Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Imparsial: 23 Kasus Pelanggaran Kebebasan Beragama Terjadi Sepanjang 2024

Sebanyak 23 kasus pelanggaran kebebasan beragama terjadi sepanjang 2024. Pemerintah dinilai hanya berpangku tangan.

11 Desember 2024 | 08.20 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Satpol PP Kota Depok saat menyegel lokasi kegiatan Jemaah Ahmadiyah Indonesia di RT03/RW07, Kelurahan Sawangan Baru, Kecamatan Sawangan, Kota Depok, Jawa Barat, Jumat 22 Oktober 2021. TEMPO/ADE RIDWAN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra mengatakan kebijakan pemerintah dalam pemajuan kebebasan beragama masih sebatas retorika. Hal itu tercermin dari maraknya kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan sepanjang tahun 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Sepanjang 2024 kami menemukan setidaknya 23 kasus pelanggaran di sejumlah wilayah di Indonesia,” kata Ardi dalam keterangan tertulis yang dirilis dalam rangka peringatan Hari HAM internasional pada Selasa, 10 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hampir di semua kasus pelanggaran kebebasan beragama, menurut dia, pemerintah hanya berpangku tangan. Padahal, ujar dia, pemerintah punya tanggung jawab dalam memastikan hak berkeyakinan warga negara agar tidak direnggut.

“Dari 23 kasus yang kami data, kami menemukan praktik intoleransi cenderung dibiarkan oleh pemerintah dan aparat penegak hukum, sebagai contoh baru-baru ini yaitu pelarangan kegiatan Jalsah Salanah oleh Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Kabupaten Kuningan,” katanya.

Lebih lanjut, Ardi mengatakan aktor yang melakukan pelanggaran kebebasan beragama didominasi oleh aparat pemerintah, tokoh agama, warga, dan organisasi kemasyarakatan. Bentuk pelanggaran yang terjadi, ujar dia, terus berulang dari tahun ke tahun.

Dia mengatakan pelanggaran yang paling banyak yaitu terkait dengan kebebasan dalam beribadah oleh kelompok minoritas. “Ini yang paling dominan dilanggar,” kata dia. Di peringkat kedua ada pelanggaran berupa pelarangan mendirikan rumah ibadah.

Selain itu, Ardi mengatakan penanganan kasus pelanggaran kebebasan beragama oleh aparat penegak hukum masih bersifat favoritisme dengan pendekatan suara mayoritas.

“Pemerintah dan aparat penegak hukum belum berpihak kepada korban, dan sikap yang ditunjukkan cenderung permisif terhadap kelompok-kelompok intoleran dan memilih melakukan pembiaran,” ujar Ardi.

Kritikan Ardi tersebut tergambar dari kasus batalnya pelaksanaan kegiatan Jalsah Salanah Ahmadiyah yang sedianya berlangsung di Desa Manislor, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pemerintah mengklaim pembatalan itu karena alasan keamanan dan tekanan dari masyarakat yang menyatakan penolakan.

Jemaat Ahmadiyah dari luar Kuningan bernama Firdaus Mubarik bercerita bahwa puluhan polisi menghadang jemaat yang datang dari luar Pulau Jawa. Sejak Kamis, 5 Desember 2024, jemaat Ahmadiyah dari berbagai wilayah telah berdatangan ke Desa Manislor, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat .Mereka rencananya akan mengikuti pertemuan akbar atau Jalsah Salanah jemaat Ahmadiyah yang dijadwalkan pada 6-8 Desember 2024.

Ketika sampai di Kuningan sejak Kamis siang, Firdaus tidak langsung datang ke lokasi acara. "Saya jalan-jalan dulu ke tempat wisata di sana," ujarnya. "Sekitar jam 17.00 saya baru tiba di Manistor."

Setibanya di lokasi Jalsah Salanah, Firdaus melihat kerumunan polisi. Ia beruntung masih bisa masuk ke sekitar lokasi acara. Namun, rombongan jemaat Ahmadiyah dari luar Pulau Jawa yang datang bergelombang pada Kamis malam hingga Jumat dini hari, 6 Desember 2024, dihadang aparat. Polisi tidak mengizinkan mereka masuk ke Desa Manislor.

"Mereka (polisi) mengintimidasi peserta dari luar Pulau Jawa," ujar Firdaus saat bercerita di konferensi pers Koalisi Advokasi Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan atau KBB, via zoom meeting, pada Sabtu, 7 Desember 2024. 

Sekitar 6 ribu jemaat Ahmadiyah dari luar Jawa terlantar di pintu masuk Desa Manislor karena polisi sudah memblokadenya. Firdaus menuturkan jemaat Ahmadiyah yang tidak diizinkan masuk ke Manislor, di antaranya berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT).

Padahal mereka telah menempuh perjalan jauh selama dua hari menggunakan kapal laut, kemudian dilanjutkan naik kereta dari Surabaya ke Cirebon, untuk menghadiri pertemuan akbar tersebut. "Sampai di Manislor malah tidak bisa masuk, ditolak oleh polisi," ucapnya. 

Kepala Seksi Humas Polres Kuningan, Jawa Barat, Ajun Komisaris Mugiyono, membantah personel kepolisian menghalang-halangi jemaat Ahmadiyah yang hendak mengikuti pertemuan tahunan mereka di Desa Manislor, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, Jumat pekan lalu. Ia berdalih polisi hanya bertugas mengamankan anggota jemaat Ahmadiyah tersebut.

"Kami tidak memblokade. Kami mengamankan saja sebenarnya karena banyak masyarakat yang mau melakukan sweeping," kata Mugiyono lewat telepon, Senin, 9 Desember 2024. 

Mugiyono juga beralasan bahwa kepolisian tidak mengintimidasi anggota Jemaat Ahmadiyah Indonesia dari luar Kuningan yang hendak masuk ke Desa Manislor.

"Justru kami amankan para tamu, takutnya massa melakukan aksi anarkis. Nah, sebaliknya justru yang sudah ada, kami kawal biar aman," kata dia. 

Menurut Mugiyono, banyak warga sekitar dan organisasi masyarakat menentang kegiatan Ahmadiyah di Manislor tersebut. Sehingga massa dikhawatirkan akan bertindak anarkistis kepada anggota Ahmadiyah yang berkukuh mengikuti pertemuan di Manislor. "Kami mengamankan saja. Tidak ada intimidasi."

Ketua Panitia Jalsah Salanah Ahmadiyah Kuningan, Rahmat Hidayat, menyampaikan alasan JAI membatalkan acara tersebut dikarenakan adanya tindakan represif dari forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kuningan, juga blokade dari aparat kepolisian di area masuk tempat acara.

Rahmat menyesalkan tindakan intimidasi dari aparat kepolisian kepada para Jemaat Ahmadiyah yang berlangsung pada Kamis, 5 Desember 2024  dini hari. "Intimidasi berlangsung sampai Kamis pukul 02.00 dini hari," katanya.

Satu hari sebelum acara Jalsah Salanah diselenggarakan, Penjabat (Pj) Bupati Kuningan Agus Toyib melarang kegiatan Jalsah Salanah yang akan diselenggarakan Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Desa Manislor. Kegiatan Jalsah Salanah sendiri merupakan kegiatan pertemuan nasional tahunan Jemaat Ahmadiyah. 

Alasan Pemerintah Kuningan melarang kegiatan Jalsah, berdasarkan rapat yang digelar bersama oleh Forkopimda, tokoh agama, dan tokoh masyarakat. "Kegiatan Ahmadiyah dilarang, baik di dalam maupun di luar kawasan Kuningan, agar situasi tetap kondusif. Kami Pemerintah Kabupaten Kuningan tidak mengizinkan dan melarang kegiatan Jalsah Salanah,” ujar Agus melalui keterangan resmi pada Rabu, 4 Desember 2024.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus