Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Gajah Mungkur Salah Ukur

Berita burung tentang jebolnya waduk gajah mungkur, wonogiri, waduk raksasa yang membutuhkan genangan seluas 9.000 ha (45 desa) ternyata masih harus menelan 5 desa lagi.

14 Februari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WALIKOTA Madya Surakarta, Soekatmo Prawirohadisoebroto, malam itu buru-buru memacu mobilnya ke sebuah tanggul tak jauh dari Kampung Warungmiri di pinggir timur Kota Sala. Di sana, Minggu malam 1 Februari lalu sudah nampak pula beberapa pejabat lain, di tengah ribuan penduduk yang siap mengungsi. Sehari sebelumnya tersiar berita burung tentang jebolnya waduk raksasa "Gajah Mungkur", 2 km di selatan ibukota Kabupaten Wonogiri (Ja-Teng). Penduduk panik, terutama yang tinggal di tepi Bengawan Sala. Ada yang siap mengungsi. Sebab jika waduk itu jebol, akan sama artinya dengan banjir bandang lantaran meluapnya Bengawan Sala pada 1966 yang menggenangi hampir separuh kota. Tapi ketika Walikota Soekatmo bersama pejabat lainnya sampai di lokasi ternyata waduk itu masih utuh. Tiga hari sebelumnya, Kamis 29 Januari, Gubernur Ja-Teng Soepardjo Roestam juga tergopoh-gopoh terbang dengan helikopter ke Wonogiri. Sebelumnya ia menerima laporan tertulis dari Bupati Wonogiri, R. Soediharto karena pengaduan warganya yang sebagian desa mereka tergenang air. Menurut laporan bupati, debit air di waduk mencapai 131,5 m karena pintu pelimpah ditutup. Air melimpah, hingga jalan Eromoko -- Baturetno sepanjang 300 meter tergenang air setinggi 1« meter. Akibatnya lalu lintas Wonogiri-Baturetno macet. Tercecer Jarak Wonogiri - Baturetno yang semula 18 km menjadi 66 km, karena orang harus lewat jalan panjang melingkari waduk, melalui Giriwoyo - Giritontro - Pracimantoro - Eromoko - Wuryantoro. "Jalan melingkar itu terpaksa dilalui, karena PBS (Proyek Bengawan Sala) belum sanggup menyelesaikan pemindahan jalan bebas genangan dari Wonogiri - Ngadirojo - Tirtomoyo - Baturetno," ujar Bupati Soediharto. Ada bagian yang dramatis dari laporan bupati: jika ketinggian air di waduk mencapai 135,5 meter, air akan melimpah dengan debit 200 meter kubik per detik -- suatu tekanan yang sama kuatnya dengan banjir 60 tahunan. Tapi yang lebih-lebih membikin penduduk panik -- dan menyudutkan pihak PBS -- ialah tergenangnya beberapa desa di sekitar waduk yang dulu diperkirakan justru bebas genangan. Di Kelurahan Gebang, Kecamatan Nguntoronadi, misalnya, yang seharusnya hanya tenggelam 10% kini sudah 30% wilayahnya terendam. Pihak PBS sendiri mengakui ada beberapa kawasan yang terluput dari pengukuran. "Terus terang memang ada kawasan yang tercecer. Selain medannya sulit, para petugas hanya menggunakan teropong dan penunjuk ketinggian," kata Kepala Bidang Pelaksana PBS, Ir. Sriyono Mitrosutarno. Tanah pinggiran waduk memang berkelok-kelok, sedang desa-desa itu terletak di celah-celah bukit. Ada 5 desa yang tercecer, yang menurut perhitungan bebas genangan tapi kini tergenang lebih dari 1 meter. Yaitu Eromoko (Kecamatan Eromoko), Gedong (Ngadirejo), Genuk (Wuryantoro), Sendangharjo dan Saradan (Baturetno). Ini berarti, waduk raksasa yang membutuhkan wilayah genangan seluas 45 desa, ternyata masih harus menelan 5 desa lagi. Sampai akhir pekan lalu air yang sempat masuk ke rumah penduduk sudah mulai menyusut. Tapi pekarangan dan jalan-jalan desa masih tergenang. Penduduk akan ditransmigrasikan. Sriyono membantah bahwa luapan air itu karena pintu pelimpah ditutup. Tapi, katanya, semata-mata karena debit air yang masuk ke daerah genangan jauh lebih besar. Air itu lantas masuk ke pintu pelimpah. Dan justru 4 pintu pelimpah dibuka, hingga ketinggian permukaan air di Bengawan Sala bertambah. "Apalagi hujan sangat besar," tambah Sriyono. Sesuai rencana semula, bendungan yang dibangun 1976 ini selesai pada awal musim penghujan tahun ini. Sekarang tinggal tahap penyempurnaan, termasuk membikin bangunan PLTA yang kini sudah rampung 45%. Tahun depan diharapkan waduk ini bisa diresmikan Presiden Soeharto. Panjang waduk yang 1,4 km, mampu menampung air 750 juta meter kubik. Bangunannya 3 lapis: lapisan inti dari lempung, pasir dan koral lapisan transisi dari pasir, koral dan batu kerikil kemudian lapisan batu. Dengan bangunan kekar itu, Sriyono menjamin waduk tak kan jebol, "sebab dirancang tahan banjir untuk 10.000 tahun." Membutuhkan luas genangan hampir 9.000 ha, waduk ini mampu mengairi sawah 24.000 ha di hampir lima kabupaten yang ada di eks Karesidenan Surakarta. Selain itu juga mampu memancarkan listrik dengan kapasitas 12,4 mega watt.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus