Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Dgi mengeluh kepada departemen ...

Departemen agama akan menyelenggarakan konsultasi dengan semua unsur kristen a.l para misionaris asing dan unsur-unsur pribumi dalam rangka partisipasi umat kristen dalam pembangunan. (ag)

31 Desember 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMASUKI awal tahun Pelita III 1978 mendatang, Departemen Agama berkemas menyelenggarakan konsultasi dengan semua unsur Kristen Bulan Januari direncanakan konsultasi dengan para misionaris asing. bulan Pebruari dengan unsur-unsur pribumi. Tema konsultasi memang bisa diduga: "partisipasi umat Kristen dalam pembangunan." Tapi di balik itu memang terdapat beberapa masalah yang memerlukan penyempurnaan sehubungan dengan tugas Pemerintah memberikan "bimbingan" masyarakat Kristen. Soal misionaris asing itu misalnya. Kalangan Kristen seperti diwakili Dewan Gereja-Gereja di Indonesia (DGI) menganggap kedatangan misionaris asing, yang direkomendir Departemen Agama tanpa konsultasi dengan DGI, lebih banyak merugikan. Mereka inilah yang rata-rata sangat aktif ke sana ke mari "sehingga saudara-saudara yang Islam yang menuduh kami melakukan kristenisasi" dan "gereja kani sendiri dipecah-belah" oleh misionaris asing itu, seperti kata Pendeta Chris A. Kiting, Penjabat Wakil Sekretaris Umum BPH-DGI. Tapi, seperti dinyatakan Dirjen Bimas Agauna Kristen, Ds. Pestos Nehemia Harefa, Pemerintah merekomendir mereka itu setelah melakukan penyaringan terhadap permintaan gereja sponsor. Misalnya benarkah sang sponsor memang butun tenaga asing. Bagaimana bila si asing ini ternyata "mengacau"? "Itu memang tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah pasti mengambil tindakan. Mereka bisa diusir," kata Harefa, tanpa menyebut contoh pengusiran yang pernah dilakukan. Yang juga penting gereja sponsor itu memang belum tentu (dan biasanya memang bukan) anggota DGI. "Anggota DGI hanya 50 Gereja. Sedang jumlah Gereja di Indonesia ini ada 275. Jadi haruskah kami berkonsultasi dengan DGI?" kata Dirjen kepada Klarawijaya dari TEMPO. Bahkan konsultasi juga dirasa tak perlu dilakukan dalam hal undangan dari Kanwil Departemen Agama di daerah-daerah kepada para pendeta yang mengajar di sekolah negeri untuk satu pertemuan. Seperti dikatakan Harefa (54 tahun), mereka itu diundang sebagai guru negeri dan bukan sebagai pendeta. Bagi kalangan DGI, masalah guru agama itu sebenarnya bahkan lebih kompleks. Mereka mempertanyakan, benarkah "campur tangan Pemerintah yang terlalu banyak" dalam pengajaran agama Kristen di sekolah negeri memang cara yang paling baik. Zaman Sukarno Di kantornya di Jakarta, Pendeta Kiting -- yang juga Ketua Sinode Gereja Kalimantan Evangelis -- menceritakan bahwa dulu di zaman Sukarno ada pembagian tugas yang jelas antara Pemerintah dan Gereja Pemerintah menyediakan waktu pelajaran dan honor. Sedang Gereja menyediakan guru dan materi pelajarannya. Kini Pemerintah sendiri yang mengangkt guru agama Atau tak menyediakan honor mereka, dengan alasan tak ada pengangkatan pegawai baru. Selain itu ada keluhan tambahan terhadap pemerintan yakni dalam hal terjadinya perpecahan Gereja. Dr. P.D. Latuihamallo misalnya, mahaguru dan bekas rektor Sekolah Tinggi Theologia Jakarta, menyatakan kepada George Y. Adicondro dari TEMPO, betapa kebijaksanaan Kanwil Departemen Agama di daerah kadar-kadang bahkan tidak menimbulkan kesatuan seperti yang dikehendaki DGI. Gereja Kristus Tuhan di Lawang, Malang, awal 1977 ini pecah. Sebelum DGI maupun DGW (Dewan Gereja Wilayah) senlpat n1erujukkan pihak-pihak yang berselisih karena alasan-alasan non-theologis itu, Kanwil Departemen Agama setempat sudah 'memberkati pecahan Gereja itu di Surabaya sebagai Gereja baru. Supaya Tak Liar Tapi, Harefa, Dirjen yang juga pendeta dari Nias itu, menjelaskan: Kalau kemudian ada jemaat yang dipecat pimpinan lalu membentuk Gereja sendiri "kita kan harus memberi rekomendasi. Supaya mereka tidak liar" Dirjen juga menyatakan bahwa dalam tindakan tersebut pihak Pemerintah memang tidak berhubungan dengan DGI. Tampaknya memang ada yang bisa lebih disempurnakan. Dan tutup tahun Pelita ke-II barangkali juga akan merupakan tutup keluhan Langkah Departemen Agama sendiri belum tentu semuanya sudah baik. Soal tindakan terhadap para misionaris asing itu misalnya Entah mereka datang untuk beroperasi secara liar (dengan visa turis atau visa kunjungan keluarga) atau secara resmi, orang memang tak enak menghadapi mereka ini -- yang dengan rasa bangga, seakan mereka itu yang memegang "monopoli keselamatan". memaksa berkotban dan rnemberikan buku begitu saja Sementara itu mereka buta sama sekali ihwal agama atau kebudayaan orang yang dianggap "kafir" itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus