Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pegang Kening di Gerbang Pondok

Pesantren membuat sejumlah protokol untuk memulai tahun ajaran baru. Terbentur kapasitas ruangan.

20 Juni 2020 | 00.00 WIB

Swab test pada Santri Pondok Pesantren Modern Gontor Darussalam, sebelum menuju pesantren, di Gedung Universitas Islam Negeri Imam Bonjol, Padang, Sumatera Barat, 11 Juni 2020. ANTARA/Muhammad Arif Pribadi
Perbesar
Swab test pada Santri Pondok Pesantren Modern Gontor Darussalam, sebelum menuju pesantren, di Gedung Universitas Islam Negeri Imam Bonjol, Padang, Sumatera Barat, 11 Juni 2020. ANTARA/Muhammad Arif Pribadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Sejumlah pesantren berancang-ancang menyambut santrinya.

  • Wali santri membekali anaknya dengan masker, sarung tangan, dan cairan pembersih.

  • Pesantren mendatangkan santrinya secara bertahap.

MENJELANG putrinya kembali ke pesantren, Imam Riyadi, 50 tahun, lebih repot ketimbang biasanya. Warga Ciledug, Kota Tangerang, Banten, itu sebelumnya hanya perlu menyiapkan tas berisi pakaian ketika Zidna Ilma Nafia, anaknya yang berumur 13 tahun, kembali ke Pondok Modern Darussalam Gontor Putri 1 di Ngawi, Jawa Timur. Dia pun selalu mengantar Ilma hingga ke gerbang pesantren.

Setelah pengurus pesantren mengumumkan kegiatan belajar akan dimulai pada Selasa, 23 Juni 2020, Imam harus membeli sejumlah perlengkapan tambahan. Dia membekali Ilma dengan 15 masker yang bisa dicuci dan 6 sarung tangan kain. Ada juga seliter cairan pembersih tangan dan sejumlah bungkus tisu. Imam juga menyiapkan stok vitamin C untuk Ilma. “Untuk menjaga kekebalan tubuh Ilma di pondok,” kata Imam melalui telepon, Kamis, 18 Juni lalu.

Pada pekan kedua Juni, Imam mengantar Ilma menjalani tes cepat corona yang diadakan Ikatan Keluarga Pondok Modern Gontor bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Tangerang Selatan di kawasan Pondok Aren. Hasil tes menunjukkan Ilma tak terjangkit virus corona. Dia pun dijadwalkan berangkat ke Ngawi menggunakan bus bersama 150 santri lain yang berdomisili di Tangerang Selatan pada Ahad, 21 Juni. Kali ini, Imam dilarang mengantar putrinya.

Imam mengaku mengizinkan anaknya kembali ke pesantren karena pengurus pondok menerapkan protokol kesehatan sebelum tahun ajaran baru dimulai. Selain kesehatan para santri diperiksa, kamar dan ruang kelas disemprot rutin dengan cairan disinfektan. Ngawi masuk zona jingga dalam peta corona versi pemerintah Jawa Timur. Hingga 19 Juni lalu, ada 17 kasus positif, 47 pasien dalam pengawasan, dan 344 orang dalam pemantauan di Ngawi. Menurut Imam, orang tua santri juga kerap mendiskusikan kondisi di daerah itu melalui grup WhatsApp.

Menyambut kedatangan para santri, Pondok Pesantren Gontor memberlakukan sejumlah aturan. Melalui maklumat bertarikh 30 Mei 2020, pemimpin Pesantren Gontor, Hasan Abdullah Sahal, membuat sembilan instruksi. Di antaranya memerintahkan para santri dan guru mengisolasi diri di rumah selama sepuluh hari sebelum kembali ke Gontor. Sebagai bukti menjalani karantina, para murid diminta menyerahkan surat pernyataan isolasi yang diteken wali santri beserta surat keterangan sehat saat tiba di gerbang pesantren.

Sebagaimana Gontor, Pondok Pesantren Bahrul Ulum di Desa Tambakberas, Jombang, bersiap memulai tahun ajaran baru pada Juli mendatang. Pengasuh pesantren itu, Muhammad Hasib Wahab, mengatakan, sejak 27 Maret lalu, asrama berangsur-angsur sepi akibat pagebluk corona. Sebelas ribu santri kembali ke rumah masing-masing. “Pondok tak bisa dibiarkan kosong terus-menerus,” kata putra salah satu pendiri Nahdlatul Ulama, Kiai Abdul Wahab Hasbullah, itu.

Pesantren Bahrul Ulum pun menyiapkan protokol kesehatan untuk mencegah para santri terjangkit corona. Hingga Jumat, 19 Juni lalu, ada 192 kasus positif corona di Jombang. Menurut Hasib, santri akan kembali dalam tiga tahap. Pada gelombang pertama atau awal Juli, sekitar 2.200 santri kelas III datang lebih dahulu. Jika selama sebulan tak ada santri yang menunjukkan gejala terpapar corona, gelombang kedua kedatangan akan dibuka. Adapun kelompok terakhir dijadwalkan masuk ke Tambakberas pada 1 September. “Tahap terakhir ini akan diisi para murid baru,” ujarnya.

Dengan kepulangan santri yang bertahap, Hasib menyebutkan pengurus pondok bisa mengatur kapasitas kamar dan ruang kelas untuk sementara waktu. Dia mengatakan kamar yang biasanya dihuni sepuluh orang hanya akan ditempati maksimal lima santri. Aturan yang sama berlaku di ruang kelas.

Memastikan para santri tak membawa virus, Hasib mewajibkan mereka membawa surat keterangan sehat dari pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan hasil rapid test. Jika tak ada fasilitas tes di kampung asal santri, pengasuh pesantren Tambakberas menyediakan layanan tersebut ketika santri tiba di gerbang pondok. Tapi biaya tes itu tak ditanggung pondok. “Jika wali santri keberatan dengan biaya tes, kami mempersilakan anak-anak mereka belajar di rumah dulu,” kata Hasib. Dia mengaku sedang mengupayakan agar pemerintah daerah mau mensubsidi ongkos tes cepat bagi santri Tambakberas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Santri mengenakan masker dan menerapkan jaga jarak saat proses belajar mengajar di Pondok Pesantren Mambaul Ulum, Bata-Bata, Pamekasan, Jawa Timur, 14 Juni 2020. ANTARA/Saiful Bahri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Langkah mitigasi pun disiapkan Hasib jika ada santri yang mengalami gejala terkena Covid-19. Pengelola pesantren telah menyiapkan aula menjadi ruang isolasi darurat. Seluas lapangan futsal, ruangan itu berisi sekitar 40 tempat tidur. Hasib menyebutkan santri yang sakit dan orang yang pernah berkontak akan langsung dirawat di ruangan tersebut. Walau begitu, Hasib berharap bangsal isolasi itu tak terpakai.

Pondok Pesantren Nurul Jannah di Natuna, Kepulauan Riau, juga mulai ancang-ancang membuka kembali sekolah. Tak seperti Gontor dan Tambakberas yang berlokasi di daerah rawan penyebaran virus, Pesantren Nurul Jannah berada di zona hijau. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menyebutkan zona hijau merupakan area yang aman dari penularan virus sehingga bisa menggelar kelas tatap muka.

Pemimpin Pesantren Nurul Jannah, Budi Nurhamid, mengatakan lembaganya tak memiliki alat untuk mendeteksi kondisi tubuh ketika para murid kembali ke pesantren pada 13 Juli mendatang. Misalnya pendeteksi suhu seperti thermo gun. “Kami cek manual saja seperti memegang kening,” kata pria 41 tahun itu.

Walau begitu, Budi berupaya memenuhi protokol kesehatan yang diatur pemerintah. Pengurus akan menyediakan sedikitnya 300 masker bagi 233 santri Nurul Jannah setiap pekan. Bak cuci tangan juga diperbanyak di seluruh kompleks pesantren, seperti di kamar mandi dan dekat ruang kelas. Untuk aturan di kamar, Budi tak bisa berbuat banyak karena keterbatasan ruangan. Bagi santri laki-laki, Budi akan memindahkan sebagian penghuni ke ruangan lain agar tetap mematuhi aturan jaga jarak. Sedangkan santri perempuan harus berbagi kamar seluas 15 meter persegi untuk tujuh orang.

Menyiapkan skenario darurat, Budi berencana membawa santri yang mengalami gejala Covid-19 ke puskesmas terdekat. Dia membuka opsi menutup pondok untuk sementara waktu apabila ditemukan kasus positif di kalangan santri. Ramayulis Piliang, salah satu wali santri, ragu terhadap status zona hijau di Natuna. Menurut dia, jumlah tes corona di daerah itu masih minim. Apalagi pemerintah sudah membuka jalur transportasi ke Natuna, yang berpotensi meningkatkan risiko penularan virus. Dia berharap pengasuh Pesantren Nurul Jannah tak buru-buru membuka sekolah agar putranya yang berumur 14 tahun terlindung dari wabah. “Kalau bisa, anak saya belajar online dulu,” dia berharap.

RAYMUNDUS RIKANG, YOGI EKA SAHPUTRA (NATUNA), NOFIKA DIAN NUGROHO (NGAWI)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Raymundus Rikang

Raymundus Rikang

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014 dan kini sebagai Redaktur Pelaksana Desk Wawancara dan Investigasi. Bagian dari tim penulis artikel “Hanya Api Semata Api” yang meraih penghargaan Adinegoro 2020. Alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta bidang kajian media dan jurnalisme. Mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) "Edward R. Murrow Program for Journalists" dari US Department of State pada 2018 di Amerika Serikat untuk belajar soal demokrasi dan kebebasan informasi.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus