Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dendeng Balado di Lokasari

Kompleks pertokoan lokasari akhirnya diresmikan Gubernur Wiyogo setelah mempelajari status hukumnya, berbagai persyaratan dan menelepon Mendagri. Ada isu Gubernur mendapat tekanan dari atas.

23 Januari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JADI .... Tidak .... Jadi .... Akhirnya jadi. Sabtu pekan lalu, Gubernur Wiyo~go Atmodarminto jadi juga meresmikan pembukaan Lokasari, taman hiburan, pertokoan, dan pusat perbelanjaan di Mangga Besar, Jakarta Barat. Semula acara itu akan dilaksanakan pertengahan Desember yang lalu. Tapi tiba-tiba akhir bulan itu Wiyogo menyatakan sebaiknya peresmian ditunda menunggu kejelasan pelaksanaan pembangunan bekas taman hiburan yang dulu bernama "Princen Park" itu. Wiyogo ingin jelas apa saja aset Pemda DKI di proyek yang dibangun oleh swasta itu. Selain itu, berbagai alat kelengkapan proyek belum tersedia, misalnya alat pemadam kebakaran. Agaknya, ada "pergulatan" yang seru di bawah permukaan, di balik pernyataan-pernyataan yang muncul keluar. Sebab, sepekan kemudian, Kepala Biro Humas DKI, Soedarsin, memberi keterangan pers lagi bahwa sesuai dengan hasil rapat pimpinan Pemda DKI, Lokasari akan diresmikan pertengahan Januari. Diungkapkannya bahwa aset Pemda sudah jelas setelah dilakukan inventarisasi oleh aparat Pemda. Sejak Rabu pekan lalu undangan peresmian dari Pemda DKI mulai beredar. Anehnya, hanya sehari berselang, Soedarsin memberi keterangan pers lagi. Isinya semacam ralat dari pernyataan sebelumnya: peresmian ditunda untuk menunggu petunjuk dari Departemen Dalam Negeri tentang kejelasan status proyek. Lho, bukankah undangan sudah beredar? "Itu kesalahan administratif," kata juru bicara Pemda DKI itu. "Seharusnya, undangan itu belum diedarkan." Lebih aneh, esoknya, Soedarsin kembali tampil memberi keterangan pers. Kali ini dia -- lagi-lagi -- meralat pernyataan sehari sebelumnya. Setelah melakukan koordinasi dengan instansi yang terkait, katanya, Gubernur memutuskan akan meresmikan proyek itu sesuai dengan rencana semula, Sabtu 16 Januari 1988. Pernyataan juru bicara Pemda yang bolak-balik itu sungguh menimbulkan tanda tanya besar. Koran Jakarta Post, sebelum~nya, menyebut bahwa Gubernur Wiyogo mendapat tekanan dari "orang kuat" untuk meresmikan Lokasari 16 Januari. Tak jelas siapa "orang kuat" dimaksud. Kepada TEMPO, Gubernur Wiyogo hanya mengatakan bahwa keputusan untuk meresmikan proyek itu diambil setelah dia mempelajari kembali surat perjanjian kerja sama antara Pemda DKI dengan PT Gemini Sinar Perkasa, developer-nya. Selain itu, Wiyogo sempat menelepon Mendagri Soepardjo Rustam. "Meskipun wewenang dan tanggung jawab akhirnya ada pada saya," katanya. Kesimpulannya: Lokasari sudah bisa diresmikan, sebab beberapa persyaratan penting sudah dipenuhi. Misalnya mobil pemadam kebakaran. Pada acara peresmian, di dalam garasi sebuah gedung d~i ujung kanan kompleks kelihatan diparkir sebuah~ mobil pemadam kebakaran yang tidak baru dan berpelat nomor merah. Sebetulnya, menurut Hanafi, idealnya di sana ada dua mobil. "Tapi satu mobil saja sudah cukup memadai," kata Kepala Dinas Kebakaran DKI itu. Sebab, gedung-gedung di Lokasari, menurut Hanafi, serupa saja dengan gedung biasa yang berada di tepi jalan raya. Maksudnya, mudah dlmasuki mobil pemadam kebakaran andainya suatu saat kompleks itu diamuk jago merah. Alarem dan sprinkler juga tak diperlukan. Bangunan yang ada juga cuma berlantai tiga, dengan ketinggian yang masih bisa dicapai semburan air mobil dinas kebakaran. "Lagi pula, di sini air cukup tersedia," katanya, menunjuk kolam air mancur yang tcrhampar di taman. Tapi selain mobil, menurut sebuah sumber DKI, ada soal lain. Gedung serba guna yang mestinya menjadi aset DKI ternyata belum juga selesai dibangun developer sampai proyek diresmikan. Padahal, itu merupakan salah satu sebab mengapa semula Wiyogo menunda-nunda peresmian. Di dalam surat perjanjian antara Pemda DKI dan PT Gemini Sinar Perkasa yang dibuat 5 Desember 1985, dicantumkan dengan jelas bangunan dan sarana apa saja yang harus dibangun perusahaan swasta ini di Lokasari, selaku developer, berikut statusnya. Surat itu ditandatangani oleh R. Soeprapto, Gubernur DKI Jaya waktu itu, dan ~Franky Lasmana sebagai Direktur Utama PT Gemini Sinar Perkasa. Di dalam perjanjian, Pemda DKI disebut sebagai pemilik tanah Lokasari yang seluruhnya ada 7,7 ha -- 5,5 ha di antaranya akan diremajakan. Pada tahap pertama yang akan diremajakan seluas 3,675 ha. Untuk itulah Pemda bekerja sama dengan developer PT Gemini Smar Perkasa. Ada sebelas bangunan dan sarana serta prasarana -- bernilai Rp 22 milyar -- yang wajib dibangun PT Gemini secara bertahap di areal itu, dan seluruhnya harus selesai dalam tiga tahun. Ada 141 rumah toko, pusat perbelanjaan, dan sebagainya. Sebagian di antara bangunan itu -- yang merupakan sarana atau fasilitas untuk kepentingan umum -- akan menjadi milik Pemda DKI, seperti taman hiburan dengan teater terbuka dan plaza, 50 kios penjual makanan dan minuman, 16 kios benda seni dan kantor pusat informasi wisata, gedung badan pengelola, instansi listrik dan sebagainya, termasuk gedung olah raga/serba guna itu. Gedung itu dilengkapi musala dan pos kesehatan, seluruhnya seluas 2.268 meter persegi dan dapat menampung 2. 500 orang. Biayanya, menurut surat perjanjian Rp 793.800.000 dan sesuai dengan jadwal harus sudah selesai dalam dua tahun. Bila dihitung saat kontrak antara Pemda dan PT Gemini dibuat, berarti pada 5 Desember 1987, gedung, musala, dan pos kesehatan harus sudah selesai. Dalam kontrak itu pula tercantum: bila terjadi kelambatan pembangunan gedung atau fasilitas untuk kepentingan umum yang akan menjadi milik Pemda, PT Gemini diwajibkan membayar denda sebesar 5% setiap bulan kepada Pemda DKI. Tapi sayangnya, menurut sumber tadi, kontrak itu tak menyebut tanggal atau tahun yang jelas kapan persisnya tahapan-tahapan pembangunan yang dibuat di dalam jadwal dimulai. "Itu tampaknya memang disengaja untuk memberi keleluasaan pada developer," ujar sumber itu. Dirut PT Gemini, Franky Lasmana, membenarkan bahwa dalam pertemuan dengan Wiyogo, 29 Desember yang lalu, Gubernur meminta agar segala yang mesti dibangun menurut perjanjian itu direalisasikan. Pihaknya, kata Franky, sudah membangun apa-apa yang dimaksud, sekalipun diakuinya belum terpenuhi 100%. Gedung olah raga itu? "Sudah mulai dikerjakan dalam beberapa hari ini tinggal tunggu selesainya," katanya. Di saat upacara peresmian, di bagian belakang kompleks terlihat ada areal yang dipagari dinding seng dan di dalamnya terlihat besi-besi beton mencuat. Di situlah sedang dibangun gedung olah raga yang dimaksud Franky. Tampaknya, itulah hasil gebrakan Wiyogo. Gubernur yang populer karena membongkar bangunan liar di Pasar Tanah Abang itu, pada upacara peresmian, berkata kepada TEMPO, "Segalanya itu 'kan masalah yang sudah lewat. Untuk masa selanjutnya saya peringatkan harus hati-hati mengadakan kontrak kerja yang seperti itu. Segala perjanjian harus jelas dan dapat dipertanggungjawabkan." Lalu dikunyahnya dendeng balado yang dihidangkan panitia. ~Amran Nasution, Linda Djalil, Tri Budianto Soekarno

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus