Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau revisi UU TNI, kembali disinggung oleh Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dalam rapat kerja bersama Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin, 25 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, revisi UU TNI mendapat penolakan karena dianggap berbahaya bagi demokrasi dan melenceng dari semangat untuk mereformasi TNI. Peneliti sektor keamanan SETARA Institute –lembaga nonpemerintah di bidang hak asasi manusia dan demokrasi— Ikhsan Yosarie menilai pasal-pasal yang diusulkan untuk direvisi sesungguhnya tidak mendesak. Lantas apa saja isi revisi UU TNI?
Pasal yang Disorot
Salah satu yang menjadi sorotan perubahan Pasal 3 ayat 1 yang semula berbunyi, “Dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah Presiden” diubah menjadi, “TNI merupakan alat negara di bidang pertahanan dan keamanan negara berkedudukan di bawah Presiden”. Perubahan itu dinilai rentan memicu kembalinya Dwifungsi ABRI seperti era Orde Baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peneliti ISEAS Yusof Ishak Institute Made Supriatma menilai, perpanjangan usia pensiun yang ada dalam revisi UU TNI akan mengacaukan manajemen personalia TNI untuk beberapa waktu ke depan.
Dia mengatakan, saat ini sebenarnya sudah terjadi penumpukan perwira-perwira nonjob sehingga Made curiga anggota TNI yang tak mempunyai pekerjaan nantinya akan dimasukkan ke jabatan-jabatan sipil.
"Problem kelebihan personalia ini setahu saya belum tuntas. Dan, bila sekarang tambah dengan perpanjangan usia pensiun, maka yang akan terjadi adalah ‘logjam’ yang semakin panjang di TNI," kata Made pada Selasa, 21 Mei 2024.
Selain itu, Peneliti sektor keamanan SETARA Institute Ikhsan Yosarie menilai Pasal 47 UU TNI, yang isinya memperluas jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit aktif. Ia mengatakan saat ini jabatan non-militer yang bisa ditempati oleh prajurit TNI aktif sudah memadai sehingga tidak perlu diperluas lagi.
Lalu dalam draf revisi UU TNI, Pasal 47 ayat 2 tersebut diperluas dengan menambahkan frasa “jabatan lain sesuai dengan kebutuhan presiden”. “Dengan kalimat ‘tanpa ada batasan atau sesuai keinginan presiden’, tentu ini akan mengembalikan dwifungsi ABRI secara perlahan,” kata Ikhsan, Selasa, 26 November 2024.
Annisa Febiola dan Ni Made Sukmasari berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Setara Institute Menolak Perluasan Jabatan TNI di Ranah Sipil