Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi merespons rencana DPR merevisi Undang-Undang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Jokowi tidak mau banyak komentar soal UU Wantimpres termasuk soal potensi mengaktifkan lagi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) melalui pengubahan aturan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Itu inisiatif dari DPR. Tanyakan ke DPR,” kata Jokowi di Bandan Hurip Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung pada Kamis, 11 Juli 2024, dikutip dari keterangan video.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Badan Legislasi DPR menyepakati revisi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden. Revisi tersebut dibawa ke sidang paripurna seperti dikonfirmasi oleh Ketua Baleg Supratman Andi Agtas pada Selasa, 10 Juli 2024. Nantinya, status dewan pertimbangan ini akan beralih dari lembaga pemerintah menjadi lembaga negara sehingga akan berkedudukan sejajar dengan presiden.
Berdasarkan Pasal 9 draf revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden yang dilihat Tempo, anggota Dewan Pertimbangan Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden melalui keputusan presiden (keppres).
Menanggapi isu wacana revisi UU Wantimpres, pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, mengatakan dibangkitkannya DPA sebagai lembaga yang sejajar dengan presiden seperti mau kembali ke era Orde Baru. Setelah amandemen 1999-2022, level Wantimpres diubah tidak setinggi lembaga independen lain sebab tugasnya hanya memberi saran.
“Kalau kita mau objektif menganalisisnya dari aspek hukum tata negara, pertanyaannya adalah apa wewenangnya? Apa yang membuat dia harus menjadi komisi independen tersendiri yang harus selevel presiden, DPR, dan lain lain,” kata Bivitri saat dihubungi Tempo pada Rabu, 10 Juli 2024.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengatakan pengubahan aturan Wantimpres sudah disetujui oleh semua fraksi di DPR. Namun dia mengaku tidak tahu menahu bahwa upaya membangkitkan DPA ini untuk mengakomodasi isu Jokowi menjadi penasihat khusus Presiden terpilih Prabowo Subianto.
“(Soal sikap Koalisi Indonesia Maju) ini kan udah persetujuan semua fraksi di DPR. (mengenai wacana Jokowi jadi penasihat Prabowo) itu kita belum tahu,” kata Airlangga di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu, 10 Juli 2024.
Isu Jokowi menjadi penasihat Prabowo beberapa kali mencuat. Ketua MPR Bambang Soesatyo sempat mengusulkan Dewan Pertimbangan Agung kembali diaktifkan. Lembaga ini, kata Bamsoet, bisa menjadi bentuk formal presidential club yang ingin diinisiasi oleh Prabowo.
Adapun Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani merespons usulan Bamsoet ini saat sesi wawancara cegat di kompleks DPR/MPR, kawasan Senayan, Jakarta Pusat, padan Ahad, 12 Mei 2024. Soal kemungkinan Jokowi menjadi penasihat Prabowo lewat DPA, Muzani mengatakan saat ini semua kelembagaan tengah dikaji.
Jokowi Dianggap Pantas jadi anggota DPA
Politikus Partai Partai Gerindra, Maruarar Sirait, menilai Presiden Jokowi merupakan sosok yang paling pantas menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung di era presiden terpilih Prabowo Subianto. Sebab, kata dia, Jokowi dengan Prabowo punya hubungan yang luar biasa baik.
Eks Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini meyakini Jokowi bakal menjadi anggota DPA. Seandainya wacana menghidupkan DPA terlaksana dengan revisi UU Wantimpres
“Saya berdoa. Saya yakin. Saya harapkan Pak Jokowi jadi anggota dewan pertimbangan agung ke depan. Beliau punya pengalaman sebagai wali kota, gubernur, dan presiden,” kata Maruarar saat ditemui di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta pada Rabu, 10 Juli 2024.
Namun demikian, Maruarar menegaskan, status anggota DPA itu ke depannya bukan untuk mengawasi pemerintahan. “Memberikan pertimbangan. Itu bukan mengawasi. Memberikan pertimbangan masukan nasihat, saran, kepada Prabowo. Saya rasa itu posisi DPA,” katanya.