Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Warga dari luar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, atau Jabodetabek berdatangan untuk memberikan aduan layanan publik ‘Lapor Mas Wapres’ Gibran Rakabuming Raka di Istana Wakil Presiden, Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Tidak semua masyarakat yang datang ditampung oleh penyelenggara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu warga dari Surabaya, Jawa Timur – John Sumarna, misalnya, harus gigit jari. Sebab, antrean maksimal per hari 50 orang. Pria yang mengaku dari kantor konsultan manajemen ini mengaku ingin meneruskan laporan-laporan masyarakat yang tidak ditangani oleh aparat penegak hukum kepada Gibran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami disarankan untuk kembali besok pagi,” kata John di kompleks Istana Wakil Presiden pada Senin, 11 November 2024.
Layanan ‘Lapor Mas Wapres’ pertama kali dibuka pada hari ini. Pos pengaduan tersebut dibuka Senin-Jumat pukul 08.00-14.00 WIB. Gibran juga membuka hotline melalui aplikasi pesan Whatsapp ke nomor 081117042207.
Pantauan di lapangan, salah satu petugas menghentikan antrean masyarakat untuk nomor 54 sebelum pukul 13.00 WIB. Kuota untuk aduan langsung terbatas 50 hingga 60 orang per hari, tergantung arus pengaduan.
Berbeda dari John, pemuda asal Makassar, Sulawesi Selatan – Reski, diterima oleh penyelenggara Lapor Mas Wapres. Mahasiswa ini mendapat informasi mengenai aduan warga ini dari media sosial. Ia hendak menyampaikan aspirasi kepada Gibran supaya koleganya yang diskors massal akibat kritik rektor untuk dibebaskan.
“Kebetulan lontang-lantung cari keadilan. Sudah ke DPRD provinsi, sudah lapor ke Ombudsman juga. Tapi belum ada hasil sampai hari ini,” kata Reski, yang mengkalim sebagai Sekjen Badan Eksekutif Mahasiswa di kampusnya ini.
Deputi Administrasi Sekretariat Wakil Presiden, Sapto Harjono, mengatakan, Istana menerima apa pun bentuk keluhan warga. Sekreatriat Presiden akan menganalisis masalah dari warga tersebut.
Kemudian mengkonsultasikan aduan masyarakat tersebut dengan kementerian hingga pemerintah daerah untuk memberikan rekomendasi penyelesaian masyarakat. “Secara aturan 14 hari kerja, jadi memang itu standar pelayanan publik dan untuk penanganan masyarakat itu tergantung kompleksitas,” kata Sapto.