MENTERI PUTL Sutami menjanjikan sebuah jembatan gantung di atas
sungai Mahakam. Gunanya agar lalulintas dari Balikpapan bisa
berhubungan langsung dengan Samarinda. Janji itu akhirnya sampai
ke telinga masyarakat lewat keterangan pers walikota Samarinda
HM Kadrie Uning yang sekaligus berharap proyek itu mulai digarap
tahun ini. Kurang jelas apakah janji semacam ini termasuk yang
dilarang Presiden Soeharto belum lama berselang. Yang jelas
berita itu sempat membikin masyarakat bertanya-tanya seakan tak
percaya.
Adanya jembatan di atas Mahakam yang luas itu selama ini
hampir-hampir dipandang sebagai barang mustahil. Minimal untuk
waktu dekat ini. Bukan saja karena proyek itu tak termuat dalam
buku Repelita II, tapi juga nilai ekonomisnya masih diragukan.
Apalagi pemerintah baru saja menanamkan uang ratusan juta rupiah
untuk pengadaan ferry di surigai itu.
Meski begitu janji Sutami tampaknya bukan janji palsu.
"Jembatannya kini sudah ada di gudang", ujar ir Priatman
Padmadireja Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kalimantan Timur kepada
koresponden TEMPO. Menurut "dokter ahli" jembatan itu, Menteri
Sutami memang pernah bertanya berapa luas bentang sungai Mahakam
di bagian yang paling sempit. Oleh Priatman dijawab: 300 meter.
Jembatan gantung itu berkontruksi baja dengan kekuatan 10 ton.
Priatman sendiri baru akan mengajukan anggaran tambahan tahun
ini untuk mengadakan study. Beberapa konsultan akan diundang
untuk mengikuti sayembara mengenai tiga hal: yakni, apakah
pengadaan jembatan di atas Mahakam sudah dipandang perlu, kalau
sudah perlu di mana harus ditempatkan dan bagaimana bentuknya.
Sayembara ini tak ada hubungannya dengan jembatan gantung, tapi
berkenaan dengan rancangan pembuatan jembatan beton yang
direncanakan dimulai awal Pelita III.
Penyangga
Sementara jembatan beton ini belum terwujud, sebuah jembatan
gantung akan dibentangkan lebih dulu. Tentu saja jembatan
gantung ini akan dibongkar manakala pembuatan jembatan beton
dimulai. Pemborosan? Ternyata tidak.
Sebab jembatan gantung yang kini sudah ada di gudang hanyalah
jembatan bekas dari Jawa yang sudah tak terpakai lagi. "Dan
lagi, jembatan gantung itu nantinya bisa berfungsi sebagai alat
penyangga dalam pembuatan jembatan beton", ujar Priatman.
Akan hal di mana jembatan itu dipasang, Priatman cenderung di
dekat dermaga ferry sekarang. Di sebelah hilir pelabuhan
sebenarnya juga baik, tapi akan mengganggu kapal-kapal besar
Yang akan berlabuh. Sedang di dekat ferry, karena letaknya di
hulu pelabuhan, praktis tak dilewati kapal besar.
Bagaimana dengan model jembatan Ampera Palembang? Priatman
menilai jembatan seperti itu sebagai telah Ragal, karena biaya
eksploitasi untuk naik turunnya jembatan tidak sebanding dengan
nilai yang dibawa kapal yang lewat. Mungkin karena hal itulah
jembatan Ampera Palembang dibiarkan macet sejak beberapa tahun
lalu.
Orang Samarinda umumnya senang mendengar rencana pengadaan
jembatan Mahakam itu. Kalaupun ada yang cemas, mungkin hanyalah
Letkol R. Anwar Beck, Kepala Inspeksi Lalulintas Sungai Danau
dan Ferry Kaltim. Sebab dengan adanya jembatan itu, pendapatan
yang selarna ini masuk ke saku Beck dari kapal ferry tentu saja
akan berkurang. Namun Beck tak bersedia memberikan komentar
terhadap rencana Sutami tersebut. Rupanya ia telah menerima
penjelasan dari Priatman bahwa kapal ferry-nya tak akan jadi
barang mubazir. "Sebab, di Kaltim ini masih ada 100 tempat yang
perlu dihubungkan dengan ferry", ujar Priatman. Apalagi Anwar
Beck sendiri sudah merencanakan akan nengadakan jalur ferry
antara Samarinda di Kaltim dengan Palu di Sulawesi Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini