ANGKATAN 66 mendapat tantangan baru. Ketika memperingati 26 tahun Tritura, Jumat pekan lalu, mereka diajak memperhatikan bahwa sebagian rakyat Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan. "Bangsa Indonesia tak boleh berpuas diri dengan kemajuan pembangunan yang dialami selama ini," kata Wapres Sudharmono di tengah tokoh-tokoh Tritura pada acara peringatan itu. Tampaknya sejalan dengan pesan Sudharmono. Sehari kemudian, para tokoh Angkatan 66, yang tergabung dalam Yayasan Pemuda Pembaharuan Indonesia (YPPI) dan Laskar Ampera Arief Rachman Hakim, menyelenggarakan seminar. Topiknya: "Evaluasi 26 tahun Perjalanan Kehidupan Politik dan Ekonomi Orde Baru". Pembicara untuk bidang ekonomi adalah Dirjen Pajak Mar'ie Muhammad dengan pembahas Sjahrir, Anwar Nasution, Sofyan Wanandi. Entah karena kebetulan lagi hangat membicarakan pajak, evaluasi pelaksanaan Tritura itu pun lebih banyak menyoroti soal pajak. Yang mereka perbincangkan adalah penyebab rendahnya kesadaran membayar pajak. Menurut Sjahrir dan Anwar Nasution, hal ini terjadi karena masih banyaknya nilai dalam mekanisme ekonomi politik yang belum dilembagakan. Bila pelembagaan nilai tak dilakukan, transformasi masyarakat agraris menjadi masyarakat industri tak akan lancar dan benar. Sekarang ini, dalam pandangan masyarakat Indonesia, pajak masih dikesankan sebagai alat penindasan. Maka, perlu ada pelembagaan nilai agar tugas Dirjen Pajak Mar'ie Muhammad, yang dinilai banyak pihak sebagai mission impossible, dapat terjadi. Caranya, Pemerintah harus bersedia melembagakan penegakan hukum dalam pembayaran pajak sambil menanamkan nilai kesadaran bahwa membayar pajak berarti membantu kepentingan pembayar pajak sendiri. "Agar pelembagaan kewajiban membayar pajak bisa berjalan baik, berilah konpensasi yang memadai," ujar Anwar. Konpensasi itu, misalnya, dengan memberi tiap warga negara hak politik atau peluang yang sama untuk masuk di semua bidang usaha. Kini, hal tersebut tak terjadi. Ini terbukti dengan adanya monopoli, misalnya saja, tepung terigu. Juga ada lagi pihak yang dibebaskan dari kewajiban membayar pajak. Selanjutnya, kata Anwar, kondisi itu juga mendorong terjadinya konglomerat. Tercipta suatu konsentrasi pemilikan perusahan pada 40 konglomerat dan 19 perusahaan manufaktur yang menyebabkan penguasaan rente ekonomi hanya dinikmati oleh mereka itu. Kejadian-kejadian seperti ini, menurut kedua pakar ekonomi itu, bisa menyebabkan "kemencengan" pemerataan, yang bisa mengancam integrasi bangsa. Acara peringatan ulang tahun Tritura ke26 di Hotel Kartika Plaza tampak meriah. Seusai acara, Wapres sempat bersenda-gurau dengan para eksponen Angkatan 66: Cosmas Batubara, Akbar Tandjung, Sofyan Wanandi, Kemal Idris, dan lain-lain. Beda dengan peringatan empat tahun lalu yang ditandai dengan walk outnya pimpinan 31 ormas pemuda dan mahasiswa ketika acara sedang berlangsung. Mereka ini protes ketika dibacakan sebuah "Deklarasi 88" yang salah satu butirnya berisi pembentukan Badan Penggerak Jiwa dan Semangat 66. Badan ini dinilai akan menyaingi KNPI, tempat berteduh seluruh ormas pemuda. Acara kali ini juga berbeda dengan peringatan sepuluh tahun lalu, ketika mereka membuat pernyataan kebulatan tekad mendukung pemilihan kembali Presiden Soeharto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini