WALIKOTA Madya Surakarta, Soekatmo Prawirohadisoebroto, malam
itu buru-buru memacu mobilnya ke sebuah tanggul tak jauh dari
Kampung Warungmiri di pinggir timur Kota Sala. Di sana, Minggu
malam 1 Februari lalu sudah nampak pula beberapa pejabat lain,
di tengah ribuan penduduk yang siap mengungsi.
Sehari sebelumnya tersiar berita burung tentang jebolnya waduk
raksasa "Gajah Mungkur", 2 km di selatan ibukota Kabupaten
Wonogiri (Ja-Teng). Penduduk panik, terutama yang tinggal di
tepi Bengawan Sala. Ada yang siap mengungsi. Sebab jika waduk
itu jebol, akan sama artinya dengan banjir bandang lantaran
meluapnya Bengawan Sala pada 1966 yang menggenangi hampir
separuh kota. Tapi ketika Walikota Soekatmo bersama pejabat
lainnya sampai di lokasi ternyata waduk itu masih utuh.
Tiga hari sebelumnya, Kamis 29 Januari, Gubernur Ja-Teng
Soepardjo Roestam juga tergopoh-gopoh terbang dengan helikopter
ke Wonogiri. Sebelumnya ia menerima laporan tertulis dari Bupati
Wonogiri, R. Soediharto karena pengaduan warganya yang sebagian
desa mereka tergenang air.
Menurut laporan bupati, debit air di waduk mencapai 131,5 m
karena pintu pelimpah ditutup. Air melimpah, hingga jalan
Eromoko -- Baturetno sepanjang 300 meter tergenang air setinggi
1« meter. Akibatnya lalu lintas Wonogiri-Baturetno macet.
Tercecer
Jarak Wonogiri - Baturetno yang semula 18 km menjadi 66 km,
karena orang harus lewat jalan panjang melingkari waduk, melalui
Giriwoyo - Giritontro - Pracimantoro - Eromoko - Wuryantoro.
"Jalan melingkar itu terpaksa dilalui, karena PBS (Proyek
Bengawan Sala) belum sanggup menyelesaikan pemindahan jalan
bebas genangan dari Wonogiri - Ngadirojo - Tirtomoyo -
Baturetno," ujar Bupati Soediharto.
Ada bagian yang dramatis dari laporan bupati: jika ketinggian
air di waduk mencapai 135,5 meter, air akan melimpah dengan
debit 200 meter kubik per detik -- suatu tekanan yang sama
kuatnya dengan banjir 60 tahunan.
Tapi yang lebih-lebih membikin penduduk panik -- dan menyudutkan
pihak PBS -- ialah tergenangnya beberapa desa di sekitar waduk
yang dulu diperkirakan justru bebas genangan. Di Kelurahan
Gebang, Kecamatan Nguntoronadi, misalnya, yang seharusnya hanya
tenggelam 10% kini sudah 30% wilayahnya terendam.
Pihak PBS sendiri mengakui ada beberapa kawasan yang terluput
dari pengukuran. "Terus terang memang ada kawasan yang tercecer.
Selain medannya sulit, para petugas hanya menggunakan teropong
dan penunjuk ketinggian," kata Kepala Bidang Pelaksana PBS, Ir.
Sriyono Mitrosutarno. Tanah pinggiran waduk memang
berkelok-kelok, sedang desa-desa itu terletak di celah-celah
bukit.
Ada 5 desa yang tercecer, yang menurut perhitungan bebas
genangan tapi kini tergenang lebih dari 1 meter. Yaitu Eromoko
(Kecamatan Eromoko), Gedong (Ngadirejo), Genuk (Wuryantoro),
Sendangharjo dan Saradan (Baturetno). Ini berarti, waduk raksasa
yang membutuhkan wilayah genangan seluas 45 desa, ternyata masih
harus menelan 5 desa lagi.
Sampai akhir pekan lalu air yang sempat masuk ke rumah penduduk
sudah mulai menyusut. Tapi pekarangan dan jalan-jalan desa masih
tergenang. Penduduk akan ditransmigrasikan.
Sriyono membantah bahwa luapan air itu karena pintu pelimpah
ditutup. Tapi, katanya, semata-mata karena debit air yang masuk
ke daerah genangan jauh lebih besar. Air itu lantas masuk ke
pintu pelimpah. Dan justru 4 pintu pelimpah dibuka, hingga
ketinggian permukaan air di Bengawan Sala bertambah. "Apalagi
hujan sangat besar," tambah Sriyono.
Sesuai rencana semula, bendungan yang dibangun 1976 ini selesai
pada awal musim penghujan tahun ini. Sekarang tinggal tahap
penyempurnaan, termasuk membikin bangunan PLTA yang kini sudah
rampung 45%. Tahun depan diharapkan waduk ini bisa diresmikan
Presiden Soeharto.
Panjang waduk yang 1,4 km, mampu menampung air 750 juta meter
kubik. Bangunannya 3 lapis: lapisan inti dari lempung, pasir dan
koral lapisan transisi dari pasir, koral dan batu kerikil
kemudian lapisan batu. Dengan bangunan kekar itu, Sriyono
menjamin waduk tak kan jebol, "sebab dirancang tahan banjir
untuk 10.000 tahun."
Membutuhkan luas genangan hampir 9.000 ha, waduk ini mampu
mengairi sawah 24.000 ha di hampir lima kabupaten yang ada di
eks Karesidenan Surakarta. Selain itu juga mampu memancarkan
listrik dengan kapasitas 12,4 mega watt.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini