Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Di Antara Dolar, Rumah, dan Harley-Davidson

Bekas pejabat Direktorat Jenderal Pajak terdeteksi menyimpan dana Rp 70 miliar dalam rekening anak-istrinya. Nyaris luput, tak tersentuh.

12 April 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SENYUM itu tersungging kecil di wajah Bahasyim Assifie menjelang tengah malam, Jumat pekan lalu. ”Mohon doanya,” kata bekas Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta itu setelah diinterogasi sebelas jam oleh polisi. Mata lelaki 58 tahun itu sayu. Langkahnya gontai. Ia menengok tak tentu arah. Kerah jaket hitamnya tertarik ke belakang.

Polisi menggelandang Bahasyim ke sel tahanan Kepolisian Daerah Metro Jaya. Malam itu dia resmi ditahan atas dugaan melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang serta menerima gratifikasi wajib pajak bermasalah.

Sebelumnya, sekitar pukul sepuluh pagi, Bahasyim menyerahkan diri tanpa didampingi pengacara. ”Beliau ingin cepat diperiksa karena berita begitu kencang,” kata John K. Azis, kuasa hukum Bahasyim. Berdasarkan surat panggilan, polisi akan memeriksa Bahasyim, Senin pekan depan. Fokus pemeriksaan: aliran transaksi mencurigakan Rp 70 miliar temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.

Prahara Bahasyim sejatinya lakon lawas. Pusat Pelaporan pada Februari 2009 telah melaporkan ke Markas Besar Kepolisian RI perihal dana Rp 70 miliar yang nangkring di sejumlah rekening anak dan istri Bahasyim. Karena tak digubris, tim Yunus kembali mengirim berkas laporan ke polisi Desember 2009. ”Kami berharap segera diproses agar semuanya clear,” kata Yunus Husein, Kepala Pusat Pelaporan.

Markas Besar Kepolisian menyangkal jika dikatakan tak memproses kasus Bahasyim. Menurut Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Ito Sumardi, karena lokasi perkara terjadi di DKI Jakarta, kasus ini dilimpahkan ke Polda Metro Jaya. Laporan masuk pada Maret 2009. ”Kasus dilimpahkan sebelum saya menjabat Kabareskrim pada Desember 2009,” kata Ito.

Anehnya, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Boy Rafli Amar mengatakan pelimpahan dilakukan baru dua pekan lalu. ”Dilimpahkan dari Bareskrim Mabes Polri ke Kriminal Khusus Bidang Tindak Pidana Korupsi Polda Metro,” kata Boy.

Aroma kasus Bahasyim merebak ketika bekas Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Susno Duadji berdendang. Gayus Halomoan Tambunan, pegawai pajak golongan IIIa, terbukti mengantongi Rp 25 miliar, hasil patgulipat perpajakan. Kisah Gayus membuka tabir lama dugaan keculasan sederet pejabat pajak. Bahasyim salah satunya.

Bahasyim diduga melakukan korupsi dan pencucian uang pada 2005-2009. Ia juga disangka menerima gratifikasi atas jasa membantu penyelesaian wajib pajak bermasalah. Uang haram itu lantas ditransfer ke rekening anak-istrinya. ”Jumlahnya jauh melebihi punya Gayus,” kata Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Wahyono.

Di rekening BNI atas nama Sri Purwanti, istri Bahasyim, tersimpan dana Rp 35 miliar dan US$ 1 juta. Dana lain Rp 19 miliar tersimpan di rekening Winda Arum Hapsari, 29 tahun, putri keduanya. Adapun di rekening putri ketiga alias si bungsu Riandini Resanti ada dana Rp 2,1 miliar. ”Mereka masih muda, tapi duitnya banyak. Mencurigakan,” kata penyidik. Kerugian negara diperkirakan Rp 64 miliar. Rekening mereka kini sudah diblokir. Sehari sebelum Bahasyim ditahan, polisi memeriksa Sri Purwanti dan Kurniawan Ariefka, sang putra sulung. Kurniawan disebut-sebut sebagai penggerak bisnis perikanan ayahnya di bawah payung PT Tridarma Kencana.

Diduga dana miliaran itu diperoleh saat Bahasyim menjabat pegawai pajak. Caranya: ia membantu menyelesaikan pajak bermasalah dan mendapat imbalan. John K. Azis, kuasa hukum Bahasyim, menyebutkan rekening kliennya murni dari hasil kerja dan bisnis. Setelah 34 tahun bekerja, terkumpul uang. ”Lalu dikembangkan, untung besar. Wajar kan,” kata John.

Mula-mula pendapatan 34 tahun itu berjumlah Rp 30 miliar yang tersebar di beberapa rekening. Pada 2005 duit itu disatukan dalam rekening BNI. ”Berkembang jadi Rp 64 miliar dari bisnis perikanan, reksa dana, dan main valuta asing,” kata John. Rekening itu juga dibagi atas nama anak-istrinya.

Ada uang, ada pula barang. Tempo menemukan sejumlah rumah mewah, pabrik, dan tanah Bahasyim di berbagai tempat. Sumber Tempo menyebut dia punya sembilan rumah di kawasan elite Menteng, Jakarta Pusat. Namun Tempo hanya berhasil mendeteksi dua di antaranya: di Jalan Cianjur 7 dan Jalan Cicurug 14. Dua rumah di kawasan Menteng itu kosong.

Rumah di Jalan Cianjur dibeli pada 2001 dengan harga Rp 13 miliar. Kini berlantai dua, warna krem mencolok, jendelanya penuh aneka warna. ”Setelah direnovasi, harganya mungkin jadi dua atau tiga kali lipat,” kata seorang pensiunan pegawai pajak. ”Di rumah ini dulu ada satu Harley-Davidson dan lima mobil mewah, salah satunya Toyota Alphard.” Rumah yang di Jalan Cicurug tak kalah megah. ”Pak Bahasyim juga punya rumah di Cimanggis, Kalibata, dan Kalimalang,” kata sumber Tempo.

Di Kalimalang, rumah Bahasyim terletak di Jalan Raya Cemara Raya BA-27 RT 01 RW 06-A, Perumahan Jaka Permai, Bekasi. Luas tanahnya 900 meter persegi, bangunan berlantai dua. ”Harga pasaran Rp 5 miliar,” kata Heru Sobirin, ketua rukun warga setempat. Ditempati sejak 12 tahun lalu, kini rumah itu kosong. ”Saya pernah diajak ke rumah di Kalimalang, dipameri lima motor Harley-Davidson,” kata bekas anak buah Bahasyim.

Bahasyim juga punya pabrik pengepakan ikan di Tapos, Bogor, seluas lima hektare. ”Beroperasi sekitar tiga tahun,” kata Ujang, Ketua RW 20. Harga pasaran tanah di situ Rp 800 ribu per meter persegi. Di dekat pabrik, Bahasyim juga punya lima hingga sepuluh hektare tanah di lokasi yang terserak. ”Tak dibeli sekaligus, tapi satu-satu,” kata Sahati, warga setempat. Sebulan lalu Bahasyim membeli satu rumah lagi di dekat situ. Harga rata-rata sepetak tanah sekitar Rp 200 juta.

Di tengah sorotan, per 1 April 2010, Bahasyim undur diri sebagai Inspektur Bidang Kinerja Kelembagaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang dijabatnya sejak 2008. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana telah menandatangani surat keputusan menyetujui pengunduran dirinya. Tak jelas alasannya. ”Bisa saja terkait dana Rp 70 miliar itu,” kata seorang anggota staf Bappenas.

Di Kementerian Keuangan, kantor asal Bahasyim, kasusnya akan segera diproses. ”Kami baru bisa melakukan tindakan efektif setelah 12 April,” kata Sri Mulyani Indrawati.

Data sepak terjang Bahasyim dikumpulkan. Termasuk ketika menjabat Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta 7. Aktivitasnya sebelum itu juga akan diperiksa. Sebelum jadi kepala kantor pajak, Bahasyim pernah menjadi Pemimpin Redaksi Majalah Berita Pajak, Ketua Pelaksana Harian Buletin Harian Pamorku (Pajak, Moneter, Keuangan), dan Redaktur Pelaksana Buletin Meridian (Media Riset Informasi Pajak).

Dwidjo U. Maksum, Vennie Melyani, Gustidha Budiartie, Ezther Lastania (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus