Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tepat hari ini, Presiden ke-2 RI Soeharto meninggal dunia dalam usia 87 tahun pada Ahad, 27 Januari 2008 pukul 13.10 WIB atau 17 tahun silam. Jenderal besar terakhir itu menghembuskan nafas pungkas setelah sempat dirawat selama 23 hari di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Innalillahi Wainalilahi Rojiun, telah wafat dengan tenang Bapak Haji Muhammad Soeharto pada hari Minggu 27 Januari 2008, pukul 13.10 WIB di RSPP Jakarta,” ujar Siti Hardiyanti Rukmana atau Tutut Soeharto, putri sulung Soeharto, saat mengumumkan meninggalnya sang ayah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ditemani sang adik, Siti Hedijati Hariyadi (Titik), dan Ketua Tim Dokter Kepresidenan, Dr Mardjo Soebiandono, dalam kesempatan itu Tutut turut menyatakan permintaan maaf dan berterima kasih kepada seluruh masyarakat Indonesia yang mendoakan ayahnya. Ia sempat mengucapkan Istiqfar sebanyak tiga kali sebelum menyatakan permintaan maafnya.
“Kami mohon jika ada kesalahan Bapak selama ini dimaafkan. Kami mohon doa restunya semoga perjalanan Bapak lancar selalu dilindungi Allah SWT, diterima seluruh amal ibadahnya, diampuni segala dosanya, dan ditempatkan di tempat terbaik di sisi Allah SWT,” ujar Tutut kepada wartawan, dikutip dari Antara.
Berdasarkan pantauan awak media di RSPP saat itu, masyarakat mulai mendatangi rumah sakit tersebut dan mencoba melihat jenazah Soeharto. Wartawan terlihat panik dan berhamburan ke belakang rumah sakit untuk memastikan jenazah akan dibawa ke rumah kediaman Soeharto di Jalan Cendana Nomor 6 dan 8, Menteng, Jakarta Pusat.
Hari-hari Sebelum Meninggalnya Soeharto
Soeharto dilarikan ke RSPP pada 4 Januari 2008 sekitar pukul 14.15 WIB. Sang Jenderal tersenyum itu mengalami penurunan hemoglobin darah dan penimbunan cairan di semua tubuh sejak lima hari sebelumnya. Namun, kala itu ia masih dinyatakan sadar dan stabil, meski penyakitnya sangat serius. Soeharto dipasangi sejumlah alat di tubuhnya.
Keesokan harinya, tim dokter menyatakan penyakit Soeharto amat kompleks. Selain jantung, ginjal dan paru-paru Soeharto juga bermasalah. Alat pacu jantung di tubuh Soeharto ditambah. Sempat dinyatakan kritis, bahkan menjelang dini hari, ada kabar Soeharto mengalami koma, dan diisukan meninggal. Tapi sejumlah pihak memastikan Soeharto masih hidup.
Isu Soeharto wafat kembali mencuat pada Rabu, 9 Januari 2008. Karena banyaknya pemasangan alat, Soeharto disebut pendarahan. Namun, tim dokter langsung membantah Soeharto telah meninggal. Pukul 18.00, tim dokter memastikan Soeharto sadar penuh, meski lemah. Kemudian pukul 23.00, Soeharto dinyatakan stabil setelah mendapat transfusi darah.
Pada Ahad, 13 Januari sekitar pukul 13.00 WIB, tim dokter mengabarkan bahwa Soeharto sangat kritis. Kondisi presiden yang pernah menjabat 32 tahun itu lebih buruk dibanding beberapa hari sebelumnya. Peluang Soeharto untuk hidup 50:50 dan pihak keluarga sudah ikhlas bila Soeharto berpulang.
Detik-detik Meninggalnya Soeharto
Berdasarkan laporan Koran Tempo, pada dini hari sebelum dinyatakan meninggal, seorang sumber mengatakan kornea mata Soeharto sudah tidak bereaksi. Secara klinis, kata dia, hal ini bisa disimpulkan bahwa pasien mengalami kematian batang otak atau brainstem death. Kondisi ini merupakan kriteria untuk menentukan seseorang telah meninggal dunia.
“Namun, saat itu tim dokter belum bisa memastikan status kematian Soeharto lantaran menunggu neurolog yang kompeten untuk menentukan status kematian,” kata sumber tersebut.
Barulah, pada pukul 11 siang, Yusuf Misbach, neurolog, datang dan memastikan fungsi batang otak. Lalu, pukul 13.10 WIB, semua alat bantu berhenti bersamaan dengan meninggalnya Soeharto. Tapi keterangan sumber tersebut, dibantah oleh Hadiarto Mangunnegoro, anggota Tim Dokter Kepresidenan. “Batang otak Soeharto tak pernah mati sampai saat terakhir (pukul 1 siang),” katanya.
Pihaknya menjelaskan pada Sabtu malam, Soeharto dilaporkan mengalami kembung akibat usus yang tidak bekerja. Menurutnya, perut kembung ini mengakibatkan paru-paru Soeharto yang sudah kepayahan semakin tertekan. Di saat bersamaan, Soeharto juga dideteksi mengalami asidosis, yakni kondisi asam darah yang kelewat tinggi.
Kemudian, Koordinator Tim Dokter Kepresidenan, Djoko Rahardjo mengatakan dirinya bersama anggota tim dokter lainnya sudah berusaha maksimal. Namun, kata dia, Tuhan berkehendak lain. Menurut Djoko, penyebab kematian ialah kegagalan fungsi organ. Soeharto disebut meninggal dalam keadaan tidur. “Tak sadar saja, begitu,” kata Djoko, pada Ahad.
Jose, salah seorang anggota tim dokter lainnya mengungkapkan, secara umum kondisi tubuh Soeharto sangat kuat saat itu. Meskipun paru-paru, jantung dan ginjalnya sudah terkena infeksi sistemik dan membebani semua organ lain, kata Jose, Soeharto mampu bertahan selama 23 hari.
Michelle Gabriela, Imron Rosyid, Desy Pakpahan, Reh Atemalem, Nur Rochmi, Sutarto, dan Aqida Swamurti berkontribusi dalam penulisan artikel ini.