Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Pikat Macan dari Mataram

Putri Zulzali, guru Sekolah Dasar Negeri 34 Cakranegara, Mataram, Nusa Tenggara Barat, membuat modul bernama Pikat Macan untuk sarana belajar membaca siswa. Dengan modul yang dia buat itu, siswa di kelasnya jadi lancar membaca.

11 Desember 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Putri Zulzali, Guru Penggerak dari SD Negeri 34 Cakranegara, Kota Mataram, NTB bersama siswanya, 28 November 2022. TEMPO/Dony P. Herwanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Putri, guru SDN 34 Cakranegara, membuat modul Pikat Macan untuk siswa belajar membaca.

  • Mayoritas siswa putri belum bisa membaca ketika masuk SD. Modul tersebut membantu siswa belajar membaca.

  • Manfaat modul itu juga dirasakan siswa dan guru di sekolah lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUDUK di kelas I sekolah dasar, Ni Made Yuna Suryaningsih masih tertatih dalam urusan membaca. Siswa Sekolah Dasar Negeri 34 Kecamatan Cakranegara, Mataram, Nusa Tenggara Barat, itu tak kunjung lancar melafalkan kata dan memahami kalimat.

Tapi semua berubah setelah sang guru, Putri Zulzali, memberi modul Pikat Macan kepada Yuna. Pikat Macan akronim dari Pilihan Kata Mahir Baca dan Menulis. Tak lama berselang, Yuna sudah mahir membaca. “Bu Guru Putri kasih belajar Pikat Macan, aku jadi lancar membaca,” ujarnya saat ditemui Tempo di sekolahnya pada Senin, 21 November lalu.

Putri Zulzali adalah angkatan ketiga program Pendidikan Guru Penggerak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Berkat mengikuti program itu, Putri mendapat pembelajaran dalam mengajar baca-tulis untuk anak yang belum lancar membaca. Yuna salah satunya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berkat modul Pikat Macan, tulisan tangan Yuna yang dulu tanpa spasi kini tak berimpitan lagi. Modul Pikat Macan dibuat Putri lantaran banyak siswanya yang belum bisa membaca. Menurut Putri, sebagian besar dari mereka belum bisa membaca lantaran tak mendapat pendidikan prasekolah atau pendidikan anak usia dini (PAUD). Walhasil, mereka baru mulai belajar membaca ketika masuk kelas I sekolah dasar. “Di sini kebanyakan orang tua siswa menengah ke bawah, jadi tidak ada uang untuk masuk PAUD,” katanya.

Karena siswa belum bisa membaca, materi dalam buku pelajaran tidak bisa disampaikan langsung kepada murid. Musababnya, kalimat di buku tersebut panjang dan berisi cukup banyak soal. “Kemampuan setiap anak berbeda. Bagaimana siswa mengerjakan soal jika mereka belum lancar membaca dan memahami kalimat?” ucap Putri.

Ide pembuatan modul itu tercetus ketika pandemi Covid-19 melanda negeri ini. Pada 2020, kegiatan belajar-mengajar dilakukan secara daring. Karena tak bisa berinteraksi secara langsung, Putri memutar otak agar murid-muridnya bisa tetap belajar.

Lulusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Mataram ini mencoba membuat modul sendiri. Dia menyusun abjad di dalam kotak yang kemudian membentuk kata, misalnya a-ba-ca, a-ca-a, ba-a-ba. Lalu, di bagian bawah, ada kolom untuk menuliskan ulang abjad tersebut.

Putri lantas menyusun kata-kata itu menjadi sebuah kalimat. Dia lalu membuat pertanyaan yang jawabannya ada di kalimat tersebut. Misalnya, “Caca baca buku”. Putri kemudian melemparkan pertanyaan kepada murid ihwal siapa yang membaca buku. “Selain membaca, siswa juga belajar bernalar,” tuturnya.

Awalnya modul itu dia tulis tangan di selembar kertas dan difoto untuk dikirim ke orang tua siswa melalui WhatsApp. Materi dibuat bertahap dengan tingkat abjad dan kata yang berbeda. Agar tak tercecer, materi itu dia ketik dan cetak. Setebal 50 halaman, modul tersebut dijilid seadanya.

Manfaat modul Pikat Macan tak hanya dirasakan oleh siswa SDN 34. Kawan Putri, Yuni Setiawati, guru di SD Negeri 1 Bukit Tinggi, Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, mengaku menggunakan modul Pikat Macan sejak tiga bulan lalu. “Sampai sekarang masih saya gunakan. Alhamdulillah dari yang belum bisa membaca sekarang sudah bisa baca,” ucapnya. “Tujuh siswa masih mengeja, 10 siswa sudah lancar, dan tiga sisanya memang sudah bisa membaca ketika masuk SD.”

Materi di modul tersebut, Yuni menambahkan, sederhana sehingga mudah dipahami siswa. Pilihan katanya juga tidak monoton agar siswa tak bosan membaca abjad atau potongan kata yang itu-itu saja.

Sebelumnya Yuni mengaku sudah mencoba beberapa modul untuk mengajar para siswanya membaca. Namun di antara modul yang sudah pernah dia jajal hanya Pikat Macan yang menurut dia bisa dengan cepat terserap oleh siswa. “Justru karena sederhana itu siswa jadi mudah paham,” ujarnya.

Berkat Pikat Macan, Putri menjadi juara pertama dalam lomba inovasi se-Mataram. Inovasi tersebut masuk kategori metode pembelajaran terbaik yang diselenggarakan dalam lokakarya Guru Penggerak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada 1 September lalu.

Modul karya Putri menjadi pemenang di antara 20 inovasi guru yang lain. Putri menjelaskan alasannya memilih nama Pikat Macan. “Macan yang galak saja bisa ditaklukkan, masak anak-anak tidak bisa?” katanya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Devy Ernis

Devy Ernis

Bergabung dengan Tempo sejak April 2014, kini staf redaksi di Desk Nasional majalah Tempo. Memimpin proyek edisi khusus perempuan berjudul "Momen Eureka! Perempuan Penemu" yang meraih penghargaan Piala Presiden 2019 dan bagian dari tim penulis artikel "Hanya Api Semata Api" yang memenangi Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020. Alumni Sastra Indonesia Universitas Padjajaran.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus