Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DEWAN Perwakilan Rakyat mengesahkan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) sebagai undang-undang inisiatif Dewan pada Selasa, 5 Desember lalu. Draf peraturan itu akan mencabut status ibu kota negara dari Jakarta dan menabalkan Nusantara sebagai ibu kota yang baru. Namun pembahasan RUU DKJ menjadi kontroversi karena memuat pasal yang mengatur bahwa Gubernur Jakarta mendatang ditunjuk oleh presiden.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. menyebutkan pemerintah dan DPR sudah berdebat mengenai pasal itu karena ingin mempertahankan kekhususan Jakarta setelah tak menjadi ibu kota negara. Salah satunya dengan penunjukan gubernur. “Perlu dikelola secara khusus,” kata Mahfud pada Selasa, 5 Desember lalu.
Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, menjelaskan, Presiden Joko Widodo masih membuka saran terhadap penyusunan RUU DKJ, termasuk mekanisme pemilihan gubernur. Presiden juga menunggu surat dan draf regulasi itu dari DPR. Ari mengklaim Jokowi akan mendengarkan masukan dari masyarakat.
Dekan Fakultas Manajemen Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri Halilul Khairi mengatakan penunjukan Gubernur Jakarta oleh presiden tak logis. Sebab, gubernur mengelola kepentingan rakyat sehingga harus mendapat mandat dari rakyat lewat pemilihan umum. “Daerah otonom itu berhak mengatur dan mengurus diri sendiri,” ujar Halilul, salah satu pakar yang membahas RUU DKJ dengan DPR.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Polemik Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden", "Tragedi Gunung Marapi", "Intimidasi Jurnalis di NTT", "Presiden Jokowi Disomasi", "Kontroversi Dinasti Politik"