Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perseteruan antara Sultan Hamengkubuwono X atau Sultan HB X dan adik-adiknya masih terlihat. Dalam acara Gerebeg Mulud yang digelar Keraton Yogyakarta untuk merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW pada 30 November dan 1 Desember, tampak Sultan Hamengku Buwono X hadir namun pangeran dari Putra HB IX lainnya tak nampak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Misalnya dalam Upacara Kundur Gangsa atau ritual mengembalikan dua gamelan pusaka, Kanjeng Kyai Gunturmadu dan Kanjeng Kyai Nagawilaga dari Pagongan Masjid Gedhe ke dalam keraton dan ritual Jejak Beteng (menendang tembok beteng) di Masjid Gedhe Kamis petang 30 November 2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hanya Sultan dan para menantu laki-lakinya yang hadir. "Kami memang masih menjauh dari beliau (Sultan HB X)," ujar adik Sultan HB X, Gusti Bendara Pangeran Hario Yudhaningrat ditemui Tempo di sela memimpin prosesi Gerebeg Maulud di Alun Alun Utara 1 Desember 2017.
Yudha menuturkan, ia dan pangeran lain putra-putri HB IX masih menjauh karena menurutnya Sultan HB X belum terbuka hatinya pasca mengeluarkan Sabda Raja tahun 2015 silam. Sabda Raja HB X itu dinilai Yudha dan pangeran lain telah mengingkari paugeran atau tata adat Keraton.
Salah satu isi Sabda Raja yang diprotes para saudara Sultan tak lain penggantian gelar nama dari Hamengku Buwono menjadi Hamengku Bawono. "Sultan di dalam keraton kan masih pakai nama Bawono, ini siapa, Bawono itu bukan raja kami, jadi kami masih menjauh," ujar Yudha. Yudha menambahkan, melalui peringatan Maulud Nabi ini sebenarnya para pangeran lain masih menunggu perubahan sikap Sultan HB X untuk mau kembali menegakkan paugeran keraton.
Dalam hal ini nilai-nilai adat yang dijunjung tinggi di masa Hamengku Buwono I hingga Hamengku Buwono X awal berkuasa. "Semoga Ngarsa Dalem (Sultan) tidak lagi memakai prinsip 'pokoke' (pokoknya) dan mau kembali ke paugeran keraton yang sudah dijalankan sejak masa HB I," ujar Yudhaningrat.
Yudha pun menuturkan, pihaknya dan pangeran lain masih belum setuju dengan berbagai isi Sabda Raja yang dinilai mengubah paugeran keraton. Selain perubahan gelar nama, dalam Sabda Raja itu para pangeran juga menyoroti soal pemberian gelar nama putri sulung Sultan HB X dengan nama gelar lazimnya untuk kelamin laki laki.
Yakni dari Gusti Kanjeng Ratu Pembayun menjadi Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi. Pemberian gelar nama laki laki untuk putri sulung Sultan ini lalu disinyalir para pangeran sebagai jalan Sultan HB X kelak akan mengangkat seorang raja perempuan sebagai penggantinya karena Sultan HB X tak memiliki anak laki laki.