Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Politik Universitas Paramadina, Erik Ardiyanto, menilai agenda retret kepala daerah dapat mengancam prinsip-prinsip demokrasi dan otonomi yang dimiliki setiap daerah. Menurut dia, kebijakan tersebut merupakan permasalahan serius yang dapat menjadi tanda-tanda upaya sentralisasi atau pemusatan kekuasaan oleh pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Acara retret ini dapat dipahami sebagai simbolisasi kekuatan pemerintah pusat, yang bertentangan dengan semangat reformasi dan desentralisasi yang telah kita perjuangkan,” kata Erik pengajar di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina pada Jumat, 21 Februari 2025, seperti dikutip dari keterangan resminya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kecenderungan sentralisasi tersebut, kata dia, tercermin berdasarkan lanskap perkembangan politik saat ini. Ia mengatakan keputusan-keputusan yang diambil pemerintah, mulai dari rencana koalisi permanen hingga retret kepala daerah berpotensi merugikan demokrasi.
Sebagaimana diketahui, Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto menyampaikan sebanyak 505 kepala daerah yang telah dilantik di Jakarta pada 20 Februari 2025 akan menjalani retret. Adapun hari pertama retret kepala daerah ini telah dilaksanakan kemarin, Jumat 21 Februari 2025 di Akademi Militer, Kota Magelang, Jawa Tengah.
Retret tersebut rencananya akan diadakan selama satu pekan penuh hingga 28 Februari mendatang. Bima mengatakan, retret bagi kepala daerah adalah program rutin pemerintahan dengan tujuan untuk memberikan bekal kepada kepala daerah terpilih yang akan menjalankan pemerintahan di daerahnya masing-masing.
Sementara itu, Erik menyampaikan bahwa kepala daerah dipilih rakyat secara langsung, bukan bagian dari kabinet presiden. Sehingga, agenda yang dipimpin langsung oleh Presiden Prabowo Subianto tersebut seharusnya tidak perlu terjadi.
Ia menekankan bahwa tanggung jawab pemerintah terletak dalam menjaga dan memperkuat demokrasi yang telah dibangun sejak lama. Menghormati keberadaan otonomi daerah merupakan salah satu caranya.
Di samping itu, diperlukan adanya komitmen dari Presiden sebagai pemimpin negara untuk menjaga demokrasi yang telah berjalan. Ia menegaskan kebijakan-kebijakan seperti pengadaan pemilihan umum langsung dan otonomi daerah tidak boleh hilang dari proses demokrasi bangsa.
Menurut dia stabilitas nasional tidak harus dicapai melalui sentralisasi kekuasaan. Melainkan, melalui akuntabilitas, transparansi, good governance, dan kepastian hukum. Sehingga pemerintah dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat seutuhnya.
“Di sinilah peran Presiden Prabowo sangat penting, yaitu untuk memastikan bahwa demokrasi dan desentralisasi tetap terjaga, tanpa terjebak dalam sentralisasi kekuasaan,” katanya.
Pilihan Editor: 8 Kepala Daerah Sumut dari PDIP Tunda Keikutsertaan dalam Retret di Magelang