Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Calon presiden yang akan diusung oleh Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Baswedan menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo alias Jokowi yang menolak untuk bersikap netral pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Anies mengaku menerima banyak aspirasi dan kekhawatiran terhadap dirinya setelah presiden menyatakan hal tersebut pada Senin kemarin, 29 Mei 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ada yang mengungkapkan kekhawatiran penjegalan, kriminalisasi, tidak netralnya Pemilu, ada kekhawatiran tentang caleg dan partai yang mungkin dapat perlakuan tidak fair, capres yang mendapat perlakuan tidak fair kemudian juga potensi kecurangan,” kata Anies di Sekretariat Perubahan, Jakarta Selatan, Selasa, 30 Mei 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anies Baswedan berharap kekhawatiran tersebut tidak benar adanya. Bekas Gubernur DKI itu turut berharap Pemilu 2024 tetap digelar seperti sedia kala dan partai punya hak yang sama untuk menjagokan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
“Begitu juga dengan setiap capres, memiliki hak yang sama. Penyelenggara juga melakukan ini dengan fair, baik, dan netral” kata dia.
Jokowi nyatakan tidak akan netral
Presiden Jokowi menegaskan tidak akan bersikap netral dalam Pilpres 2024 dalam pertemuan dengan para pimpinan media massa di Istana Negara, Senin, 29 Mei 2023. Presiden mengklaim langkah itu dilakukan untuk kepentingan negara, bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan.
“Saya harus cawe-cawe,” kata presiden.
Presiden pun menyebut aparatnya tidak akan salah menafsirkan pernyataannya untuk bertindak mendukung salah satu calon.
Sebelum menyatakan untuk tidak bersikap netral, mantan Gubernur DKI Jakarta dan Wali Kota Solo itu menyampaikan pentingnya kesinambungan pembangunan. Ia menyitir sejarah yang disebutkannya menunjukkan tidak ada negara di dunia yang bisa melompat dua kali dalam meraih kemajuan. Kata dia, negara semacam Korea Selatan dan Taiwan adalah contoh terbaik. Negara-negara itu bisa menjaga kemajuannya dengan kepemimpinan yang stabil.
Karena itu, ia menyatakan Pilpres 2024 sangat penting. Ia pun mengulang berkali-kali pernyataannya tentang penentuan calon presiden dan calon wakil presiden adalah urusan partai politik.
“Lalu bagaimana saya cawe-cawe? Ya tidak usah diceritakan,” katanya sambil tertawa.
Sinyal dukungan Jokowi kepada Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto
Sinyal Jokowi akan ikut campur dalam memenangkan calon tertentu dalam Pilpres 2024 sebenarnya sudah terlihat sejak lama. Presiden kerap memberikan dukungan terhadap dua dari tiga calon yang kemungkinan akan bertarung. Dua calon tersebut adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang akan diusung oleh PDIP dan PPP serta Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang akan diusung oleh Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
Pada 26 November 2022 misalnya, presiden melontarkan sinyal dukungan kepada Ganjar. Di hadapan ribuan relawannya, mantan Gubernur DKI Jakarta dan Wali Kota Solo itu menyatakan kriteria pemimpin yang layak dipilih. Dua kriteria tersebut adalah berambut putih dan memiliki banyak kerutan di wajahnya. Sinyal itu dianggap dukungan terhadap Ganjar karena memiliki dua ciri fisik tersebut.
Sinyal dukungan presiden kepada Prabowo Subianto terlontar jelas saat keduanya menghadiri acara hari ulang tahun Partai Perindo, 7 November 2022. Saat itu, Presiden bercerita soal pengalamannya menjabat sebagai Wali Kota Solo dua periode, lalu Gubernur DKI Jakarta selama 2 tahun, dan memenangkan 2 kali pemilu presiden. Menurutnya, Pemilu 2024 menjadi giliran Prabowo untuk memenangkan pertarungan.
"Kelihatannya setelah ini jatahnya Pak Prabowo," ujar Jokowi saat itu yang langsung disambut dengan riuh tepuk tangan peserta yang hadir.
Jokowi juga dinilai sempat berupaya menduetkan Ganjar dan Prabowo saat mengajak keduanya panen padi di Desa Lenjer, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, pada awal Maret lalu. Akan tetapi rencananya tersebut kandas setelah PDIP dan Gerindra sama-sama menolak opsi untuk mengisi posisi Cawapres. Kedua partai berkeras bahwa calon mereka harus duduk sebagai Capres.
IMA DINI SHAFIRA | BUDI SETYARSO