategori II. "Di sana ada juga kategori, yang masing-masing dibagi dua, A dan B," tutur anak sulung ketua Gereja Protestan Maluku ini. Kurang jelas arti tiap-tiap kategon itu. Yang pasti, Ravenska, 19, yang membawa cacing laor yang sudah diawetkan ke Negeri Kincir Angin itu, cukup menarik perhatian para juri. Sebab, dari 30 peserta hanya dia sendirilah yang meneliti soal pangan. Yang lain kebanyakan mengajukan karya bidang elektronika. Para juri, katanya, "Senang sekali mencicipi masakan cacing laor yang saya masak, apalagi Profesor Belevitch, ketua juri." Gadis ini, yang tertarik mengungkapkan kehidupan cacing laor ketika masih duduk di kelas II IPA SMAN I, Ambon, memang tekun. Sewaktu ia mencari bahan referensi untuk penelitiannya, yang akan diikutsertakan Lomba Karya Ilmu Pengetahuan Remaja 1982 di Jakarta, hampir saja ia kecewa. Bahan referensi ternyata nyaris tak ada. Padahal, ia sudah berkorespondensi dengan Lembaga Biologi Nasional di Bogor. Hasilnya, ia diberi tahu, hanya ada sebuah buku berbahasa Belanda yang menyebut-nyebut cacing laor, dan itu pun hanya dalam beberapa kalimat. Yang banyak diceritakan ialah cacing laut yang hidup di Samudra Pasifik. Tapi, kemudian terpikir oleh Ravenska, bukankah ini memberikan kesempatan buat dia membuktikan laor cacing khas Maluku. Benar. Dengan penelitian hampir tanpa biaya - ia hanya perlu membuat semacam gayung untuk menangkap cacing - mulailah ia bergaul dengan si cacing. Diperlukan kesabaran memang, karena cacing ini hanya muncul ke permukaan pantai setahun sekali. Dan itu pun cuma dua hari, sewaktu bulan purnama. Bak manusia yang konon menjadi lebih romantis kala bulan sedang penuh, laor pun menjadi romantis dan agresif. Itulah waktu cacing laut Maluku melakukan perkawinan. Di Gedung Euvelon, tempat perlombaan, Ravenska memperagakan cara menangkap laor, kemudian cara memasak cacing itu. Tentu, ia, yang pernah tinggal di Jerman dan Australia, juga membuat uraian tentang anatomi laor dalam bahasa Inggris. Sepuluh juri yang menguji Ravenska agaknya mendapat jawaban yang memuaskan. "Pertanyaan mereka tidak sulit, seperti hanya ingin tahu, bukan menguji," tutur gadis hitam manis ini. "Lebih berat pertanyaan para juri Lomba Karya Ilmu Pengetahuan di Jakarta," tambahnya. Maka, ia - yang datang pada 2 Juni di Negeri Belanda - pada 8 Juni diumumkan termasuk yang memperoleh nomor. Bersaing di antara 30 remaja dari berbagai negara Eropa - Ravenska satu-satunya dari Asia - gadis ini mengaku tak merasa kecil. Tapi ia sempat mencatat, memang remaja dari berbagai negara maju itu Prancis, Swiss, Belanda, antara lain - datang dengan karya-karya yang membutuhkan biaya besar. "Ada remaja dari Prancis mengajukan karya sebuah roket mini, yang berhasil diluncurkannya," cerita mahasiswa IPB yang masuk lewat Proyek Perintis II tanpa tes ini. "Di Indonesia, yang membuat roket itu 'kan cuma PT Nurtanio," katanya, agak bergurau. Ravenska, yang berhasil meraih salah satu nomor ini, membuktikan bahwa lomba karya ilmu pengetahuan remaja di Indonesia tak kalah bobotnya dengan yang tingkat internasional. Dan ini bukan sekali ini saja diraih Indonesia. Lomba Karya Ilmu Pengetahuan yang diselenggarakan Departemen P & K tiap tahun, sejak 1977, pemenang pertamanya direncanakan bisa ikut lomba tingkat internasional - yang baik tingkat riasionalnya di berbagai negara maupun tingkat internasionalnya di Negeri Belanda, semuanya disponsori perusahaan Philips. Tahun 1982, misalnya, Baswardono dari Surabaya, pemenang Lomba Karya Ilmu Pengetahuan 1979, membawa kupang untuk dilombakan di negeri Ratu Juliana. Kupang sejenis siput, di Surabaya dan sekitarnya menjadi lauk yang digemari. Tahun berikutnya, Indonesia mcngirimkan dua wakil. I Komang Gde Sudarsana dari Denpasar, yang meneliti tumbuhan Tali Putri sebagai parasit, dan Arya Sidharta dari Surabaya, yang membawa karya indera elektronik pencegah mobil bertubrukan. Masing-masing menduduki peringkat ke-13 dan ke-12 dari 31 peserta. Di Indonesia, lomba-lomba ilmu pengetahuan remaja terhitung masih baru. Yang mungkin perlu dicatat, yakni - seperti dicontohkan Lomba Karya Ilmu Pengetahuan Remaja, yang tahun ini mencapai delapan kali lomba - ada kebebasan bagi remaja itu untuk terjun meneliti bidang-bidang yang mereka minati. Tak ada tema diberikan, apalagi pembatasan ini dan itu. Kebebasan seperti itulah yang perlu dipertahankan guna menunjang iklim penelitian yang sehat. Hingga tak perlu, misalnya, ada siswa yang dikeluarkan dari sekolah karena melakukan angket terhadap teman-temannya. Atau, sekelompok peneliti diusut polisi hanya karena mereka mempublikasian hasil penelitiannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus