Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Jauh dari dunia politik, Inayah Wahid kerap melontarkan lelucon yang menyindir pejabat.
Presiden Jokowi dan keluarganya tak luput menjadi bahan guyonan Inayah.
Inayah siap
NAIK ke panggung, Inayah Wulandari Wahid, menyapa tetamu yang hadir dalam peringatan sepuluh tahun wafatnya Abdurrahman Wahid alias Gus Dur di rumahnya di Ciganjur, Jakarta Selatan, Sabtu, 28 Desember 2019. Berada di panggung yang sama dengan para tamu kehormatan, Inayah memberikan salam pertama untuk pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah, Ahmad Mustofa Bisri alias Gus Mus.
“Yang terhormat Bapak Kiai Agus Mus yang saya muliakan," kata Inayah. Sebagian dari ratusan hadirin tertawa. “Ya, kan, namanya Ahmad Gus Mus,” dia melanjutkan. Tamu yang tertawa bertambah banyak. Gus Mus terlihat terkekeh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Belum hilang tawa pengunjung, Inayah meralat ucapannya. Semestinya, ucap putri keempat Gus Dur itu, yang mendapat penghormatan pertama adalah Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo, Uskup Agung Jakarta. Suharyo, yang juga berada di atas panggung, menggerakkan tangannya, menunjukkan tanda keberatan diberi penghormatan perdana. Inayah lantas mengemukakan alasannya. "Karena saya mengikuti petunjuk Gus Dur. Kalau kata Gus Dur, Yesus dulu, baru Muhammad,” ujarnya dengan logat cadel. Tawa pengunjung meledak lebih keras. Ignatius Suharyo pun ikut terbahak. Dalam ajaran Islam, Yesus atau Isa diutus lebih dulu daripada Muhammad.
Para kiai sepuh yang hadir juga disapa Inayah. Dia beralasan, para kiai dan tokoh agama harus didahulukan karena dekat dengan Tuhan. Lagi-lagi hadirin tertawa. Kalau dekat dengan pejabat, ujar Inayah, belum tentu mereka punya orang dalam untuk memasukkannya ke surga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Inayah Wulandari atau Inayah Wahid (kiri) tampil dalam pementasan teater Kebangsaan Satyam Eva Jayate di Teater Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Januari 2018. Dok TEMPO/Fakhri Hermansyah
Inayah memberi sambutan sebagai ketua panitia peringatan haul atau satu dekade wafatnya Gus Dur pada 30 Desember 2009 di halaman rumah keluarganya. Sepanjang sambutan, Inayah tampil celelekan dan tak henti membuat hadirin tergelak. Termasuk ketika ia menyindir budaya patriarki di Nahdlatul Ulama, organisasi yang didirikan kakek Gus Dur, Hasyim Asy’ari. “Yang perempuan jarang dihaulin,” katanya.
Istri Gus Dur, Sinta Nuriyah Wahid, bercerita bahwa Inayah mewarisi bakat humoris ayahnya. Gus Dur memang gemar bercanda, termasuk ketika menjabat presiden selama 1999-2001. Mantan Staf Khusus Bagian Protokoler Istana Negara, Wahyu Muryadi, bercerita, Gus Dur memanggil wartawan setelah menggelar jumpa pers tentang sikap Kepala Kepolisian RI Bimantoro yang membangkang perintahnya meletakkan jabatan. Menurut Wahyu, Gus Dur ingin memberitahukan nama jenderal yang paling berbahaya dan berpotensi mematikan siapa saja. Penasaran, wartawan pun bertanya siapa jenderal itu. “Jenderal itu adalah Jenderal (General) Electric…,” ucap Wahyu, menirukan Gus Dur.
Inayah, 37 tahun, aktif di dunia teater saat kuliah di Jurusan Sastra Indonesia Universitas Indonesia. Selepas kuliah, dia memilih meneruskan jalan kesenian tersebut. Menurut dia, panggung teater mampu menyambung suara kaum marginal. Inayah, misalnya, pernah memerankan karakter Wagiyem, buruh cuci harian yang ketakutan dan menanggung malu lantaran suaminya diciduk Komisi Pemberantasan Korupsi, empat tahun lalu.
Kadang Inayah juga bermain wayang orang. Pernah pula dia bergabung dalam sinetron komedi Ok-Jek, ber-stand-up comedy, serta menjadi salah satu pembawa acara Ngobrol Pintar (Ngopi) di Kompas TV yang membahas isu terhangat dengan santai dan penuh sindiran. “Humor adalah medium yang tepat untuk menyampaikan kritik,” tuturnya.
Sutradara dan penulis skenario, Agus Noor, kerap mengajak Inayah bermain teater. Pada 2011, Agus menyertakan Inayah dalam program teaternya, Indonesia Kita. Dalam drama berjudul Kanjeng Sepuh, Inayah berperan sebagai tukang jamu. Mengaku sebagai pengagum Gus Dur dan pernah beberapa kali berjumpa dengannya, Agus juga menilai Inayah mirip dengan sang bapak. "Dalam hal humor, Inayah memiliki kekuatan seperti Gus Dur," ujarnya.
Agus mengajak Inayah berpentas terutama ketika membutuhkan pemain yang bisa menyampaikan humor tentang isu kekinian. Misalnya soal pemindahan Ibu Kota; keinginan putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, mencalonkan diri menjadi Wali Kota Solo; kisruh Komisi Pemberantasan Korupsi; juga peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang KPK yang tak kunjung turun.
Inayah Wahid saat memberikan sambutan pada peringatan Haul ke-10 Gus Dur di Ciganjur, Jakarta, Sabtu, 28 Desember 2019. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Pemain lain, Agus mengungkapkan, biasanya menolak membawakan lawakan politis seperti itu. Mereka khawatir omongannya direkam dan diedit, lalu menjadi bahan perisakan. “Ketika komedian lain mencari jalan aman, Inayah punya keberanian menampilkan jokes untuk bersikap politis,” ucapnya. Agus biasanya tak memberikan skenario utuh, melainkan hanya poin-poin yang harus dibikin lawakan oleh Inayah.
Saat peringatan ulang tahun ke-71 Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Agus mengajak Inayah tampil dalam pementasan Satyam Eva Jayate di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, akhir Januari 2018. Presiden Jokowi juga menghadiri acara ini. Dalam salah satu adegan, Inayah, yang berperan sebagai mbok emban, nyelonong masuk ke istana. Soimah, putri kerajaan, meledek Inayah karena, menurut dia, penampilan Inayah tak pantas untuk menjadi putri kerajaan.
Tapi Inayah membalas, "Meskipun tampangnya seperti ini, aku sudah pernah tinggal di istana," katanya. Pernyataan ini membuat penonton ger-geran. Inayah mengaku sudah capek dan bosan tinggal di istana sehingga memilih keluar dan berjualan lumpia. "Kalau mau jualan martabak, sudah ada juragannya,” Inayah menjawab sambil menundukkan badan. Penonton tergelak. Inayah sedang bergurau soal bisnis martabak Gibran. "Maaf, Pak Jokowi, cuma bercanda. Cuma saya di sini yang berani bercanda kayak gitu, Pak Jokowi. Kalau mereka kan rakyat jelata, enggak kayak kita,” ucapnya.
Butet Kartaredjasa, kawan mainnya di teater, mengatakan, dalam beberapa pementasan lain, ketika Inayah mulai menyindir pejabat, biasanya ada pemain yang mengingatkan dia agar berhati-hati. Bisa saja dia ditangkap karena humornya. Menurut Butet, Inayah menjawab pesan itu dengan canda, yaitu berjanji mengerahkan Banser alias Barisan Ansor Serbaguna Nahdlatul Ulama untuk melawan mereka yang akan menangkapnya.
Nitia Anisa, rekan Inayah sebagai pembawa acara Ngobrol Pintar, mengatakan Inayah berkali-kali mengutarakan kepada dia tentang kerelaan menyindir pejabat yang menjadi tamu mereka. Menurut Inayah, ini memang porsinya sebagai anak Gus Dur. “Dia bilang ke saya, ‘Gue akan merasa bersalah kalau tidak menggunakan privilege ini. Jadi gue mau menggunakan privilege ini untuk meng-kick orang yang seharusnya di-kick,’” katanya.
NUR ALFIYAH, SHINTA MAHARANI (YOGYAKARTA)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo