Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Isi khotbah Ketua Komisi Pemilihan Umum atau KPU Hasyim Asy’ari saat menjadi khatib salat Idul Adha di Simpang Lima Semarang, Jawa Tengah, pada Senin, 17 Juni 2024 lalu menjadi sorotan setelah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)memberhentikannya sebagai Ketua KPU karena pelanggaran etik lakukan tindakan asusila.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam kotbah Idul Adha di hadapan Presiden Joko Widodo atau Jokowi itu, satu di antaranya Hasyim berpesan agar manusia menyembelih sifat binatang dalam dirinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sifat kebinatangan di manusia harus disembelih. Perbuatan manusia dilandasi Tauhid, Iman dan Taqwa,” pesan Hasyim dalam khotbah Idul Adha tersebut.
Ironisnya, dua pekan setelahnya, pada Rabu, 3 Juli 2024, Ketua KPU itu diberhentikan dari jabatannya oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP. Dia terbukti melakukan pelanggaran etik, berbuat asusila melakukan pelecehan seksual terhadap pengadu berinisial CAT. Korban adalah anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN).
“Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu Hasyim Asy’ari selaku ketua merangkap anggota Komisi Pemilihan Umum terhitung sejak putusan ini dibacakan,” ucap Ketua Majelis DKPP Heddy Lugito dalam sidang pembacaan putusan pelanggan etik pada Rabu siang.
Tempo telah merangkum sejumlah poin dari isi khotbah Ketua KPU Hasyim Asy’ari saat menjadi khatib salat Idul Adha di hadapan Presiden Jokowi pada Senin, 17 Juni 2024 lalu di Simpang Lima Semarang, Jawa Tengah.
Ketua KPU, Hasyim Asyari, menjadi khotib salat Idul Adha di Simpang Lima Kota Semarang yang dihadiri Presiden Joko Widodo dan istrinya pada Senin, 17 Juni 2024. Tempo/Jamal Abdun Nashr
1. Ajak tanamkan kalimat tauhid, tahmid, dan talbiyah dalam hati
Dalam khotbahnya, Hasyim menyampaikan bahwa setiap tahun, dalam suasana menyambut hari raya Idul Adha, pada 10 Dzulhijjah, umat Islam mengumandangkan kalimat-kalimat tauhid, takbir, tahmid, dan tahlil. Mengumandangkan kalimat tauhid menunjukkan suatu pengakuan yang kokoh bahwa Allah adalah Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Kalimat takbir, kata dia, memberi kesan yang kuat dalam diri muslim bahwa Allah Maha Besar dan Maha Agung. Tidak ada satu pun yang dapat menyamai kebesaran dan keagungan-Nya. Kalimat tahmid mengandung makna bahwa zat yang patut dipuji hanyalah Allah SWT dan pujian seluruhnya hanya diperuntukkan bagi-Nya. Kalimat tahlil menegaskan kalimat tahmid bahwa tidak ada tuhan yang patut disembah kecuali Allah.
“Kalimat takbir, tahmid, dan talbiyah itu ditanamkan ke dalam hati, ditancapkan ke lubuk jiwa yang dalam, sehingga pengaruhnya terpancar dalam wujud nyata yang direalisasikan dalam bentuk perbuatan dan amal ibadah,” kata Hasyim.
Hasyim mengatakan, pengakuan umat Islam terhadap kebesaran Allah, yang tiada sekutu bagi-Nya, pengakuan bahwa tidak ada yang patut dipuji melainkan Allah, kepatuhan untuk meninggalkan larangan-larangan dan melaksanakan perintah-perintah-Nya, dan pengakuan dalam memenuhi panggilan-Nya untuk menunaikan ibadah haji, merupakan realisasi dari apa yang diucapkan dan yakini oleh muslim.
2. Sampaikan pelajaran berharga dari kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS
Hasyim menyampaikan bahwa hari raya Idul Adha yang juga disebut hari raya kurban mengingatkan umat Islam kepada Nabi Ibrahim AS bersama putranya, Nabi Ismail AS. Nabi Ismail adalah putra tunggal Nabi Ibrahim yang telah bertahun-tahun dirindukan kehadirannya. Sebagai putra tunggal, Ismail sangat disayangi oleh kedua orang tuanya.
Dalam suasana saling kasih sayang seperti itu, turunlah perintah dari Allah kepada Nabi Ibrahim, untuk melakukan kurban dengan menyembelih anak kandungnya itu. Nabi Ibrahim dengan penuh ketaatan dan kepatuhan bersedia melaksanakan perintah tersebut. Pun Nabi Ismail yang rela menerima perintah itu dan meyakinkan ayahnya.
“Keduanya dengan jelas telah sama-sama menunjukkan sikap ingin berkorban yang luar biasa besarnya. Kesediaan Nabi Ibrahim untuk melaksanakan perintah itu, dan kerelaan Ismail untuk menerima perintah itu, merupakan perwujudan dari kepatuhan mereka yang tiada taranya terhadap perintah Allah,” ujar Hasyim.
Hasyim melanjutkan, pengorbanan yang dilakukan oleh ayah dan anak itu merupakan ujian yang amat besar, yang tiada bandingan dalam sejarah sampai hari ini. Karena ketabahan dan kepatuhan keduanya, Allah kemudian mengganti Nabi Ismail dengan seeokor domba di detik-detik Nabi Ibrahim melakukan penyembelihan. Pengorbanan dan ujian itu kini tercatat dalam sejarah sebagai peristiwa yang diabadikan sepanjang masa, Idul Qurban.
“Pengorbanan dan ujian seperti itu kiranya dapat kita tanamkan dalam hati sebagai pelajaran yang berharga. Sebaliknya, alangkah kecilnya ujian dan pengorbanan kita yang hanya mengorbankan sebagian dari apa yang kita miliki demi memenuhi perintah Allah dalam hari raya kurban ini,” katanya
Hasyim mengajak umat Islam untuk meneladani dan mengikuti pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail. Dalam pengertian bersedia mematuhi dan menaati perintah Allah dengan mengorbankan sebagian dari harta yang dimiliki dan mengorbankan apa yang dilakukan yang dipandang tidak sesuai dengan perintah dan tuntunan Allah.
3. Ajak sembelih sifat kebintangan dalam diri
Pada hari raya Idul Adha, kata dia, diperintahkan kepada mereka yang mampu untuk menunjukkan kesediaan berkurban dengan penyembelihan seekor hewan ternak. Penyembelihan terhadap hewan kurban itu mengalirkan darah dan menghasilkan daging yang akan dibagi-bagikan kepada yang berhak. Menurutnya, yang dinilai Allah bukan apa yang dikurbankan. Tetapi kesucian jiwa dan keikhlasan hati serta kesediaan melakukan kurban.
“Kesucian jiwa dan keikhlasan hati dalam melaksanakan kurban merupakan satu unsur yang sangat urgen yang harus mendapat perhatian kita. Hal ini merupakan landasan yang menjadi dasar dalam melaksanakan segala perbuatan dan ibadah kita,” kata Hasyim.
Agama Islam, kata Hasyim, menetapkan untuk menyembelih kurban binatang, berupa hewan ternak. Hal ni mengandung setidaknya dua makna, yaitu pertama sifat-sifat kebinatangan yang terdapat dalam jiwa seseorang harus dikurbankan dan disembelih, dan kedua jiwa dan perbuatan seseorang harus dilandasi dengan tauhid, iman, dan takwa.
Menurut Hasyim, sangat banyak sifat kebinatangan yang terdapat dalam diri manusia, seperti sifat mementingkan diri sendiri, sifat sombong, sifat yang menganggap bahwa hanya golongannyalah yang selalu benar, serta sifat yang memperlakukan sesamanya atau selain golongannya sebagai mangsa, atau musuh.
Kemudian sifat kebinatangan yang selalu curiga, menyebarkan isu yang tidak benar, fitnah, rakus, tamak, dan ambisi yang tidak terkendalikan, tidak mau melihat kenyataan hidup, tidak mempan diberi nasihat, tidak mampu mendengar teguran, dan lainnya merupakan sifat-sifat yang tercela dalam pandangan Islam.
Hasyim berujar, sifat-sifat yang demikian, jika tetap dipelihara dan bercokol di dalam diri seseorang, akan membawa kepada ketidakstabilan dalam hidup, ketidak-harmonisan dengan lingkungan, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Sifat-sifat yang demikian ini akan memudahkan jalan bagi terciptanya perpecahan dan ketidaktenteraman dalam kehidupan.
“Ajaran Islam dengan ajaran kurbannya menghendaki agar seorang Muslim mau mengorbankan sifat-sifat seperti itu dengan tujuan agar kestabilan dan ketenteraman hidup dalam masyarakat dapat diwujudkan dan kedamaian antara sesama manusia dapat direalisir,” katanya.
4. Ajak menyusuri nikmat dari Allah SWT
Hasyim menyampaikan, ajaran Islam menghendaki agar kurban yang disampaikan harus binatang yang sempurna sifat-sifatnya, jantan, tidak buta, tidak lumpuh, tidak kurus, dan tidak cacat. Menurutnya ini mengandung makna bahwa di dalam melakukan kurban, beramal, dan berkarya setiap Muslim dituntut untuk berusaha dalam batas-batas kemampuan maksimal, dengan mengerahkan tenaga secara optimal, tidak bermalas-malasan, tidak melakukan sesuatu dengan sembrono.
Hasyim mengutip firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Kautsar ayat 1-3 yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).”
Menurut Hasyim, ayat ini menjadi renungan bagi umat Islam, betapa banyak nikmat Allah yang telah dianugerahkan sampai dipastikan tidak akan bisa menghitungnya satu persatu. Kenikmatan ini harus disyukuri dalam wujud menggunakannya untuk ibadah, mendekatkan diri kepada Allah.
“Pendekatan diri kepada Allah bisa dilakukan dengan mengerjakan salat dan menyembelih hewan kurban sebagaimana ditegaskan dalam ayat kedua surat ini,” kata Hasyim.
Kini, Hasyim Asy'ari menuai sorotan setelah dipecat dari jabatannya sebagai Ketua KPU lantaran apa yang disampaikannya tidak mencerminkan perbuatannya. Dia dilaporkan oleh CAT, seorang perempuan yang bertugas sebagai PPLN di Den Haag, Belanda ke DKPP pada Kamis, 18 April 2024 lalu, atas dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu karena melakukan perbuatan asusila pada anggota PPLN tersebut.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | HENDRI AGUNG PRATAMA