Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Hari ini tepat pada 59 tahun silam, Gunung Agung di Bali meletus. Begitu dahsyat dampaknya, bahkan menurunkan suhu bumi sekitar 0,4 derajat celcius.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 17 Maret di 1963, siang di langit Bali langsung berubah menjadi gelap. Material vulkanik berupa aerosol sulfat terbang hingga 14.400 kilometer.
Gemuruh Gunung Agung hari itu memuntahkan aliran piroklastik—gas panas, abu vulkanik, dan batuan—meluluh-lantahkan banyak desa di sekitarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebenarnya aktivitas, utamanya, letusan Gunung Agung telah terjadi sejak sebulan sebelumnya, 18 Februari 1963. Masyarakat sekitar mendengar dentuman keras, begitu pula kemudian keluar abu panas dan gas dari kawah setinggi 20.000 meter.
Mulai dari sinilah suhu bumi yang mengalami penurunan hingga tahun 1966. Bahkan The Earth Machine: The Science of a Dynamic Planet mencatat abu belerang dari letusan Gunung Agung berterbangan hingga seluruh dunia. Salah satunya di lapisan es Greenland, sulfur acid terlihat di sana.
Korban jiwa pun berjatuhan. Beberapa catatan badan Geologi menyebutkan letusan itu menewaskan sedikitnya 1.549 orang. Salah satunya di Buletin Vulkanologi (1964) "Laporan Awal Letusan Gunung Agung tahun 1963 di Bali (Indonesia)”.
Laporan itu juga menyebutkan aliran piroklastik yang terjadi karena gunung meletus itu mencapai indikator VEI atau Volcanic Explosivity Index tingkat lima menewaskan ribuan nyawa. Tepat pada hari ini, 59 tahun yang lalu.
Tapi tak sampai disana, hari-hari terus kelabu. Akibat hujan deras yang bercampur abu menyebabkan lahar yang meluas, kembali menewaskan 200 orang lagi. Sebulan kemudian, 16 Mei letusan yang lebih kecil terjadi lagi, kembali menimbulkan aliran piroklastik yang menewaskan sekitar 200 orang.
Letusan Gunung Agung baru berhenti pada tahun 1964. Setidaknya telah merenggut sekitar 1.900 nyawa. Ini menandai letusan tersebut sebagai letusan gunung paling mematikan kedelapan yang terjadi di abad ke-20.
RAHMAT AMIN SIREGAR
Baca juga: Temuan Baru, PVMBG Ungkap Sesar Gempa Merusak di Bali