Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Kampus Bergerak Selamatkan Demokrasi

Berita sepekan, dari gerakan kampus menyelamatkan demokrasi hingga Eddy Hiariej bakal jadi tersangka lagi di KPK.

4 Februari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kampus Bergerak Selamatkan Demokrasi

SEJUMLAH kampus mulai menyuarakan kritik dan keresahan terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo di tengah kontestasi Pemilihan Umum atau Pemilu 2024. Gerakan ini bermula dari Petisi Bulaksumur yang dideklarasikan oleh sejumlah guru besar, mahasiswa, hingga alumnus Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada Rabu, 31 Januari 2024.

Langkah ini diikuti oleh civitas academica Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, yang membuat gerakan serupa dan dipimpin langsung oleh Rektor Fathul Wahid. Hanya berselang sehari, giliran Universitas Indonesia menyampaikan “Seruan Kebangsaan”. Begitu pula Universitas Hasanuddin, Makassar.

Mereka menyoroti pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi, keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum dalam proses demokrasi, serta pernyataan Jokowi tentang presiden dan menteri boleh berkampanye dalam Pemilu 2024. “Itu merupakan wujud penyimpangan dan ketidakpedulian demokrasi,” kata guru besar psikologi UGM, Koentjoro.

Mereka juga mendesak Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Perwakilan Rakyat mengambil sikap dan langkah nyata dalam menyikapi berbagai gejolak politik yang terjadi selama Pemilu 2024. Ketua Dewan Guru Besar Universitas Indonesia Harkristuti Harkrisnowo mengatakan para guru besar sepakat setiap kampus harus memutuskan langkah, baik individual maupun kelompok, untuk bisa menjalankan dan menjamin pemilu ke depan sesuai dengan keinginan rakyat Indonesia.

“Kita sudah lama membangun demokrasi, kita tidak mau pada 2024 demokrasi dirusak oleh perbuatan yang tidak sesuai dengan etika bernegara,” ujar Harkristuti.

Jokowi tidak mempermasalahkan kritik tersebut dan mengatakan itu merupakan hak demokrasi setiap orang. “Setiap orang boleh berbicara. Berpendapat, silakan,” ucap Jokowi, Jumat, 2 Februari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


Eddy Hiariej Berpotensi Jadi Tersangka Lagi

Edward Omar Sharief Hiariej, memenuhi panggilan penyidik KPK, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 4 Desember 2023. Tempo/Imam Sukamto  

PENGADILAN Negeri Jakarta Selatan pada Selasa, 30 Januari 2024, mengabulkan gugatan praperadilan bekas Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Edward Omar Hiariej, atas penetapannya sebagai tersangka. Hakim praperadilan Estiono menilai KPK kekurangan alat bukti dalam penetapan Eddy Hiariej—panggilan Edward—sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi sebesar Rp 8 miliar.

KPK masih mungkin menetapkan kembali Eddy sebagai tersangka. KPK menunggu risalah putusan itu untuk menentukan langkah selanjutnya. Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebutkan obyek sidang praperadilan hanya menyangkut sisi syarat formil, sehingga tidak menyangkut substansi atau materi pokok perkara. “Dalam penetapan seseorang menjadi tersangka, KPK telah berdasarkan setidaknya dua alat bukti dan ini telah kami patuhi,” ujar Ali.


Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Turun

Mahasiswa BEM Universitas Padjadjaran berdemonstrasi menuntut pembersihan KPK, di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Juli 2023. Tempo/Prima mulia

TRANSPARENCY International Indonesia menyebutkan peringkat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun lalu merosot dari 110 menjadi 115 dari 180 negara. Indonesia meraih skor 34, seperti pada 2022. “Demokrasi berjalan mundur secara cepat dan serentak dengan rendahnya pemberantasan korupsi dan perlindungan HAM,” ujar Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Danang Widoyoko, Selasa, 30 Januari 2024.

Salah satu penyebab peringkat IPK Indonesia turun adalah pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi yang terus berjalan sejak 2019, buntut revisi Undang-Undang KPK. Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan pemberantasan korupsi tak cukup dilakukan dengan cara biasa. “Butuh komitmen konkret dan dukungan penuh dari semua elemen,” katanya.


Keluarga Korban Hilang Ajukan Petisi

Pegiat pelanggar HAM berat melakukan aksi kamisan yang ke-804 di seberang Istana Merdeka, Jakarta, 1 Februari 2024. Tempo/Febri Angga Palguna

IKATAN Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) mengirim petisi ke Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC) untuk mengusut kasus penghilangan paksa dan penculikan aktivis 1997-1998 pada 30 dan 31 Januari 2024. Mereka menilai pemerintah tak berniat dan tak serius mengusut kasus tersebut.

Petisi juga merespons serangan buzzer atau pendengung terhadap peringatan 17 tahun Aksi Kamisan yang menyatakan unjuk rasa itu hanya muncul setiap tahun pemilihan umum. “Kami besarkan saja sekalian kasus ini ke ICC,” ucap Sekretaris Umum IKOHI Zaenal Muttaqin, Kamis, 1 Februari 2024. 

Petisi berjudul “Prabowo Subianto–Call for Crimes Against Humanity Investigation” dikirim lewat portal elektronik dan surat fisik ke kantor perwakilan ICC di New York, Amerika Serikat. IKOHI juga menyerahkan petisi itu ke kantor pusat ICC di Den Haag, Belanda.


Mobilisasi Guru untuk Prabowo-Gibran

BADAN Pengawas Pemilihan Umum Kota Medan memutuskan enam pejabat Dinas Pendidikan Medan dan pengurus Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) melanggar prinsip netralitas aparatur sipil negara (ASN). Mereka menyatakan dukungan dan merencanakan mobilisasi dukungan guru untuk Prabowo-Gibran dalam pertemuan yang mengatasnamakan PGRI pada 12 Januari 2024.

“Mereka melanggar aturan tentang netralitas ASN,” kata komisioner Bawaslu Medan, Fachril Syahputra, Selasa, 30 Januari 2024. Pelanggaran mereka juga dilaporkan ke Komisi ASN.

Keenam orang itu antara lain Kepala Bidang Sekolah Menengah Pertama Dinas Pendidikan Medan Andy Yudhistira; Ketua PGRI Medan dan pengawas sekolah dasar Dinas Pendidikan, Sriyanta; Wakil Ketua PGRI Medan Ermansyah Lubis; serta dua ketua cabang, Tuntungan Nardi Pasaribu dan Petisah Lambok Tamba. Ermansyah, Nardi, dan Lambok juga menjabat kepala sekolah.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus