Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

prelude

Format Debat Calon Presiden

KPU mengubah format debat. Untuk menguntungkan pasangan Prabowo-Gibran?

10 Desember 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH Mahkamah Konstitusi mengubah ketentuan demi memuluskan Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden, kini Komisi Pemilihan Umum mengubah format debat. Ini juga demi Gibran yang belum punya banyak pengalaman dibanding lawannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tidak seperti debat pemilu sebelumnya, KPU mengubah format dengan mengizinkan calon presiden mendampingi wakilnya di podium. Mereka boleh berdiskusi untuk menjawab pertanyaan. Ketua KPU beralasan hal itu perlu agar para kandidat bisa menunjukkan keakraban. Alasan yang sungguh konyol. Kenapa tidak sekalian keluarganya juga ikut mendampingi agar menunjukkan calon dari keluarga yang harmonis?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yang juga dikhawatirkan, dalam debat tersebut KPU akan menghilangkan atau mengurangi saling sanggah antarcalon sesuai dengan usul tim Prabowo-Gibran. Padahal esensi debat justru adu argumentasi atau saling sanggah. Kalau itu dihilangkan, sudah bukan debat namanya. Yang ada hanyalah acara presentasi dan tanya-jawab. Sebaliknya, debat diharapkan menjadi adu argumentasi yang “agresif” sehingga lebih dapat mengungkapkan kualitas para calon presiden.

Skandal “mahkamah keluarga”, berbagai peristiwa yang mengindikasikan ketidaknetralan aparat TNI/Polri menjelang pemilihan presiden 2024, dan ketidaklaziman perubahan format debat makin menggerus kepercayaan rakyat kepada pemerintah dan lembaga negara. Ditambah lagi dengan pengakuan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi 2015-2019 Agus Rahardjo tentang intervensi Presiden Joko Widodo dalam kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik. Tak mengherankan di media sosial pun banyak yang curiga KPU juga akan membocorkan kisi-kisi atau materi debat kepada Prabowo-Gibran. 

Seharusnya ketentuan debat lebih mengutamakan kepentingan rakyat, bukan kepentingan pasangan calon tertentu. Dengan adanya perubahan format, rakyat dirugikan. Sebab, ketentuan tersebut dapat membuat rakyat tidak mengetahui kualitas sebenarnya calon pemimpin mereka. Bila nanti Prabowo Subianto terpilih, dan jika presiden berhalangan tetap, wakilnya akan menggantikannya. Namun kita telanjur memilih wakil presiden yang sesungguhnya tidak mempunyai kapabilitas. Sungguh runyam negara ini.

Daniel H.T.
Surabaya


Kebohongan Besar

MENURUT Adolf Hitler, kebohongan besar adalah kebohongan yang dipercaya oleh banyak orang. Makin besar kebohongan, makin besar jumlah orang yang percaya. Kebohongan adalah virus yang sangat berbahaya dan sebagian besar masyarakat Indonesia pada saat ini sedang “sakit dan menderita” akibat terkontaminasi virus tersebut. 

Namun, sangat disayangkan, mereka kebanyakan “tidak menyadari” bahwa virus-virus tersebut menjangkiti serta menggerogoti “tubuh” dan makin lama makin tidak bisa dicegah. Sebab, virus tersebut sudah demikian kuat dan menyebar ke seluruh tubuh dengan begitu cepat, seperti penyakit kanker stadium akhir.

Secara kasatmata, kita melihat kebohongan-kebohongan besar yang dipertontonkan selama ini oleh para oknum di lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif tanpa rasa bersalah. Sementara itu, sebagian besar masyarakat kita yang menjadi “korban” kebohongan bisa cepat melupakan dan secara tidak langsung memberi maaf.

Kebohongan-kebohongan besar yang dikemas dengan janji-janji sekarang ini sedang ramai bertebaran di setiap sudut desa dan kota dalam gambar-gambar para calon lembaga legislatif. Ditambah jargon-jargon yang berlebihan dan melukai akal sehat, mereka berharap bisa menyabet kursi legislatif dalam Pemilihan Umum 2024.

Kita semua juga berharap acara debat calon presiden dan calon wakil presiden yang segera digelar tidak sekadar menambah hiruk-pikuk kebohongan-kebohongan besar.

Samesto Nitisastro
Depok, Jawa Barat


Kredibilitas dan Integritas

WAWANCARA Ketua KPK 2015-2019 Agus Rahardjo di Kompas TV memantik perhatian masyarakat. Menurut Koran Tempo, Agus Rahardjo membuka peristiwa ini karena kecewa Indeks Persepsi Korupsi memburuk dari 40 pada 2019 menjadi 34 pada 2022. Agus Rahardjo juga menyatakan rasa kecewanya karena demokrasi telah dirusak. Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana membantah pernyataan Agus. Dia menyatakan Presiden Joko Widodo tak pernah bertemu dengannya. 

Kepercayaan terhadap seseorang mencerminkan kredibilitas orang tersebut. Rentetan peristiwa yang terkait dengan pelemahan KPK oleh revisi undang-undang dan penempatan KPK di bawah eksekutif dapat dijadikan acuan argumentasi kegagalan pemberantasan korupsi. Kejujuran, ketulusan, dan integritas pribadi dinilai oleh masyarakat banyak. Hal ini, antara lain, dapat ditelusuri dari rekam jejak orang yang sedang kita nilai. 

Hadisudjono Sastrosatomo
Jakarta

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Debat Calon Presiden", "Kebohongan Besar", "Kredibilitas dan Integritas"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus