Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Gerindra Evaluasi Penyebab Turunnya Partisipasi Pemilih di Pilkada 2024

Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan masih mengkaji penyebab turunnya partisipasi pemilih di pilkada 2024.

28 November 2024 | 14.45 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, mengakui terjadi penurunan partisipasi pemilih di Pilkada Jakarta 2024. Dia mengatakan masih mengkaji penyebab turunnya partisipasi pemilih tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kami sedang evaluasi tentang partisipasi pemilih, terutama di Jakarta yang mengalami penurunan,” kata Dasco di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 28 November 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan survei Charta Politika, Pilkada Jakarta hanya diikuti oleh 58 persen daftar pemilih tetap. Artinya ada 42 persen pemilih yang tidak menggunakan hak suaranya atau golput di pilkada kali ini.

Angka partisipasi pemilih tersebut menurun dibandingkan Pilkada 2017 yang diikuti oleh 70 persen pemilih. Adapun berdasarkan pemantauan Lembaga Survei Indonesia, tingkat partisipasi pilkada Jakarta mencapai 69,57 persen.

Selain di pilkada Jakarta, Dasco mengatakan penurunan partisipasi pemilih juga terjadi di sejumlah daerah. Dia mengatakan saat ini tim internal Gerindra sedang menyusun di daerah mana saja terjadi penurunan partisipasi pemilih.

Faktor Cuaca

Daco menduga menurunnya partisipasi pemilih di sejumlah daerah disebabkan faktor cuaca. Dia mengatakan kondisi tersebut terjadi di sejumlah provinsi di Pulau Sumatra.

“Di beberapa daerah disebabkan faktor cuaca, hujan lebat dan lain-lain sehingga partisipasi pemilih menurun, seperti di Kepulauan Riau, itu hujan lebat sekali. Tapi kalau di Jakarta kami sedang evaluasi, sedang dikaji,” katanya.

Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan rendahnya partisipasi pemilih disebabkan kegagalan partai dan kandidat mendekatkan diri kepada warga. Menurut dia, hal itu terlihat dari tidak bekerjanya mesin partai meski ada calon yang diusung koalisi besar.

Khoirunnisa pun mengatakan kegagalan itu makin terlihat ketika ada pasangan calon yang meminta endorsement kepada mantan presiden. Selain itu, ujar dia, tidak ada keterikatan ideologi antara partai dengan konstituennya.

“Selama ini para kandidat yang minta dukungan melakuan apa? Mereka tidak percaya diri dengan kampanye yang dilakukan sehingga membutuhkan dukungan dari orang yang dianggap punya power kekuasaan, bahkan dukungan dari seorang mantan presiden,” kata Khoirunnisa.

Khoirunnisa juga menyinggung soal minimnya peran partai politik di tengah masyarakat. Dia mengatakan partai hanya hadir menjelang pemilihan umum saja. "Setelah pemilu selesai, partai melupakan pemilihnya dan siklus ini akan berulang di pemilu selanjutnya," ujarnya.

Lebih lanjut, ujar Khoirunnisa, fenomena itu tergambar dari rendahnya persentase masyarakat yang memiliki keterikatan dengan partai politik. "Indeks keterikatan warga dengan partai di Indonesia sangat rendah yang hanya 12 persen. Hanya ada 12 persen orang Indonesia yang benar-benar merasa terikat dengan partai politik," katanya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus