SALAH seorang anggota jamaal Imran, Salman, pemimpin operasi penyerangan Pos Polisi Kosekta Cicendo, Senin pekan ini dihadapkan pula ke Pengadilan Negeri Bandung. Menurut tuduhan Jaksa Ramelan, selain dari ceramah-ceramah yang menantang Pancasila, Salman inilah yang giat mencari senjata, baik dengan pencurian, perampasan atau membeli, sampai-sampai menyerbu pos polisi. Dalam persidangan yang mendapat pengawalan ketat dari pasukan Brimob--dengan senjata M-16--Salman Hafidz alias Nasrullah, 26 tahun, dituduh sudah ikut dalam kelompok Imran, semenjak sama-sama di Arab Saudi. Februari tahun lalu, Salman memerintahkan anak buahnya, Agus Suratmo mencuri senjata Garrand dari Pusat Pendidikan :Perhubungan AD, Cimahi, dan berhasil. Bulan itu juga, dua anggota lainnya Toha dan Salman berhasil merampas senjata genggam polisi lalu lintas di Jalan Suci, Bandung. Selain itu, bersama Najamuddin, Salman mencari senjata di Surabaya dan Jombang. Yang paling penting dari tuduhan jaksa, agaknya penyerangan Pos Polisi Cicendo. Rencana penyerbuan itu disusun rapi di rumah Salman, Jl. Kebonsari, Cimahi, beberapa jam sebelum aksi dilakukan. Tepat pukul 12 tengah malam, 11 Maret tahun lalu itu, 14 orang anggota Jamaah yang dipimpin Salman berangkat dengan truk disel bernomor D-1815-BU. Sasarannya sudah pasti, Pos Polisi Cicendo yang menahan motor anggota jamaah, Cucu Suryadi. Sepucuk senjata api Garrand dipercayakan kepada anggota Maman Kusmayadi. Anggota lainnya cukup dilengkapi senjata tajam golok atau pisau. Sesampai di depan pos polisi itu, Toha dan Cucu ditugaskan melihat keadaan. Tak lama kedua orang ini memberikan isyarat, "aman". Setelah itu dua anggota lainnya, Muhamad Edi dan Nurwan Gunawan turun dari truk dan memasuki pos polisi, pura-pura menanyakan sepeda motor anggota jamaah yang ditahan. Dua petugas jaga, Sertu Suhendrik dan Bharatu Iskandar tentu saja kaget kedatangan tamu di tengah malam itu. Ketika itulah, Maman tampil menodongkan Garrandnya. Membuat kedua petugas itu tidak berkutik. Segera mereka dimasukkan ke sel, dan empat tahanan dalam sel dilepaskan para penyerbu itu. Salman kemudian datang menyusul anggotanya. Melihat dua petugas meringkuk dalam sel di bawah todongan Maman, Salman memberikan isyarat "bilas". Tanpa pikir panjang, Maman menarik picu senjatanya, dan peluru menembus dada kedua alat negara itu. Komandan Jaga Serka Enung Suryana yang datang kemudian, ditembak pahanya, dan dikurung dalam sel. Bapak seorang bayi, Salman, kelihatan masih beringas di persidangan. Berstelan jas warna krem dengan dasi merah, sepatu lars dan celana digulung sampai mata kaki -- ciri khas anggota Imran -- Salman memasuki persidangan. "Saya tidak perlu pembela atau penasihat hukum, yang saya perlukan pengawas hukum," katanya ketika hakim menawarkan pembela. Setelah berdebat dengan Ketua Majelis Soedarko, Salman mengumumkan siapa di antard yang hadir mau menjadi pengawas hukum untuk mengawasi kejujuran hakim dan jaksa. Tentu saja tidak seorang pun yang bersedia. Ia kemudian meminta jaksa untuk mengubah tuduhannya. "Kalau tidak perang kita mulai," kata Salman mengacungkan tinjunya kepada jaksa. Ia kemudian mengakui semua tuduhan jaksa. Namun ketika jaksa meminta penjelasan, Salman menjawab Saya sudah mengaku, jangan tanya lagi." Ia kemudian meneruskan, "Saya memang merencanakan revolusi, mengganti Pancasila dan UUD 45, mau menumbangkan negara, jaksa mau apa?" Jaksa Ramelan terdiam. Dan Salman mengeluarkan Rhcumason, membarut dahinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini