Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Difabel

Sundul Langit Diharapkan Jadi Contoh Pembuatan Film untuk Difabel

Film Sundul Langit, diharapkan menjadi contoh film dapat dinikmati para penyandang disabilitas.

7 Desember 2024 | 21.02 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ekspresi lima difabel dari Layak School, seusai mengikuti fashion show dalam acara bertajuk "Inklusi untuk Semua, Disabilitas Berdaya" di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis, 5 Desember 2024. TEMPO/Ihsan Reliubun

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Sahabat Mata, komunitas difabel di Semarang, Jawa Tengah, Basuki, membuat film Sundul Langit yang bercerita tentang seorang perempuan tuli. Dia berharap film itu bisa menjadi contoh standar film nasional yang bisa dinikmati para difabel.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Basuki berharap penonton tidak sekadar fokus pada isi cerita film itu. "Tetapi keinginan kami ini menjadi sebuah standardisasi perfilman nasional," kata dia, dalam diskusi bertajuk "Inklusi untuk Semua, Disabilitas Berdaya", Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis, 5 Desember 2024.

Film Sundul Langit Dapat Dinikmati Semua Penyandang Disabilitas

Menurut pria 52 tahun ini, ke depan para pembuat film bisa menyediakan fitur narasi yang bisa dinikmati penyandang disabilitas netra. "Jadi para pembuat film sudah memasukkan konsep narasi dan konsep bagi penonton tuli di filmnya," ujar dia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dari beberapa contoh itu, Basuki menuturkan bahwa itu yang diterjemahkan ke dalam film. Ia membawakan konsep tiga M: Mudah, Menghibur, Menginspirasi. "Itu yang ingin kami kerjakan," tutur dia. Kru yang terlibat dalam film Sundul Langit adalah difabel buta, tuli, dan non-difabel.

Basuki bercerita, awalnya ada keluhan dari rekan tunanetra. Mereka tidak bisa mengetahui jalannya sebuah film di layar. Kecuali mendengar suara dalam film. Dari situ muncul ide bagaimana membuat film yang bisa dinikmati orang buta. "Di layar sedang apa, enggak tahu," kata dia.

Suasana Selda sedang berbincang dengan neneknya dalam film Sundul Langit, yang diputar di TIM. Foto: Istimewa

Dari pengalaman itu, supaya lebih murah, komunitas itu membuat sebuah film Sundul Langit. Di dalamnya disediakan perangkat tambahan narator sebelum film diproduksi. Upaya itu sebagai contoh membuat film yang bisa dinikmati tunanetra. "Lebih mudah dan murah ketimbang menyiapkan narator saat film sudah jadi," kata Basuki.

Basuki mengatakan, untuk difabel tuli akan dibantu dengan teks, yang terdiri dari subtitle dialog dan subtitle lirik. "Kalau dialog itu ada di bawah layar, lirik itu di atas layar," kata dia. Jadi, tuli bisa membedakan ini dialog, ini lirik lagu," tutur Basuki, sutradara Sundul Langit, film sepanjang 70 menit yang dirilis pada September 2023 itu.

Pesan yang Disampaikan Film Inklusi

Dia menjelaskan, pesan yang ingin disampaikan dalam film bahwa, yang namanya film inklusi itu bukan film yang semata-mata bercerita tentang penyandang disabilitas. Konsep film bukan pada konten. Tetapi bagaimana penyandang disabilitas bisa menikmati film. "Baik itu film horor maupun drama Korea," ujar dia.

Sundul Langit bercerita tentang Selda, pelajar di bangku sekolah menengah pertama. Ia kerap mengalami perundungan sebagai "manusia planet" karena tuli. Perempuan berjilbab itu kerap mengadu ke ibunya atas gangguan tiga rekan kelasnya. Belakangan ia lulus dan sempat diganjar penghargaan juara 1 karate mewakili sekolahnya.

Menurut Basuki, difabel bukan lagi sekadar menjadi kekurangan, tetapi dia menjadi nilai tambah. Semua orang bisa berolahraga karate. Disabilitasan bukan lagi sekadar kekurangan, tetapi dia menjadi nilai tambah. "Dan kelebihan Selda, dia jadi juara karate," ucap Basuki.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus