Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Iskandar Poltak Simandjuntak adalah salah seorang tokoh yang banyak berkecimpung dalam bidang pendidikan, khususnya dalam lingkungan pendidikan sekolah. Ia telah memberikan sumbangan, baik berupa tenaga maupun pikiran dalam masalah pembaharuan pendidikan sekolah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari buku berjudul Prof. Dr. I.P. Simandjuntak: Hasil Karya dan Pengabdiannya (1983), disebutkan bahwa Iskandar Poltak lahir pada 5 Desember 1910, di Sibuntuon, Balige, Tapanuli Utara. Ketiga genap berusia tujuh tahun, Iskandar Poltak mulai memasuki jenjang pendidikan formal. Berkat lahir sebagai seorang putra dari guru sekaligus pemimpin agama Kristen, Simanjuntak dapat diterima di Hollandsch Inlandsche School (HIS) di Pematangsiantar. Pada masa itu, tak banyak anak pribumi yang dalam menempuh pendidikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kesempatan itu dimanfaatkan dengan baik oleh Iskandar Poltak. Ia rela menempuh jarak sekitar 95 kilometer dari Balige menuju Pematang Siantar. Ia pun terpaksa berpisah dengan kedua orang tuanya. Kendati demikian, ia tetap giat dan tekun menjalankan ibadah.
Lepas dari pendidikan di HIS, pada 1924, Iskandar Poltak langsung dikirim orang tuanya untuk melanjutkan sekolah di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs atau yang lebih dikenal dengan MULO. Namun, lantaran merasa tidak sesuai dengan kemauannya, ia pun berpindah ke Sekolah Guru atau Kweekschool di Medan, pada 1925.
Ia berhasil menyelesaikan pendidikan di Kweekschool selama tiga tahun. Setelah lulus, Simandjuntak tak langsung puas. Ia pun berangkat ke Pulau Jawa, tepatnya di Bandung untuk masuk Hogere Kweekschool (HKS) yang merupakan kelanjutan dari Kweeksclwol.
Selepas mendapat ijazah dari HKS, ia kembali ke kampung halamannya di Balige. Iskandar Poltak pun mulai bekerja sebagai guru tingkat Sekolah Dasar di Sipirok, Tapanuli Utara. Pada 1932, Iskandar Poltak menikah dengan T. Siahaan dan dianugerahi tiga orang anak.
Kendati telah berkeluarga, Iskandar Poltak adalah orang yang memiliki cita-cita dan kesadaran tinggi tentang pendidikan. Karena itu, pada 1938, ia membawa seluruh keluarganya menuju ke Pulau Jawa tepatnya di Kota Surakarta. Tujuannya satu, yaitu melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi di Hollandsch lnlandsche Kweekschool (HIK).
Pendidikannya di HIK selesai setelah dua tahun. Iskandar Poltak pun mulai mengajar di HIS dan Leerschool di kota Yogyakarta hingga 1942. Ia juga merangkap sebagai tenaga pengajar di Yayasan Kristen Tingkat Pendidikan Guru atau Christelijke HIK di Surakarta. Selepas kurang lebih setahun bolak balik Yogyakarta-Surakarta, pada 1942 ia pun memutuskan untuk menetap di Yogyakarta.
Ia sempat mengajar di Sekolah Menengah Teknik (SMT) Yogyakarta hingga 1946. Pada masa kemerdekaan Indonesia, Iskandar Poltak berperan dalam pendirian Yayasan Badan Oesaha Pendidikan Kristen atau https://tekno.tempo.co/read/1797964/cerita-sion-dan-horas-siswa-papua-yang-merantau-ke-yogyakarta-demi-mimpi-jadi-guru-dan-anggota-dpr. Yayasan tersebut menyelenggarakan pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga menengah atas.
Yayasan BOPKRI pun berkembang pesan dan membutuhkan penanganan yang lebih baik. Akhirnya, pada 1946, Iskandar Poltak melepaskan pekerjaannya di SMT dan menjadi Direktur Yayasan BOPKRI hingga 1949. Pada 1949, Iskandar Poltak dan keluarganya pun berpindah ke Jakarta.
Iskandar Poltak mulai mengajar kembali di Sekolah Guru Atas (SGA) Kristen Jakarta dan pada 1953 ia diangkat menjadi direktur sekolah tersebut. Iskandar Poltak dikenal sebagai guru yang disiplin ketat. Ia juga mengajarkan mengenai manajemen waktu kepada anak didiknya.
Di tengah kesibukannya sebagai guru dan Direktur SGA, Iskandar Poltak tetap produktif menulis buku-buku pelajaran. Ia bahkan juga menjabat sebagai Direktur Kursus B-I Ilmu Mendidik dan B-I Bahasa Inggris. Ia juga menjadi salah satu perintis berdirinya Universitas Kristen Indonesia di Jakarta.
Pada 1968, Iskandar Poltak menerima penghargaan sebagai Pendidik Teladan dari Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin. Kemudian, pada 1976, ia menerima gelar doktor honoris causa di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta.
Dilansir dari Majalah Tempo, Iskandar Poltak meninggal pada 1991 di usianya yang menginjak 80 tahun lantaran pendarahan otak. Ia mengembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Cikini Jakarta.
Pilihan Editor: Mengenang Pak Kasur Tokoh Pendidikan Kelahiran 111 Tahun Lalu