Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Jagat maya sedang riuh membicarakan beragam tingkah food vlogger Indonesia. Bukan hanya perkara sok ngartis dari seorang youtuber, warganet sampai membandingkan tingkahnya dengan kedalaman review kuliner dari seorang Bondan Winarno yang berbobot, berpengetahuan dan cerdas.
Lantas apa perbedaan mendiang Bondan Winarno dengan food reviewer tersebut? Hal itu bisa terlihat dari isi konten dan pesan-pesan yang disampaikan pria kelahiran Surabaya, 29 April 1950 tersebut.
Ketika mengulas kuliner, Bondan kerap sederhana dan melakukan pendekatan jurnalistik saat membawakan acara. Ulasannya rendah hati dan tidak terkesan menggurui. Tak hanya mendeskripsikan kelezatan suatu hidangan, Bondan kerap mengungkap kisah, sejarah, hingga latar belakang makanan tersebut. Sehingga penontonnya mendapat banyak informasi bergizi mengenai suatu sajian.
Petualangan kulinernya juga ia abadikan melalui berbagai buku, diantaranya: 100 Maknyus Jakarta, 100 Maknyus Bali, 100 Makanan Tradisional Indonesia Maknyus dan lain sebagainya.
Pendekatan jurnalistik bondan dalam menjelaskan suatu hidangan kerap juga dibumbui keilmuan interdisipliner, mulai dari sejarah, antropologi dan kebudayaan. Hal itu tak lepas dari latar belakang Bondan sebagai seorang wartawan.
Sebelum dikenal luas sebagai salah satu food reviewer yang telah malang melintang di berbagai media, baik elektronik maupun cetak, Bondan adalah seorang wartawan handal.
Dilansir dari tempoinstitute.com, Bondan tercatat aktif menulis di beberapa media, seperti Tempo, Kompas, dan Sinar Harapan. Bahkan ia pernah menjadi pemimpin redaksi Surat Pembaruan dari 2001-2003.
Salah satu karya liputan investigasi Bondan yang terkenal adalah ketika dia berhasil membongkar skandal klaim palsu tambang emas Bre-X pada 1997. Investigasi Bondan menguak kebohongan soal gunung emas tersembunyi di Busang, pedalaman Kalimantan sekaligus membongkar kematian palsu seorang pria bernama Michael de Guzman, direktur eksplorasi perusahaan Bre-X.
Insting wartawannya yang tajam mencium kejanggalan kabar soal kematian de Guzman. Bondan Winarno yang mendengar kabar ini dari koran lokal Balikpapan, Manuntung, mencium hal yang ganjal.
Ia pun segera melakukan investigasi dengan segera mencari kebenaran meninggalnya Michael de Guzman tadi. Alhasil, ia melihat banyak kejanggalan dalam mayat Guzman karena ketidaksesuaian fisik sebenarnya Guzman dengan hasil visum.
Dia pun mulai melakukan investigasi dengan mencari banyak sumber tentang kejanggalan tadi. Ia rela untuk pergi jauh hingga ke Kanada, tempat perusahaan Bre-X ini berasal. Ia juga mencoba berbagai teori kematian Guzman.
Pada akhirnya, dia bisa mengungkap kebohongan perusahaan Bre-X ini dengan berbagai fakta menarik di dalamnya. Lewat investigasinya, Bondan membuat pihak-pihak perancang sekenario pemalsuan penemuan tambang emas besar di Kalimantan gigit jari.
Ketika kebohongan ini terungkap, nilai saham Bre-X yang melantai di pasar saham AS dan Kanada turun drastis hingga enam sen per lembarnya.
Sepak terjang liputannya tentang skandal perusahaan tersebut dibukukan dalam Bre-X: Sebongkah Emas di Kaki Pelangi. Karya liputannya pun mendapatkan banyak pujian. Meskipun Bondan sudah wafat, karyanya akan tetap menjadi panutan liputan investigasi hingga sekarang. Dari sini disimpulkan bahwa maknyus-nya Pak Bondan tidak hanya saat mendeskripsikan kuliner, tetapi dalam jurnalistik juga.
HAN REVANDA PUTRA
Pilihan Editor: Pesan Terakhir Bondan Winarno yang Mengejutkan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini