Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PULUHAN orang berbaju merah menyala melepas gambar-gambar Megawati Soekarnoputri di dinding Ruang Agung Hotel Inna Grand Bali Beach, Sanur. Mereka mengangkat gambar Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu, menggoyang-goyangkannya, sembari bernyanyi lagu-lagu mars.
Pada Kamis sore pekan lalu, peserta kongres itu menanti Megawati mengumumkan susunan Dewan Pimpinan Pusat partai sekaligus menutup acara. Namun, sampai penyanyi Edo Kondologit, yang memimpin mereka berdendang, kehabisan koleksi lagu mars, Mega belum kunjung datang. Satu per satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir bernyanyi mengisi acara. Sekretaris Jenderal (demisioner) Pramono Anung memilih lagu grup musik Padi, Kasih Tak Sampai. ”Sudah, terlambat sudah... ini semua harus berakhir,” ia bernyanyi penuh percaya diri.
Sebagian besar politikus elite PDIP memang cuma bisa menunggu di ruangan itu. Megawati, sebagai formatur tunggal, memilih sendiri orang-orang yang akan mendampinginya mengurus partai. Seorang sumber menceritakan, sempat ada usul formatur pendamping dari ketua pengurus daerah agar pengurus tak didominasi kelompok elite. Namun usulan itu kandas di sidang-sidang komisi. Sebab, mayoritas peserta kongres menghendaki Mega yang terpilih kembali sebagai ketua umum tetap menjadi formatur tunggal seperti dua kongres sebelumnya.
Satu jam lewat dari jadwal pembukaan sidang paripurna penutup kongres yang sedianya dimulai pukul empat sore. Di mana gerangan sang ketua umum? Sumber-sumber Tempo menyebutkan Mega berada di kamar presidential suite, membenahi susunan pengurus. Coret-coret satu jam itulah yang kemudian mengubah drastis peta politik di PDIP.
MEGAWATI duduk di barisan terdepan deretan kursi lobi Hotel Inna pada pembukaan pameran foto sang mantan presiden hasil bidikan fotografer Joko Sugianto, Senin pekan lalu. Sekretaris Jenderal Pramono Anung duduk tepat di sebelahnya. Tak lama, Ketua Dewan Pertimbangan Pusat Taufiq Kiemas hadir. Pramono berdiri hendak memberikan kursinya. Tapi Taufiq menggeleng dan memberi tanda dengan tangan kirinya supaya Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu kembali duduk. Taufiq memilih duduk di sebelah Pramono.
Sepanjang kongres, Taufiq memang tak pernah duduk berdampingan dengan Mega. Keduanya terus berselisih paham sejak suami Megawati itu menyatakan tak keberatan jika Partai Demokrat menawarinya koalisi. Mega ngotot tetap beroposisi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menjelang kongres, perselisihan itu meruncing karena perdebatan soal pembuatan posisi wakil ketua umum.
Taufiq menginginkan adanya wakil ketua umum dan menyokong putrinya, Puan Maharani, duduk di kursi itu. ”Wakil ketua umum itu sebuah kebutuhan,” katanya di sela-sela kongres. Sebaliknya Mega, menurut orang-orang dekatnya, tak setuju. ”Itu menyalahi tradisi,” kata seorang kader partai menirukan ucapan Mega.
Sumber Tempo bercerita, pendukung pandangan Mega itu lumayan banyak, tapi terbagi jadi dua faksi. Ada orang-orang dekat Mega yang dimotori politikus senior Theo Syafei. Kelompok lainnya dijuluki ”Geng ITB-Yogyakarta”, bernaung di bawah Pramono Anung. Dua kelompok ini bahu-membahu di panitia pengarah kongres. Mereka merancang draf anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, yang sama sekali tak mencantumkan jabatan wakil ketua umum.
Untuk mengamankan skenario membendung jabatan nomor dua di partai itu, panitia pengarah yang diketuai Theo merancang kongres kilat. Mereka merancang agar pembacaan pandangan umum Dewan Pimpinan Cabang diwakilkan saja oleh Dewan Perwakilan Daerah. Surat diteken dan diedarkan oleh Pramono Anung. ”Ini mempersempit ruang gerak lobi-lobi,” kata seorang anggota panitia.
Pengurus daerah yang sempat mendukung secara terbuka Puan Maharani menjadi wakil ketua umum pun ditegur kelompok ini. ”Ibu Mega tidak setuju wakil ketua umum, sikapmu jangan salah,” kata sumber Tempo di faksi ini, menirukan bunyi pesan yang dikirimkan.
Jurus tersebut terbukti ampuh. Dukungan terhadap usulan wakil ketua umum yang diperkirakan datang dari sepuluh pengurus daerah mengempis di sidang paripurna pertama. Yang masih mengusulkan hanya daerah asal Taufiq, Sumatera Selatan, lalu Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Kalimantan Timur. ”Mestinya jangan ditolak dulu, tapi biarkan saja ada dan nanti ketua umum memutuskan,” kata Ketua PDIP Jawa Barat Rudi Harsa Tanaya.
Kelompok ini berharap masih bisa merangkul pengurus daerah yang tak secara tegas menolak wakil ketua umum. Namun usulan itu akhirnya kandas karena mayoritas peserta kongres menampiknya.
Kekalahan di pertarungan soal wakil ketua umum itu, ditambah pidato pembukaan kongres Megawati yang terus menyebut partai akan beroposisi, membuat kubu yang berseberangan dengan Taufiq dan Puan di atas angin. ”Probabilitas oposisi membesar,” orang dekat Pramono berbisik.
Karena ”jasanya”, seorang sumber menceritakan, dua jam sebelum pengumuman pengurus baru, nama Pramono masih bercokol di kursi sekretaris jenderal. Daftar itu juga memuat nama anggota panitia pengarah, Ganjar Pranowo dan Budiman Sudjatmiko. Mereka cukup vokal menentang ide posisi wakil ketua umum.
Tak disangka, ketika Mega mengumumkan 26 nama pendampingnya, tak satu pun dari ketiga nama itu disebut. Kursi sekretaris jenderal malah diserahkan ke Ketua Fraksi Partai Demokrasi Tjahjo Kumolo. Pramono menanggapinya datar. ”Dalam memutuskan, Ibu Mega tentu memiliki berbagai pertimbangan,” katanya. ”Saya mau konsen di DPR saja.”
Perubahan nama itu, menurut seorang kader, terjadi dalam satu jam ketika Mega terlambat datang ke sidang penutupan. Puan yang tak kelihatan di ruang sidang ternyata bergabung dengan ibunya di presidential room. ”Saat itu Puan menyodorkan daftar nama versinya sendiri,” ujarnya.
Sumber tersebut bercerita, mayoritas pengurus baru memang orang dekat Taufiq dan Puan. Mereka juga dianggap tak akan menjadi pesaing Puan pada kongres 2015. Walhasil, Pramono dan ”Geng ITB-Yogyakarta” tersingkir.
Sumber itu juga bercerita, beberapa orang bisa menjadi pengurus pusat berkat lobi saat kongres. ”Beberapa malah dibantu orang dekatnya yang menempel Mega saat kongres,” ujarnya. Ada juga yang tiba-tiba muncul saat sidang komisi organisasi dan menyerukan persetujuan atas usulan wakil ketua umum untuk mengambil hati Taufiq dan Puan. ”Pintu masuknya tetap lewat Taufiq dan Puan,” ujar sumber itu.
Namun Puan menyatakan ibunya memutuskan semuanya sendiri. ”Ini keputusan yang terbaik dari ketua umum,” ujarnya. ”Kita sudah menyerahkan sepenuhnya kepada beliau.” Menurut dia, wajar jika ada mereka yang kecewa karena tak masuk kepengurusan.
GELAK tawa menyeruak keluar dari kantor redaksi situs Partai Demokrasi di Ruang Laksmana Hotel Inna. Kamis malam pekan lalu, kantor yang dikendalikan oleh putra kedua Megawati, Muhammad Prananda Prabowo, itu berubah menjadi ruang pesta kecil. Dua botol wine terhidang di meja yang diapit dua sofa.
Di dalam ada Rieke Dyah Pitaloka dan Budiman Sudjatmiko. Tak lama datang Puti Guntur Soekarno, disusul Pratama. Yang terakhir datang adalah dua pengurus baru, Andreas Pareira dan Hasto Kristianto. Apa yang dirayakan? Selain kesuksesan Andreas dan Hasto masuk pengurus pusat partai, ”Agenda panitia pengarah berjalan lancar,” kata Andreas.
Selain urusan acara kongres, Hasto menjelaskan, rancangan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang dibuat panitia pengarah untuk menguatkan posisi Megawati disepakati kongres. Dulu pengurus partai dilantik oleh kongres dan hanya bisa diberhentikan paling tidak dalam rapat kerja nasional yang melibatkan pengurus daerah.
Dalam aturan yang baru, Megawati yang melantik pengurus dan bisa sewaktu-waktu memecat mereka. ”Enam bulan ke depan akan ada evaluasi,” kata Hasto, yang menjabat wakil sekretaris panitia pengarah.
Kader partai yang bengal juga bisa dijewer ketua umum lewat bidang kehormatan yang diketuai mantan ajudan Soekarno, Sidharto Danusubroto. Pembentukan Majelis Ideologi yang diketuai sendiri oleh putri sulung Bung Karno itu juga bisa mengekang fraksi agar kebijakan politiknya tak menyimpang dari garis kebijakan partai.
Bahkan, dalam aturan baru, Mega punya hak menentukan calon penggantinya. Kata Hasto, Mega bisa menyebutkan sebanyak-banyaknya tiga calon. Di Ruang Laksmana, Megawati dirayakan sebagai satu-satunya penentu hidup-matinya PDI Perjuangan.
Oktamandjaya Wiguna, Munawwaroh (Bali)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo