Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tepat hari ini, pada Selasa, 6 Oktober 1998 atau 25 tahun silam, Majalah Tempo terbit kembali. Media cetak inisiasi Goenawan Mohamad dan kawan-kawan ini sempat vakum empat tahun lantaran diberedel untuk kali kedua oleh pemerintah Orde Baru pada 1994.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut kilas balik pemberdelan Majalah Tempo hingga terbit kembali pada Oktober 1998
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemberedelan
Majalah Tempo dibredel kali pertama pada 1982. Media cetak sejak 1971 itu dinilai terlalu gamblang mengkritik rezim Orde Baru serta kendaraan politiknya, Partai Golkar. Kala itu Tempo mengeluarkan artikel yang mengindikasi kecurangan pada Pemilu 1982. Namun, pemberedelan dicabut pada 7 Juni 1982. Itu setelah Goenawan membubuhkan tandatangan berisi permintaan maaf dan kesediaan dibina pemerintah.
Pemberedelan kembali terjadi pada 1994. Sebabnya, Majalah Tempo memuat laporan utama tentang pembelian kapal perang bekas dari Jerman Timur oleh BJ Habibie, orang kepercayaan Soeharto. Laporan itu turun dalam edisi 11 Juni 1994. Sepuluh hari kemudian, 21 Juni 1994, Tempo dibredel. Janet E. Steele, pakar jurnalisme di Universitas George Washington mengungkapkan, pemberedelan itu akumulasi ketidaksukaan Soeharto kepada Tempo.
Majalah Tempo Terbit kembali
Saat Presiden Soeharto menyatakan lengser pada Mei 1998, Majalah Tempo seperti lepas dari belenggu. Karyawan Majalah Tempo yang dulunya terpisah karena pemberedelan kemudian melakukan musyawarah ulang. Mereka memutuskan Majalah Tempo perlu hadir kembali. Tak sampai lima bulan berselang, pada awal Oktober, edisi nomor contoh akhirnya terbit.
Tanpa menahan diri, wajah Soeharto terpampang besar di cover edisi 3 Oktober 1998: "Mengapa Soeharto Menantang". Raut Presiden Kedua RI itu menggantikan wajah Presiden Pertama AS George Washington di pecahan duit kertas US$ 1 edisi 1995.
Majalah edisi nomor contoh ini memang memuat tentang duit Soeharto. Dia menuntut majalah Time Asia atas pemberitaan soal kekayaan keluarganya yang dianggap keliru. Jenderal Tersenyum minta ganti rugi senilai US$ 27 miliar.
Selain tentang duit Soeharto, Majalah Tempo edisi perdana setelah empat tahun beku itu juga memuat tentang tragedi pemerkosaan dalam kerusuhan 1998. Majalah ini menjadi bukti brutalitas dalam kerusuhan Mei tahun itu terhadap kalangan keturunan Cina bukan bualan kosong. Sejumlah perempuan dipaksa sekelompok orang secara seksual. Dan mereka dijahanami karena mereka berasal dari ras tertentu. Mereka Tionghoa.
“Dari laporan Tim Relawan Kemanusiaan yang dipimpin Romo Sandyawan, tergambar sebuah pemerkosaan massal dalam skala besar: ada 168 korban, di antaranya 130 jatuh di Jakarta dalam dua hari, yakni 12 dan 13 Mei,” tulis Majalah Tempo.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | VALMAI ALZENA KARLA