Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEREMONI pelantikan Wakil Wali Kota Surabaya Wisnu Sakti Buana berlangsung sepi. Hanya dihadiri separuh dari total 50 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kota itu, Wali Kota Tri Rismaharini pun absen. Pejabat pemerintah kota yang datang tak sampai lima orang.
Ruang Sidang Paripurna gedung Dewan didominasi anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Demokrat, dan Partai Damai Sejahtera. Politikus dari Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, dan Partai Golkar tak hadir. Begitu juga sebagian anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.
Dalam pidato pelantikan pada Jumat dua pekan lalu itu, Gubernur Jawa Timur Soekarwo menyindir, "Kalau orang tua bertengkar, anak-anak bisa ikut sakit."
Politikus PAN, Sudirjo, mengatakan fraksinya tak menghadiri pelantikan karena pemilihan Wisnu menyalahi prosedur. "Kalau kami datang berarti ikut merestui," kata mantan Sekretaris Panitia Pemilihan Wakil Wali Kota Surabaya ini.
Risma pun dituding memboikot. Politikus PDS bekas anggota Panitia Pemilihan, Simon Lekatompessy, menilai Risma tak hadir karena tak suka kepada Wisnu.
Risma "menghilang" sejak hari pelantikan. Dia juga tak ngantor sejak itu. "Wisnu belum bisa bertemu sampai sekarang," ujar Wakil Sekretaris PDIP Surabaya Adi Sutarwijono, Kamis pekan lalu. "Maunya sesegera mungkin bertemu, tapi saya masih sakit," kata Risma, yang mengaku terserang radang tenggorokan, pada hari yang sama di Pondok Sosial Kalijudan.
Kursi wakil wali kota kosong setelah Bambang Dwi Hartono mengundurkan diri untuk menjadi calon Gubernur Jawa Timur, Juni tahun lalu. Sebulan berikutnya, Dewan membentuk Panitia Khusus Wakil Wali Kota Surabaya Sisa Masa Jabatan 2010-2015, yang beranggotakan 12 anggota DPRD. Baru pada Oktober, mereka menyusun Panitia Pemilihan, yang berisi tujuh orang mewakili jumlah fraksi. PDIP, sebagai partai pengusung Risma-Bambang D.H. pada 2010, mengajukan dua calon, yaitu Saifudin Zuhri dan Wisnu.
Wisnu adalah anak tokoh senior PDIP, Soetjipto Soedjono. Memimpin PDIP Surabaya dan menjadi Wakil Ketua DPRD Surabaya, ia aktif mensponsori angket buat memakzulkan Risma pada Januari 2011. Dari enam fraksi, hanya PKS yang membelanya. Persoalan selesai setelah pengurus pusat PDIP dan Demokrat turun tangan.
Kala itu, Risma yang baru empat bulan menjabat dianggap melanggar undang-undang karena menerbitkan Peraturan Wali Kota Nomor 56 dan 57 Tahun 2010 tentang Kenaikan Pajak Reklame. "Wisnu kan cuma disuruh Bambang D.H.," ucap Ketua PDIP Djarot Saiful Hidayat tentang gerakan politik Wisnu ketika itu, Kamis pekan lalu.
Risma mengaku tak ada masalah pribadi dengan Wisnu, politikus kelahiran 1974. Namun dia tak menjawab tegas tentang kabar santer bahwa ia akan mengundurkan diri akibat tidak dilibatkan dalam pemilihan Surabaya-2 ini. "Nanti ada waktunya saya bicara."
Menurut Sudirjo, gonjang-ganjing bermula ketika rapat Badan Musyawarah DPRD memajukan jadwal pemilihan menjadi 6 November 2013, hari yang sama dengan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2014. Padahal, dalam rapat pada 30 Oktober, panitia memutuskan pemilihan baru dilakukan pada 15 November. Panitia diberi informasi tentang perubahan jadwal sehari sebelum pemilihan. Sudirjo juga mempersoalkan Wisnu yang memimpin rapat Badan Musyawarah.
Menurut Wisnu, yang berwenang mengatur jadwal pemilihan memang rapat Badan Musyawarah. "Panitia bertugas menyiapkan teknis pemilihan," katanya Kamis pekan lalu. Sedangkan soal pimpinan rapat, Adi Sutarwijono, bekas anggota Panitia dari PDIP, berdalih bahwa bosnya itu diminta memimpin rapat oleh Ketua DPRD Mochammad Machmud.
Wisnu menuding Golkar, PAN, dan PKS ingin menggagalkan pemilihan. "Padahal pengajuan Wakil Wali Kota Surabaya hak PDIP," ujarnya. Ia menuduh Panitia Pemilihan "dikuasai kubu lawan" dan lambat menyusun anggota sehingga pemilihan molor.
Kubu Wisnu bahkan menganggap lawannya berkongkalikong dengan Balai Kota untuk mengulur waktu agar hingga Februari 2014 belum ada wakil wali kota. Cara ini ditempuh supaya Risma melenggang sendiri sampai masa jabatannya habis pada 2015.
Kepala Biro Hukum Provinsi Jawa Timur Himawan Estu Bagiyo membenarkan adanya tenggat memilih wakil wali kota. "Tenggatnya 1 Februari 2014. Januari batas terakhir," ucapnya. Ia menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kalau sampai bulan ke-19 menjelang berakhirnya masa kerja belum ditentukan wakil wali kota, tak diperlukan pejabat wakil wali kota.
Sekretaris Kota Surabaya Hendro Gunawan membantah jika pihaknya disebut mengganjal Wisnu. "Bagaimana caranya? Wakil wali kota memang jatah PDIP," katanya.
Pemilihan baru bisa digelar pada 8 November. Sidang paripurna pada 6 dan 7 November yang dipimpin Wisnu ditunda karena pesertanya tak mencapai kuorum. Menurut Tata Tertib DPRD, sidang paripurna mesti dihadiri tiga perempat dari total anggota. Politikus PKS, PAN, dan Golkar, yang totalnya 15 orang, membolos. "Kami boikot karena ada pemaksaan tanggal tadi," ujar Sudirjo.
PDIP kelimpungan. Bahkan Ketua Golkar Jawa Timur Zainuddin Amali tak bisa membantu. Akhirnya, menurut Adi, PDIP, Demokrat, dan PDS mengadu kepada Gubernur Soekarwo. Turunlah surat gubernur pada 8 November sore. Isinya, syarat kuorum cukup 50 persen plus 1 sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Tata Tertib DPRD diabaikan karena lebih rendah derajatnya.
Sekitar pukul 18.10, pemilihan digelar dengan 32 orang. Sepuluh menit kemudian, Wisnu terpilih secara aklamasi. Sudirjo mengkritik pemilihan yang dipimpin Wisnu. "Seharusnya pemilihan diserahkan kepada Panitia," katanya. Soekarwo juga dituding ikut bermain karena sebelumnya menyetujui kuorum mengacu pada Tata Tertib DPRD.
Lawan Wisnu bergerak. Politikus Golkar yang juga bekas Ketua Panitia, Eddie Budi Prabowo, mengadukan dugaan pelanggaran prosedur kepada Menteri Dalam Negeri via surat tertanggal 18 November 2013 dan 17 Januari 2014.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengaku belum menerima surat dari Eddie. "Saya baru tahu dari wartawan," ucapnya kepada Tika Primandari dari Tempo, Rabu pekan lalu.
Djarot menilai tak ada masalah antara Risma dan Wisnu. Risma juga sudah diajak bicara tentang calon pendampingnya. Dia pun tak pernah secara eksplisit menolak Wisnu. "Kalau implisit, saya enggak tahu," ujarnya. Sejumlah orang dekat Risma memastikan bos mereka tak pernah diajak berembuk tentang calon wakilnya.
Menurut Djarot, Wisnu sudah berjanji belajar kepada Risma dan tak akan menelikungnya di tengah jalan. Djarot justru melihat kegaduhan ini karena partai-partai lain ingin mengambil keuntungan menjelang Pemilihan Umum 2014. Ia memastikan partainya tak akan meninggalkan Risma, yang telah dipoles dan didukung sehingga bisa memimpin Surabaya. "Kecuali dia meninggalkan kami," katanya.
Jobpie Sugiharto, Agus Supriyanto, Edwin Fajerial, Dewi Suci Rahayu (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo