Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Harga Naik, Pamor Turun

Bupati minahasa pamornya turun, karena sk yang dikeluarkan tentang pungutan panen cengkih tahun ini dicabut gubernur. malah pungutan yang sudah jalan disuruh mengembalikan kepada para petani cengkih.

15 September 1973 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUSIM panen cengkeh di Minahasa tahun ini jatuh bulan Juli hingga Oktober nanti. Desa-desa di kawasan itu sekarang sedang sibuk memetik biji cenkeh di perkebunan masing-masing Rame-rame pata cingke itu ternyata bukan hanya mendorong naiknya harga-harga barang (lihat box), tapi juga turunnya pamor Heintje Kaurow. Menjelang panen bupati Minahasa itu menurunkan surat keputusan nomor Ekon. 5/1/10/ 73, "Untuk mengarahkan hasrat para petani cengkeh berpartisipasi dalam lembangunan daerah, perlu dibentuk team buat menampung sebagian hasil panen untuk dimanfaatkan dalam berbagai proyek". Demikian antara lain bunyi instruksi tanggal 12 Juni 1973 itu. Dan berbareng dengan dimulainya panen, DPRD pun buru-buru dirnintakan persetujuannya. Hukum Tua. Reaksi pertama tentu saja datang dari parapetani. Barangkali demikian kerasnya itu reaksi hingga tak urung tembus juga ke telinga HV Worang. Maka gubernur Sulawesi Utara ini pun segera menulis instruksi. "Berdasarkan laporan, ternyata pelaksanaan pemungutan-yang disebut 'partisipasi' dalam pembangunan daerah dari petani cengkeh tak sesuai dengan lapran yang saudara sampaikan", bunyi pokok instruksi nomor Ekdag. 5/1/41/73 itu. Yang dimaksud dengan tak sesuai, rupanya adalah cara-cara paksaan seperti yang terungkap dalam bagian lain dari instruksi tanggal 31 Juli - 1973 itu. Bunyinya: "laporan pengambilan secara paksa sampai 7% dari seluruh hasil cengkeh kering. Malahan pada beberapa desa lebih dari 7%". Jumlah prosentase 7% tampaknya tidak seberapa. Kalau panen tahun ini diperkirakan mencapai 10 ribu ton, maka 7% berarti 700 ton. Dan kalau harga terendah sudah mencapai Rp 1.000 ller kilogram, berarti uang yang terkumpul bisa meliputi Rp 700 juta. Jumlah yang bisa bikin pembangunan Minahasa benar-benar manyala. Jadi kalau tak ada pungutan yang 7%, maka seluruh kekayaan petani Minahasa dari hasil panen cengkeh akan mencalpai jumlah Rp 10 milyard. Ini dihasilkan dari 1.068.753 batang pohon cengkeh yang berbuah. Tahun depan mungkin akan lebih produktif lagi, menginat pohon cengkeh yang tumbuh akan bertambah lagi menjadi 1.973.501 batang. Malang bagi bupati. Rupanya bukan sekedar pungutan saja yang harus dihentikan. Dalam instruksi kedua tanggal 1 Agustus 1973 nomor Ekdag. 5/1/42/1973, gubernur menghendaki agar bupati "segera mengembalikan buah cengkeh yang telah terkumpul kepada petani yang bersangkutan". Agaknya Heintje lupa bahwa dalam hal pungut-memungut, sudah ada ketentuan tersendiri dari pusat. Jelasnya, pungutan-pungutan itu tak boleh menyimpang dari ketentuan yang berlaku. Maka buru-burulah bupati menyebar-luaskan kedua instruksi gubernur ke sehlruh camat dan hukum alias lurah di wilayahnya, dalam sebuah rapat kilat yang khusus diselenggarakan untuk itu. Tanpa Bekas. Lalu bagaimana suara DPRD Minahasa yang terlanjur mendukung SK bupatinya? Jauh sebelumnya konon mereka telah menduga nasib SK itu. "Tapi kami ak bisa berbuat apa-apa", sahut salah seorang wakil rakyat. "Waktu bupati minta dukungan, yah kami mendukung saja. Walaupun dalam hati berkecamuk keinginan untuk mem bicarakannya dalam sidang komisi untuk kemudian diplenokan". Akan dukungan itu, diberikan secara buru-buru pula. Sebab konon Kaurow suka menarik beslit anggota Dewan yang berani mengkritik kebijaksanaannya. Misalnya yang pernah dialami oleh enam anggota, yang kemudian diralat setelah meliwati upaya penjernihan. Tapi menilik kesukaan para petani berboros-boros menghamburkan uang hasil panen hingga mendorong naiknya barang-barang, kebijaksanaan bupati Minahasa Heintje Kaurow itu nampaknya ada juga benarnya. Dan kenaikan hargaharga barang itu niscaya sangat sulit dikendalikan terutama pada saat-saat menjelang puasa, lebaran, natal dan tahun baru. Minimal awal tahun depan diperkirakan harga-harga akan tetap bertahan nun.di puncak sana. Ertahlah, apakah bupati juga sudah memperhitungkannya dari sudut ini. Sebab setelah panen usai, para petani tak punya apa-apa lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus