Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BADAN Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat dan Kementerian Keuangan menyetujui alokasi anggaran dana kelurahan dalam rapat yang digelar pada Kamis pekan lalu. Wakil Ketua Badan Anggaran DPR Jazilul Fawaid mengatakan mayoritas fraksi menyepakati dana sebesar Rp 3 triliun yang akan dibagikan ke 8.485 kelurahan. “Dana ini bukan karena pemilu saja, tapi sudah diperjuangkan sejak dulu,” kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu.
Dana kelurahan diambil dari alokasi anggaran untuk desa senilai Rp 73 triliun. Menurut Jazilul, anggaran itu masuk dana alokasi umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2019. Wakil Ketua Badan Anggaran lain, M.H. Said Abdullah, mengatakan penyaluran dana kelurahan harus melalui pembahasan antara pemerintah kabupaten/kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Diusulkan para wali kota yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia, rencana pengguliran dana kelurahan menuai polemik. Sejumlah kalangan menilai rencana ini tak memiliki landasan hukum dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang ini tak menyatakan kelurahan bisa mengelola anggaran sendiri. Aturannya, pemerintah daerah mengalokasikan dana pembangunan sarana dan prasarana serta pemberdayaan masyarakat di kelurahan melalui anggaran kecamatan. Ini berbeda dengan dana desa, yang diatur khusus dalam Undang-Undang Desa.
Sekretaris Jenderal Partai Gerakan Indonesia Raya Ahmad Muzani mengatakan seharusnya pemerintah membuat instrumen hukum sebelum mengucurkan dana kelurahan. Aturan itu tak hanya menyangkut mekanisme penyaluran, tapi juga mengatur penggunaan dan pengawasannya. “Jangan karena mengejar keuntungan politik sesaat, aturan ditabrak,” ujarnya.
Ketua Badan Anggaran Azis Syamsuddin menyatakan Undang-Undang APBN bisa menjadi payung hukum dana kelurahan. “Ini usul pemerintah dan perlu diakomodasi dalam APBN,” ucap politikus Partai Golkar ini. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo membantah anggapan bahwa dana tersebut bersifat politis. “Sekarang atau tahun depan, semua akan dikaitkan dengan pilpres,” kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut.
Iri Kelurahan kepada Desa
BERBEDA dengan anggaran desa, yang mendapat alokasi langsung dari pemerintah pusat dan daerah, dana kelurahan selama ini wajib disediakan oleh pemerintah daerah saja.
Perbandingan
Jumlah dana kelurahan : Rp 3 triliun
Jumlah kelurahan : 8.485 kelurahan
Jumlah dana per kelurahan : sekitar Rp 353 juta
Jumlah dana desa 2018 : Rp 60 triliun
Jumlah desa : 74.957 desa
Jumlah dana desa 2019 : Rp 70 triliun
Acuan Pendanaan
- Jumlah penduduk
- Angka kemiskinan dan ketertinggalan
- Luas wilayah kelurahan
- Kinerja pelayanan publik
Peruntukan
- Dana pembangunan infrastruktur kelurahan
- Pemberdayaan masyarakat
- Stimulasi kegiatan perekonomian
Potensi Penyelewengan
- Penyalahgunaan anggaran
- Penggelapan
- Kegiatan dan proyek fiktif
- Laporan fiktif
- Penggelembungan anggaran
- Pemerintah daerah bisa menekan lurah dengan memperlambat pencairan anggaran supaya mendukung calon kepala daerah atau calon presiden
-ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
KPK Menangkap Bupati Cirebon
KOMISI Pemberantasan Korupsi menangkap Bupati Cirebon Sunjaya Purwadi Sastra pada Rabu malam pekan lalu. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan Sanjaya diduga menerima suap terkait dengan jual-beli jabatan. “Diduga pemberian sebesar Rp 100 juta melalui ajudan bupati,” kata Alexander, Kamis pekan lalu.
Menurut Alexander, Sunjaya diduga menerima uang dari Gatot Rachmanto atas mutasi serta pelantikannya sebagai Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Cirebon. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu juga diduga menerima uang Rp 125 juta dari pejabat lain di lingkungan Pemerintah Kabupaten Cirebon. “Dia juga menerima fee total senilai Rp 6,4 miliar yang tersimpan dalam rekening atas nama orang lain,” ujar Alexander.
Sunjaya membantah tudingan KPK. “Enggak ada itu,” ujar Bupati Cirebon dua periode, yakni 2013-2018 dan 2018-2023, itu.
Sinar Mas Diduga Terseret Kasus Suap
KOMISI Pemberantasan Korupsi membongkar kasus suap yang diduga melibatkan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kalimantan Tengah dan korporasi, Jumat pekan lalu. KPK menahan delapan anggota DPRD Kalimantan Tengah dan enam orang dari pihak swasta serta menyita duit Rp 240 juta. “Transaksi terkait dengan pelaksanaan tugas DPRD dalam bidang perkebunan dan lingkungan hidup,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan enam orang lain yang ditangkap diduga terkait dengan anak perusahaan Sinar Mas, korporasi besar yang bergerak di berbagai sektor, seperti perkebunan sawit. “Pihak swasta yang diamankan ada yang terkait dengan anak perusahaan Sinar Mas,” ujarnya.
Corporate Affairs Communications Asia Pulp & Paper Sinar Mas Emmy Kuswandari mengaku belum mengetahui informasi tersebut. Ia justru menanyakan anak perusahaan Sinar Mas mana yang dimaksud KPK. “Perusahaan apa, ya?” tanya Emmy.
-ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Puluhan Usaha Ilegal Buang Limbah ke Sungai
OMBUDSMAN Republik Indonesia Perwakilan Jakarta Raya menemukan 54 perusahaan tanpa izin alias ilegal di bantaran Sungai Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, membuang limbah sembarangan. “Ada yang tidak punya izin lingkungan, tidak punya izin pengolahan limbah,” kata Kepala Ombudsman Jakarta Teguh Nugroho, Kamis pekan lalu.
Menurut Teguh, temuan tersebut diperoleh ketika Ombudsman melakukan inspeksi mendadak pada Selasa pekan lalu untuk melanjutkan penyelidikan mengenai penyebab pencemaran Sungai Cileungsi. “Kami menilai Dinas Lingkungan Hidup tidak memiliki kapasitas dan kompetensi untuk melakukan pengawasan,” ujar Teguh.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor Pandji Ksyatriadji enggan berkomentar banyak mengenai temuan Ombudsman. Dia membenarkan informasi bahwa Ombudsman telah mengunjungi Sungai Cileungsi. “Juga mampir ke kantor untuk evaluasi, apakah semuanya sudah berjalan sesuai dengan aturan,” tuturnya.
Gugatan Ambang Batas Presidensial Ditolak
MAHKAMAH Konstitusi menolak permohonan para pemohon uji materi Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Anggota majelis hakim Mahkamah Konstitusi, Arief Hidayat, mengatakan pasal yang mengatur ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden tersebut tetap konstitusional. “Tidak terdapat alasan untuk mengubah pendirian majelis hakim,” katanya saat membacakan putusan, Kamis pekan lalu.
Putusan ini merupakan penegasan atas sejumlah putusan sebelumnya. Mahkamah menganggap putusan tersebut berlandaskan semangat memperkuat sistem presidensial dan menyederhanakan jumlah partai. Pasal 222 menyebutkan calon presiden dan wakilnya diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki minimal 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional.
Kuasa hukum para pemohon, Denny Indrayana, tetap yakin syarat ambang batas melanggar konstitusi. “Alasan dasarnya, di dalam UUD 1945 tidak ada satu kata pun terkait dengan syarat ambang batas itu,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo