Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Dulu Pisang, Kini Beringin

Zuhdi, Suwela & Abunawar terpilih sebagai transmigran teladan 1980. Mereka dengan ketabahan dan keuleran telah dapat menikmati panen padi dan ternak.

30 Agustus 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUWELA kelihatan letih dan ingin segera pulang ke Lapoa, Sulawesi Tenggara tempat ia menjadi transmigran, setelah mengikuti acara-acara yang padat di Jakarta. Ia sudah ada di ibukota 13 Agustus. "Anehnya pinggang saya tak pernah sakit di Lapoa," keluhnya "di sini saya merasa pegal-pegal." Padahal tiap hari ia mencangkul sawahnya seluas 2 hektar. Semula anak sulung dari 10 bersaudara ini, hidup susah di Desa Pupuan Kab. Tabanan, Bali. Sehari-harinya bersama saudaranya yang lain, ia mengerjakan sawah orang tuanya seluas 0,5 hektar. Hasilnya dibagi ramai-ramai -tentu saja tidak mencukupi. Pernah mencoba menjadi pedagang hasil bumi, tetapi gagal." Pokoknya hidup saya setengah mati," Suwela mengenang masa lalunya. Kesulitan hidup itu mendorongnya bertransmigrasi. Apalagi setelah Pupuan dihajar gempa sampai dua kali, 1976 dan 1977. Bersama 99 kepala keluara. 10 Oktober 1977, ia berangkat ke Irapoa di Sulawesi Tenggara. Pertama menginjakkan kaki di Lapoa, Suwela merasa kecut juga. Tanah yang akan digarapnya penuh alang-alang. Teori yang dibawanya dari Bali, anah seperti itu biasanya tanah kurus. Tetapi sudah telanjur, bersama istri dan dua adiknya, alang-alang itu dibabat. Pengairannya dikerjakan secara gotong-royong dengan transmigran lainnya, dengan jalan membendung rawa-rawa selebar 35 meter. Panen pertama setelah 3 bulan ternyata memang belum menggembirakan. Sekarang dari 1 hektar sawah menghasilkan 5 ton gabah kering. Setelah panen pertama, Suwela pulang kampung. Orang Pupuan heran melihat Suwela masih hidup. Kabar yang terbetik di Pupuan, kapal rombongan Suwela tenggelam sebelum sampai ke Sulawesi Tenggara. Akan tetapi setelah Suwela bercerita tentang keadaannya sekarang, justru orang kampungnya tertarik. Sebanyak 13 orang tetangganya (44 jiwa), ikut menjadi transmigran spontan. "Sekarang mereka sudah kaya seperti saya," ujar Suwela bangga. Suwela memang sudah bisa dikatakan kaya untuk ukuran transmigran, dan penduduk desa biasa. Berpendidikan sampai SD, Suwela, 40 tahun, memiliki 2 hektar sawah dan 1 hektar kebun yang ditanami buah-buahan dan sayuran. Ayah dari 4 orang anak ini, juga mempunyai peternakan, 75 ekor ayam, dan 14 ekor sapi. Hasil padinya, 32 ton lebih setiap panen. Apalagi dengan hadiah teve, radio sebagai pemenang transmigran teladan. Mungkin ia orang pertama yang punya teve di Lapoa. "Sementara saya akan belajar dulu cara menyetelnya, dan membeli antenenya " kata Suwela. Rencananya tevenya nanti akan dibuatkan gardu di halaman rumahnya agar penduduk bisa menonton. Begitu juga yan dialami pemenang transmigran teladan II, D. Abunawar Baurekso, 32 tahun. Semula orang ini hampir saja Sunuh diri di kampungnya, Ujungmanik, Kecamatan Kawungaten, Kabupaten Cilacap, Ja-Teng. Sebabnya tidak lain, kesulitan hidup. Setelah tamat SMA, Abunawar sudah mencoba melamar pekerjaan di berbagai tempat. Nasibnya tidak beruntung, akhirnya ia menjadi buruh. Akan tetapi dengan gaji Rp 15.000 Abunawar tidak sanggup menghidupi 1 istri dan 2 orang anaknya (sekarang 4 orang). Awal 1976, nasibnya berubah di pemukiman transmigrasi Tajau Pecah, Kal-Sel. Perjuangannya tidak tanggung-tanggung. Tanah dua hektar yang diberikan kepadanya, ia garap bersama istrinya siang malam. Hasilnya dibelikan lagi sawah tadah hujan seluas 2 hektar. Selain itu, ia juga membeli ternak--dan sekarang sudah memiliki 100 ekor ayam dan 13 ekor sapi. "Sekarang saya bukan lagi pohon pisang, tapi sudah menjadi pohon beringin," kata Abunawar dengan bangga. Ia lahir dengan nama Abunawas. (ita-citanya kini, menjadi petani pengusaha. Seperti Suwela ia juga ingin cepat-cepat meninggalkan Jakarta dan pulang ke Tajau Pecah. Lain dari kedua rekannya, Zuhdi Safari, 42 tahun, ikut bertransmigrasi ke Baturaja, Sum-Sel, karena penghasilannya sebagai Kepala SD Negeri di Brebes Ja-Teng, tidak mencukupi. Apalagi di antara 5 orang anaknya sudah ada yang duduk di SMP dan SMA. Akhir 1977, Zuhdi memulai hidup baru bersama keluarganya di Baturaja sebagai transmigran. Dari Adam ke Adam Menjadi transmigran ternyata bukan hal yang enteng. Tiga hari di Baturaja ia hampir mati ditimpa pohon, ketika menebang kayu untuk dibuat papan tempat tidur. Pernah pula hampir dikeroyok monyet. Dan membuka tanah baru bukan hal yang mudah. Tanah bagiannya keras bukan main, bongkahannya seperti batu. "Maklum saja dari Nabi Adam, sampai Adam Malik belum tersentuh tangan," kata Zuhdi berseloroh tcntang tanah yang digarapnya. Hasilnya setengah tahun di sana ia sudah panen jagung, menyusul pula panen padi. Sekarang ia sudah mempunyai ternak ayam 100 ekor, 50 batang pohon cengkih dan 80 batang kelapa. Bersama keluarganya, sekarang ia bisa pulang kdmpung ke Brebes dua kali setahun. Semua itu dihasilkan Zuhdi Safari dengan kerja keras. Pagi sebelum berangkat mengajar ia juga kepala SD di pemukiman transmigran Baturaja--ia sudah mencangkul dan mengurus ternak. Sore dilanjutkan lagi, malahan kalau bulan purnama ia bersama istrinya lembur di sawah. "Habis gelap terbitlah terang," betulah agaknya para transmigran teladan ini. Tetapi semuanya memang harus dimulai dengan keuletan. Sebab cukup banyak pula transmigran yang gagal dan pulang ke tempat asal. Para transmigran teladan ini, baru 3 dari sekian puluh ribu rekan mereka yang lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus