Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Putri Zulzali, guru SDN 34 Mataram, menggunakan metode belajar yang asyik setelah mengikuti program Guru Penggerak.
Dengan segala keterbatasan, dia mengikuti program Guru Penggerak dengan penuh perjuangan.
DI tengah kegaduhan kelas, Putri Zulzali dengan lantang mengucapkan sebuah kalimat: “kata Parama, duduk yang rapi”. Para murid yang mulanya asyik mengobrol dan bermain langsung duduk rapi sambil melipat tangan di meja. Suasana kelas seketika hening.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Guru kelas I Sekolah Dasar Negeri 34 Cakranegara, Mataram, Nusa Tenggara Barat, itu lalu mengucapkan angka: 3-2-1. Para siswa dengan sigap berteriak “yes, wuzz, go”. Berhasil mendapat perhatian anak didiknya, Putri lanjut membahas soal matematika yang sebelumnya ia berikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Putri kemudian bertanya siapa yang bisa mengerjakan soal di papan tulis. Nyaris semua murid buru-buru mengangkat tangan sambil berteriak “saya, Bu”. “Tadi itu ice breaking. Ketika anak-anak sudah tidak berfokus di kelas, mereka butuh jeda sejenak untuk melanjutkan pembelajaran,” ujar Putri saat ditemui Tempo di sekolahnya pada Senin, 28 November lalu.
Agar anak-anak berkonsentrasi, Putri kerap memberikan berbagai instruksi. Misalnya, ketika dia mengatakan “kata Parama, hormat grak”, para siswa langsung mengangkat tangan di kepala tanda hormat.
Kata “Parama” yang dipakai Putri diambil dari nama seorang siswa di kelasnya. Nama itu dipilih karena Parama siswa yang paling aktif. Saban kali Putri juga meminta murid mengikuti arah spidol yang ia pegang. Spidol itu digerakkan ke kanan, kiri, depan, dan belakang. Badan para siswa bergerak mengikuti arah spidol.
Metode itu diterapkan Putri setelah dia mengikuti pelatihan Guru Penggerak pada 2021. Digagas Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Guru Penggerak merupakan program pendidikan kepemimpinan bagi guru untuk mencetak pemimpin pembelajaran yang kompeten dan berkualitas.
Sebelumnya, metode pembelajaran Putri masih klasikal dan belum bervariasi. Ketika masuk program Guru Penggerak angkatan ketiga, ia belajar banyak hal. Salah satunya metode pembelajaran yang berfokus pada anak. “Sebelumnya pembelajaran masih berfokus pada kompetensi kognitif dan afektif, tapi sekarang lebih bervariasi, seperti metode permainan dan pembelajaran sosial emosional anak,” katanya.
Setelah belajar, Putri kerap mempersilakan muridnya mengambil tutup botol air kemasan bergambar emotikon senang dan sedih. Dia selalu mendapat emotikon senang. Jika ada yang memberikan emotikon sedih, Putri bertanya alasannya kepada siswa tersebut. “Ini melatih murid merefleksikan kegiatan belajar yang telah dilakukannya agar terbiasa menyampaikan pikiran, perasaan, dan pendapatnya,” ujarnya.
Salah satu siswa kelas I, Revan Febrianu, mengaku selalu senang diajar oleh Putri. “Kalau guru yang lain suka galak. Bu Putri baik, favorit aku, dan kalau mengajar seru,” ucap Revan.
Ibu Revan, Siti Siandani, mengatakan metode belajar Putri membuat anaknya jadi bersemangat pergi ke sekolah. Berkat Putri, menurut Siti, anaknya kini sudah bisa membaca. “Bu Putri sangat sabar kepada anak-anak. Cara mengajarnya juga menyenangkan sehingga membuat anak-anak tidak bosan,” tuturnya.
•••
MENJADI guru penggerak, serangkaian proses Putri lalui dengan penuh perjuangan. Pada awal 2021, perempuan 36 tahun ini sedang hamil besar ketika pendaftaran Guru Penggerak dibuka. Sempat ragu, akhirnya Putri mendaftar.
Karena laptopnya rusak, Putri meminjam komputer jinjing kawannya yang juga guru di sekolah. Dia mencicil sejumlah persyaratan menjadi guru penggerak, dari esai hingga kelengkapan administrasi lain. Di tengah persiapan itu, Putri melahirkan anak keduanya pada Maret 2021. Selama beberapa hari, anak kedua Putri harus masuk ruang neonatal intensive care unit (NICU) karena penyakit kuning.
Tiba di rumah setelah anaknya keluar dari NICU, Putri mendapat pesan otomatis yang masuk ke telepon selulernya agar segera merampungkan syarat Guru Penggerak sebelum batas waktu berakhir pada hari itu, 13 Maret 2021. Sambil mengasuh bayinya, Putri mengetik esai yang belum selesai. “Sewaktu keluar dari NICU dan kembali ke rumah, saya pinjam laptop keponakan dan langsung menyelesaikan esai sebelum tenggat hari itu pukul 23.00 WIB,” ujarnya.
Perjuangan lulusan Universitas Mataram itu tak sia-sia. Putri pun terpilih dan mengikuti pendidikan Guru Penggerak selama sembilan bulan. Selama mengikuti pelatihan yang digelar daring dan luring, dia mendapat dukungan penuh dari sekolah.
Saat Putri meninggalkan kelas karena mengikuti pelatihan Guru Penggerak secara tatap muka, rekan sejawatnya, Ahmad Muharrar, dengan sigap menggantikan dia mengajar di kelas I. Ahmad juga meminjamkan laptopnya kepada Putri untuk mengikuti pelatihan tersebut. “Walau pendidikan Guru Penggerak panjang dan menyita waktu, Bu Putri tetap gigih dan bersemangat menyelesaikannya,” kata Ahmad, yang merupakan guru kelas V.
Kepala Sekolah Dasar Negeri 34 Cakranegara, Ni Nengah Murniati, mengatakan selalu mendukung Putri ataupun guru lain untuk mengembangkan kapasitas diri di luar. Dia menilai Putri termasuk guru kompeten yang metode belajarnya disukai siswa. “Saya selalu mendorong guru-guru untuk bisa mendapatkan lebih banyak ilmu di luar agar manfaatnya juga dirasakan siswa dan sekolah,” ujarnya.
Rampung pendidikan Guru Penggerak pada Juli 2022, Putri mengikuti seleksi School Leadership Workshop pada September lalu. Ini merupakan program kerja sama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dengan National Institute of Education (NIE), Singapura. Putri lolos seleksi dari ribuan guru penggerak lain. Terbang ke Jakarta, Putri mengikuti pelatihan kepemimpinan selama 12 hari di bawah bimbingan para pakar dari NIE.
Putri kemudian menularkan ilmu yang ia dapat kepada kawan-kawan sesama guru di sekolah. Dia juga membuat program di sekolah, yakni Rabu literasi setiap pekan kedua dan keempat. Sebelum masuk kelas, para siswa berkumpul di lapangan untuk mendengarkan temannya membaca buku di tiap kelas. Setelah mendengarkan cerita, mereka diminta menyampaikan isi cerita. “Ini melatih mereka menyampaikan pendapat, juga bernalar,” ucap Putri.
Putri Zulzali, Guru Penggerak dari SD Negeri 34 Cakranegara, Kota Mataram, NTB tengah mengajarkan metode belajar Pikat Macan kepada siswanya, 28 November 2022. TEMPO/Dony P. Herwanto
Lewat komunitas Guru Penggerak Mataram, Putri juga saling berbagi ilmu. Siti Zikriyah, bendahara komunitas tersebut yang juga guru SD Negeri 5 Ampenan, Mataram, mengatakan komunitasnya kerap mengadakan pertemuan untuk membahas sejumlah program dan ide atau inovasi pembelajaran. “Di sini kami juga punya ‘hardisk’ alias hari diskusi kita untuk merefleksikan lagi pembelajaran di kelas masing-masing,” ujarnya.
Siti mengatakan komunitasnya memberikan coaching clinic untuk para calon guru penggerak angkatan keenam. Mereka juga telah merancang program untuk studi banding berbagi pengalaman dengan guru penggerak di wilayah lain. “Saat ini kami rancang antarkabupaten. Harapannya bisa ke wilayah lain, bahkan antarpulau. Namun, karena butuh biaya, kami sudah mengajukan anggaran ke Dewan dan akan disalurkan melalui dinas pendidikan,” tuturnya.
Melalui komunitas Guru Penggerak, Siti mengenal Putri dan saling berbagi cara mengajar yang menyenangkan. Menurut Siti, Putri adalah sosok guru yang sabar dan tulus. “Dengan segala keterbatasan dia, kami justru belajar banyak dari Bu Putri. Keterbatasan itu menjadikan dia bergerak maju,” katanya.
•••
LULUS dari Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Nurul Hakim, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, pada 2005, Putri tak pernah terpikir untuk melanjutkan kuliah. Kondisi ekonomi keluarganya serba pas-pasan.
Orang tua Putri hanya berjualan bahan-bahan es buah di Pasar Cakranegara, Mataram. Kondisi terberat dialami Putri ketika ayahnya meninggal dan kakak keduanya, Suraiya, mengalami kecelakaan sehingga membutuhkan biaya pengobatan. Putri yang merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara terpaksa menunda rencananya kuliah.
Suraiya mengatakan dia selalu memberikan dukungan kepada Putri agar tak pantang menyerah. Sebaliknya, ketika Suraiya mengalami kecelakaan sepeda motor, Putri berusaha memulihkan ingatan kakaknya yang kala itu divonis dokter mengalami amnesia. “Kami saling mendukung dan menyemangati,” ujar Suraiya.
Pada 2006, ibunda Putri meminta anak-anaknya patungan membiayai kuliah Putri. Dia akhirnya bisa kuliah di Universitas Mataram jurusan pendidikan guru sekolah dasar dengan mendapat beasiswa. “Saya mengambil jurusan itu karena waktu kecil saya mengalami kesulitan belajar sampai dipanggil bodoh sama kawan. Dari situ saya mau bantu anak-anak supaya bisa belajar dengan baik,” katanya.
Lulus kuliah pada 2010, Putri sempat menganggur dua tahun. Tak ada sekolah yang menerima dia sebagai guru saat itu. Ketika itu, dia membantu ibunya berjualan. Sampai pada 2012, Putri diterima menjadi guru honorer di SD Negeri 34 Cakranegara. Mayoritas siswa di sekolah itu beragama Hindu. Hanya ada satu-dua siswa muslim di kelas I dari total 28 siswa. Meski begitu, lingkungan sekolah amat menjunjung toleransi. “Saya ingin ilmu saya bisa mengalir kepada siapa pun,” ujarnya.
•••
SELAMA hampir sepuluh tahun mengajar, gaji Putri tak pernah lebih dari Rp 1 juta. Begitu juga gaji suaminya, Ahmad Azizi, yang berprofesi sebagai guru mengaji di Sekolah Dasar Negeri Model Mataram. “Awal honorer gaji Rp 250 ribu, naik bertahap pada 2021 jadi Rp 1 juta setelah ada kebijakan Mas Menteri (Nadiem Anwar Makarim), yakni dana Bantuan Operasional Sekolah bisa untuk gaji guru honorer,” tuturnya.
Guna menutup kebutuhan sehari-hari, Putri mengajar les privat di lembaga bimbingan belajar. Dia juga menjadi guru mengaji di SDN Model Mataram hingga 2018. “Dulu tiap hari berangkat pagi mengajar di SDN 34, siangnya di SDN Model, dan sorenya hingga malam mengajar privat,” katanya.
Setelah memiliki anak kedua, Putri hanya berfokus mengajar di SDN 34 Cakranegara karena sulit membagi waktu. Sebelum berangkat ke sekolah, Putri membonceng suaminya menitipkan dua anak mereka yang berusia 5 tahun dan 1 tahun ke rumah mertua atau kakaknya. Setelah itu, suaminya baru mengantar Putri ke sekolah.
Saat ini Putri dan keluarganya masih menumpang di rumah adiknya. Rumah Putri yang berada di Babakan, Kecamatan Sandubaya, Mataram, tengah mendapat bantuan renovasi bedah rumah dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Dengan segala keterbatasan itu, Putri tak patah semangat. Kabar gembira menghampiri Putri pada awal 2022. Dia dinyatakan lulus seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja. Gajinya naik menjadi Rp 3,7 juta. “Saya enggak pernah pikirkan gaji atau finansial. Saya jalani semua dengan niat ilmu kita bisa bermanfaat,” ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo