Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kemoterapi untuk Napi Terorisme

Yenny Wahid aktif mendekati mereka yang terpapar radikalisme dan terorisme. Menjadi panglima perang Gus Dur di dunia politik.

4 Januari 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Yenny Wahid aktif melawan radikalisme dan terorisme.

  • Putri kedua Gus Dur ini tak gentar memasuki masjid yang pernah menjadi tempat baiat simpatisan ISIS.

  • Dia juga ikut membantu pengobatan bekas narapidana terorisme.

MENGGELAR acara deradikalisasi pada bulan Ramadan, akhir Juni 2016, Zannuba Ariffah Chafsoh sengaja memilih Masjid Al Fatah, Menteng, Jakarta Pusat. Yenny Wahid—panggilan Zannuba—tak gentar memasuki masjid yang pernah menjadi lokasi baiat pendukung gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) itu. “Masjid itu memang dikenal ‘merah’ dan keras,” ujar Yenny kepada Tempo, Kamis, 2 Januari lalu.

Saat itu, perekrutan pendukung ISIS, termasuk untuk berperang di Irak dan Suriah, masih cukup gencar. Berbicara soal humanisme, putri kedua mantan presiden Abdurrahman Wahid itu menyertakan sejumlah eks narapidana kasus terorisme, seperti pelaku bom Bali II, Ali Imron, dan bekas Panglima Operasi Pusat Komando Jihad Maluku, Jumu Tuani. Acara itu dihadiri sejumlah orang yang diduga terpapar radikalisme dan terorisme, termasuk yang pernah berjihad di Afganistan. Yenny juga menyertakan istri mereka yang mengenakan burkak dalam persiapan acara dan memasak untuk berbuka puasa.

Menurut Yenny, di tengah acara, tiba-tiba hadir Luhut Binsar Pandjaitan, yang saat itu menjadi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. Padahal Yenny tak mengundangnya dan hanya memberi tahu bahwa dia menggelar acara di masjid tersebut. Seusai acara, Yenny mendengar ada peserta yang mengatakan sempat berniat menyerang Luhut. Yenny mendekati orang itu dan mengajaknya berbicara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yenny Wahid (tengah) saat peringatan Hari Perdamaian Internasional di Jakarta, 20 September 2015. TEMPO/STR/Eko Siswono Toyudho

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seorang mantan kombatan yang hadir bercerita, suasana acara itu memang sempat tegang karena kehadiran Luhut, yang nonmuslim. Namun dia menilai hasil pertemuan yang mengkampanyekan perdamaian dunia itu cukup bagus dan mampu memberi pemahaman kepada mereka yang pernah terpapar radikalisme dan terorisme. Sebelum Yenny meninggalkan masjid, para ibu bercadar mengajaknya berswafoto bersama.

Jumu Tuani mengatakan Yenny kerap mendekati mantan narapidana kasus terorisme. Dia sendiri pernah dibantu Yenny saat menderita kanker darah atau limfoma. Pada Januari 2016, atau sebulan setelah menjalani hukuman enam tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Cianjur, Jawa Barat, Jumu merasakan serbuan sakit di kaki kirinya yang membengkak. Yenny menelepon pemilik salah satu rumah sakit swasta di kawasan Semanggi, Jakarta, agar memeriksa Jumu. Dirawat tujuh bulan, Jumu enam kali menjalani kemoterapi. Menurut dia, seluruh biaya pengobatan ditanggung Yenny dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Yenny mengungkapkan, bantuan itu diberikan atas alasan kemanusiaan dan untuk merangkul mereka yang pernah terlibat radikalisme ataupun terorisme. Kepala BNPT Suhardi Alius membenarkan informasi bahwa Yenny ikut menanggung biaya pengobatan. “Kami membantu sesuai dengan kemampuan,” ucapnya. Suhardi menerangkan, lembaganya melibatkan banyak organisasi dalam program deradikalisasi, termasuk Wahid Foundation.

Dulu bernama Wahid Institute, Wahid Foundation didirikan Gus Dur sendiri bersama Yenny; peneliti Islam di Indonesia asal Amerika Serikat, Gregorius James Barton; dan Ahmad Suaedy, yang kini menjadi komisioner Ombudsman Republik Indonesia. Mencoba meneruskan pemikiran Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, lembaga itu berfokus pada isu-isu Islam moderat, demokrasi, multikulturalisme, dan toleransi.

Menurut Ahmad Suaedy, Direktur Eksekutif Wahid Institute 2004-2012, Yenny tak terlalu aktif mengurus lembaga itu setelah setahun berdiri. Sebab, Yenny aktif berpolitik dan menjadi Wakil Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa, partai yang turut didirikan Gus Dur pada 23 Juli 1998. “Tapi, kalau ada kegiatan di pesantren, Yenny ikut,” tuturnya. Pesantren menjadi salah satu sasaran Wahid Foundation untuk menyebarkan ajaran Gus Dur.

Yenny kembali aktif di organisasi itu sekitar 2014 dan mencanangkan program baru, yakni Desa Damai (Peace Village). Kegiatan ini berupaya mengembangkan toleransi di kawasan pedesaan, memberikan pendidikan politik, serta menggiatkan perekonomian desa. Hingga kini, ada sembilan Desa Damai dan 30 desa lain yang masih berstatus dibimbing Wahid Foundation.

Salah satu Desa Damai berada di Kelurahan Candirenggo, Kelurahan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Di pintu masuk desa itu terdapat prasasti sembilan nilai utama Gus Dur, seperti ketauhidan, kemanusiaan, dan persaudaraan. Erni Susanti, warga Candirenggo, mengatakan toleransi di desanya terjalin sangat baik. Pada Natal tahun lalu, misalnya, penduduk muslim bersilaturahmi ke rumah 12 keluarga kristiani.

Begitu juga di Desa Damai Nglinggi, Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kepala Desa Nglinggi, Sugeng Mulyadi, bercerita, penduduk beragama Islam ikut mengatur lalu lintas jika ada ibadah Natal. Saat Idul Adha, penduduk Kristen pun diberi daging kurban. Bukti lain toleransi di desa itu adalah Sugeng, yang kristiani, terpilih sebagai kepala desa meskipun 2.400 penduduk Ngglinggi mayoritas muslim. “Banyak haji mendukung saya,” kata Sugeng.

Direktur Wahid Foundation Yeni Wahid usai menjadi pembicara di Paviliun Indonesia pada konferensi perubahan iklim, COP25 Madrid, Spanyol, 9 Desember 2019. ANTARA FOTO/Saptono

Tak hanya aktif dalam kegiatan deradikalisasi dan pengembangan toleransi, Yenny Wahid juga meramaikan gelanggang politik negeri ini. Ibunya, Sinta Nuriyah, menilai Yenny sebagai putri Gus Dur yang mewarisi darah politik sang ayah. Menurut Yenny, pengalamannya berpolitiknya bertambah saat Gus Dur menjadi presiden pada 1999-2001. Dia kerap mendampingi ayahnya di Istana ataupun saat kunjungan kenegaraan.

Yenny menjadi panglima perang Gus Dur saat berkonflik dengan kemenakannya, Muhaimin Iskandar, menjelang Pemilihan Umum 2009. Saat itu, PKB terpecah antara kubu Gus Dur dan kubu Muhaimin. Namun Mahkamah Agung menguatkan posisi Muhaimin. Yenny bercerita, setelah itu, hubungan keluarga Ciganjur—lokasi rumah Gus Dur—dengan Muhaimin tak pernah harmonis. Yenny menyatakan sudah bertemu dengan Muhaimin, tapi dia mengaku menampik ajakan kembali bergabung dengan PKB. Muhaimin dalam beberapa kesempatan mengatakan tak ada masalah dengan keluarga Gus Dur.

Pada September 2018, Yenny mendeklarasikan dukungannya untuk Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Tiga politikus yang mengetahui penyusunan kabinet mengatakan Yenny sempat masuk bursa calon menteri, tapi belakangan namanya terpental. Yenny irit bicara soal ini. “Cerita saya simpan sendiri, biar orang jadi penasaran,” ucapnya.

Di dunia bisnis, Yenny menjadi komisaris sejumlah perusahaan. Dia sempat menjadi komisaris PT Merdeka Copper Gold, Tbk, yang beroperasi di Desa Sumberagung, Banyuwangi, Jawa Timur. Perusahaan penambang emas dan perak itu diprotes warga setempat karena dituding merusak lingkungan. Ketika dimintai konfirmasi, Yenny menyatakan sudah mengundurkan diri dari jabatan tersebut. “Usaha itu tidak cocok dengan profil keluarga Gus Dur,” ujarnya.

HUSSEIN ABRI DONGORAN, EKO WIDIANTO (MALANG), SHINTA MAHARANI (YOGYAKARTA)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Hussein Abri Dongoran

Hussein Abri Dongoran

Bergabung dengan Tempo sejak April 2014, lulusan Universitas Pasundan, Bandung, ini banyak meliput isu politik dan keamanan. Reportasenya ke kamp pengungsian dan tahanan ISIS di Irak dan Suriah pada 2019 dimuat sebagai laporan utama majalah Tempo bertajuk Para Pengejar Mimpi ISIS.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus