Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Forak Tak Lagi Bersorak

25 September 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perburuan itu dimulai pada pekan lalu. Yang memburu, polisi. Yang disasar, Raden Panji Utomo, Direktur Yayasan Forum Komunikasi Antar-Barak (Forak) Nanggroe Aceh Darussalam. Juru bicara Polda Aceh, Komisaris Besar Jodi Heriadi, memastikan Panji dicari karena memimpin massa dalam unjuk rasa yang berakhir rusuh, Rabu pekan lalu. Peristiwa itu terjadi di halaman kantor Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias. ”Dia sudah kami masukkan dalam daftar pencarian orang,” kata Jodi, sehari kemudian.

Mendengar pernyataan polisi, pengurus Forak kebingungan. Tadinya mereka menyangka Panji ditangkap polisi saat kerusuhan itu. ”Kami datangi kantor-kantor polisi, ternyata Pak Panji tidak ada,” kata Jon Efendi, koordinator pengungsi barak di Sibreh, Aceh Besar. Sore harinya, Panji menghubungi telepon genggam seorang pengurus Forak. Dia mengabarkan kondisinya sehat dan tengah berada di sebuah persembunyian—entah di mana.

Panji adalah seorang dokter asal Cirebon, Jawa Barat. Dia menjadi relawan bagi korban tsunami Aceh di barak Sibreh. Sang dokter kemudian menggagas pendirian yayasan Forak untuk membantu pengungsi mendata kebutuhan pokok, kesehatan, hingga modal usaha. ”Kami berusaha mengkoordinasikan kebutuhan pengungsi dengan para donor, termasuk BRR,” kata Jon, yang juga menjabat Ketua Bidang Perekonomian di Forak.

Pendirian Forak dicatatkan dalam akta notaris, Juni 2005. Azwar Abubakar mantan pejabat Gubernur Aceh, dan Anis Asmara Kepala Dinas Sosial Aceh, didaulat sebagai pembina. Mereka mengaku memiliki perwakilan di 112 barak dengan anggota 88.400 kepala keluarga di seluruh Aceh.

Klaim Forak terhadap 80 persen pengungsi di Aceh itu ditampik Ikatan Pengungsi Korban Tsunami Sentral (IPKTs). Anis Karim, Koordinator IPKTs, mengatakan Forak memakai cara-cara paksaan dalam mengajak pengungsi. Anis menyodorkan contoh. Kamis dua pekan lalu, dia memberi pelatihan Monitoring Pengawasan Perumahan dan Relokasi se-Aceh Barat, di barak Alue Penjareng. Di tengah pertemuan, koordinator barak Alue Penjareng menghubungi Panji melalui telepon genggam.

Dari ujung telepon, terdengar suara Panji mengatakan BRR harus pergi dari Aceh. Dan tidak boleh ada lembaga swadaya masyarakat lain kecuali Forak di Aceh Barat, termasuk IPKTs. Jika IPKTs masih berhubungan dengan BRR, kata Panji, Forak akan memboikot bantuan untuk korban tsunami Aceh Barat. ”Jangan salahkan Forak jika tidak ada bantuan,” demikian ancamannya dari seberang telepon.

Telepon genggam itu dilekatkan pada pengeras suara, sehingga semua yang hadir dalam pertemuan itu jelas-jelas mendengar gertakan Panji. Anis kemudian mengirimkan kronologi kejadian itu melalui faksimile ke kantor BRR. Pengakuan Anis dibenarkan 23 koordinator barak di Aceh Barat.

Juru bicara Forak, Yusuf, membenarkan kejadian itu. Menurut dia, Panji mengeluarkan pernyataan itu karena hingga kini tidak satu pun lembaga yang benar-benar peduli dengan nasib pengungsi—termasuk BRR. Jadi, kata Yusuf: ”Tidak boleh lagi ada yang mengaku mewakili pengungsi selain Forak.”

Agung Rulianto, Maimun Saleh (Banda Aceh)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus