Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Erupsi Freatik Intens, Gunung Merapi Bangun dari Tidur Panjang?

BPPTKG Yogyakarta makin intens melakukan pengawasan aktivitas Gunung Merapi selama 24 jam pasca-rentetan erupsi freatik selama 10 hari terakhir.

21 Mei 2018 | 14.57 WIB

Warga mencari rumput di kawasan lereng Gunung Merapi, Klangon, Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, 12 Mei 2018. Warga lereng Gunung Merapi sempat mengungsi pasca letusan freatik yang terjadi pada Jumat, 11 Mei 2018. ANTARA/Hendra Nurdiyansyah
Perbesar
Warga mencari rumput di kawasan lereng Gunung Merapi, Klangon, Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, 12 Mei 2018. Warga lereng Gunung Merapi sempat mengungsi pasca letusan freatik yang terjadi pada Jumat, 11 Mei 2018. ANTARA/Hendra Nurdiyansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta makin intens melakukan pengawasan aktivitas Gunung Merapi selama 24 jam pasca-rentetan erupsi freatik selama 10 hari terakhir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam selang 10 hari, yaitu pada 11-21 Mei 2018, setidaknya telah terjadi tiga kali letusan freatik atau uap air dari Merapi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Lantas apakah tingginya frekuensi erupsi freatik ini sebagai penanda Merapi sudah bangun dari tidur panjangnya? Gunung Merapi terakhir meletus pada 2010, yang mengakibatkan setidaknya 353 orang tewas.

Kepala BPPTKG Yogyakarta Hanik Humaida menuturkan, menilik sejarah Merapi, pasca-erupsi magmatik besar yang terjadi pada 1872 dan 1930, gunung itu memang berulang kali mengalami erupsi freatik.

Hanik mengatakan, dari sejarah letusan Merapi itu, jika sudah terjadi erupsi freatik, selanjutnya terjadi erupsi magmatik, yang dampaknya lebih membahayakan.

“Jadi, setelah erupsi freatik, freatik, freatik, maka akan tumbuh kubah lava kembali,” ujarnya.

Sedangkan melihat dari aspek jeda waktu letusan Merapi, ujar Hanik, memang ada dua teori yang dapat menjadi acuan. Apakah erupsi freatik itu sebagai sinyal Merapi akan meletus secara magmatik atau hanya fenomena Merapi biasa?

Hanik menuturkan, dari catatan sejarah 115 kejadian erupsi freatik gunung berapi di dunia, sebesar 62 persen letusan freatik itu mempunyai tanda-tanda atau sinyal yang bisa diprediksi. Sedangkan 16 persen kasus tak memberikan tanda-tanda apa pun, dan sisanya masih sedikit memberikan sinyal.

“Jadi, ketika di Merapi ini, erupsi freatiknya ada yang memberi sinyal lebih dulu (akar erupsi) dan ada kasus yang tidak memberi sinyal, itu merupakan hal wajar,” ujarnya.

Yang jelas, ujar Hanik, setelah total sembilan kali Merapi mengalami erupsi freatik sejak letusan besar pada 2010, saat ini BPPTKG belum menemukan tanda ke arah erupsi magmatik.

Dari tanda-tanda seismik dan deformasinya saat ini, Merapi belum memperlihatkan sedikit pun aktivitas magmatik.

Hanik mengatakan sebenarnya yang menjadi salah satu acuan atau deteksi dini untuk memantau aktivitas Gunung Merapi adalah kondisi suhunya. Namun, nyatanya, dalam erupsi freatik kali ini, suhu tak bisa membantu banyak antisipasi dini karena kenaikannya terjadi sangat mendadak.

Juli Hantoro

Juli Hantoro

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus