PAGI 20 Oktober lalu, Golongan Karya berusia 12 tahun. Kalau
anak "baru keluar dari sekolah dasar", kata Amir Murtono SH,
Ketua DPP Golkar. Meskipun, itu disebut oleh Amir Murtono
sebagai awal dari "bangkit kembali dan mengatur dirinya serta
berperan sebagai kekuatan sosial politik". Sebab, kata Amir
pula, "sebenarnya umur golongan karya sama dengan umur
kemerdekaan". Hanya peranan itu disebutnya sebagai surut dan
bahkan hampir tenggelam dalam sistim pemerintahan yang sama
sekali bertentangan dengan UUD 45. Padahal, "eksistensi Golkar
manunggal ajur-ajer (bersatu sampai luluh) dengan UUD 45",
katanya lagi.
Pernyataan Politik
Yang lebih menarik, barangkali 2 acara yang mendahului pesta
ulang tahun itu. Yakni, rapat pimpinan paripurna ke III selama 2
hari sejak 15 Oktober yang kemudian dilanjutkan dengan raker
Bapilu ke II. Yang dibahas di kedua acara itu adalah menegaskan
peranan Golkar sebagai wadah kekuatan gerak dan kreativitas.
Sebab, mengutip pidato Presiden IG Agustus lalu di depan sidang
DPR, Amir Murtono menyebut Pemilu "boleh saja menjadi
pertarungan besar antara gagasan-gagasan dan rencana-rencana
dalam membangun bangsa". Maka, buat mempersiapkan bahan untuk
bertarung, rapim ke III di Surabaya ini menelorkan deklarasi
pembangunan.
Lalu Amir Murtono menyebut pernyataan politik Golkar yang
merupakan inti dari deklarasi itu. Kepada pers seusai resepsi
Amir Murtono menyebut pernyataan politik itu memang baru
pokok-pokok pikiran. "Waktu yang sempit tak mungkin mengkover
masalah secara kedalaman", kilahnya sembari mengangkat
pantatnya sedikit.
Sekurang-kurangnya pernyataan politik yang setebal 7 halaman itu
mengandung 17 pokok pikiran. Yakni di antaranya yang menonjol:
soal penghapusan SPP, peningkatan gaji pegawai plus
penyempurnaan sistimnya, pengaturan jenis industri dan
kebijaksanaan impor, perbaikan nasib golongan ekonomi lemah,
birokrasi dan korupsi serta komersialisasi jabatan.
Amir Murtono mengakui ada sesuatu yang tak betul seperti
diungkapkan: birokrasi yang berlebih-lebihan, manipulasi dan
korupsi adalah faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan dan
gairah pembangunan" Tapi adakah itu termasuk komersialisasi
jabatan? Ia tak menjawab langsung, sebab "sulit mencari
rumusnya". Kalau definisinya tak jelas, "unsur yang mau
ditanggulangi tak pasti", katanya, "saya kuatir jadi tuduh
menuduh". Sementara itu sistim kontrol di Indonesia adalah
"sesuatu hal yang masing-masing merasa segan", tukasnya sembari
tertawa kecil.
Amir Murtono tak mengelak, kalau Rapim, Raker dan HUT ini
disebut sebagai "mempersiapkan diri menjelang Pemilu". Adakah
Golkar yakin bakal menang? "Menang atau kalah terserah pemilih",
katanya. Tapi, tarjet minimalnya adalah mempertahankan hasil
pemilu 1971. Ini, "bagi kami sudab berat", katanya. Lantaran
"meraih kemenangan lebih gampang daripada mempertahankannya".
Mungkin Golkar memang ingin menambah beberapa kursi lagi. Tapi,
"kami tak pernah over maupun under estimate", kata Amir Murtono,
"cuma antusias saja".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini