Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

JPPI NIlai Budaya Patriarki Langgengkan Kasus Kekerasan Seksual di Sektor Pendidikan

Ubaid mengatakan penanganan aduan kekerasan seksual memerlukan penguatan perspektif gender dan perlindungan anak

27 Desember 2024 | 22.06 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Program Manager JPPI Ari Hardianto (kiri), Kepala Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan Irsyad Zamjani, dan Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji memaparkan data laporan kekerasan di sektor pendidikan, di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta, 27 Desember 2024. TEMPO/Alfitria Nefi Pratiwi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menilai budaya patriarki berperan dalam melanggengkan tindak kekerasan seksual di sektor pendidikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Patriarki atau relasi kuasa yang timpang sangat berkontribusi terhadap maraknya kasus kekerasan,” kata Ubaid kepada peserta diskusi, di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat, 27 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adapun pernyataan itu disampaikan Ubaid saat menyampaikan hasil riset JPPI sepanjang 2024 terhadap kasus kekerasan di sektor pendidikan dasar dan menengah. Sepanjang 2024, kata Ubaid, terdapat sekitar 42 persen laporan kekerasan seksual yang masuk dalam kanal aduan yang difasilitasi JPPI. Angka itu menjadikan kekerasan seksual sebagai kasus yang paling mendominasi di sektor pendidikan. 

Korban dari kekerasan seksual didominasi oleh perempuan dengan jumlah mencapai 97 persen, sedangkan laki-laki sebesar 3 persen. Ubaid menilai maraknya kasus kekerasan seksual disebabkan oleh budaya patriarki yang menganggap perempuan sebagai kaum yang tak berdaya dan takut melapor. Ia menilai kasus kekerasan seksual akan sulit menurun karena budaya patriarki masih melekat. 

"Kultur patriarki masih cukup kental maka 2025 nggak ada perubahan data kasus kekerasan seksual," kata dia.

Ubaid mengatakan penanganan aduan kekerasan seksual memerlukan penguatan perspektif gender dan perlindungan anak serta pemahaman publik bahwa budaya patriarki turut andil dalam tingginya kasus. 

Di lain pihak, Kepala Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan Irsyad Zamjani mengatakan ketimpangan relasi kuasa laki-laki terhadap perempuan menjadi pemicu legitimasi kekerasan seksual. 

“Laki-laki kan physically mungkin lebih powerful gitu ya sementara perempuan lebih lemah gitu misalnya

Irsyad mengatakan kekerasan seksual terhadap perempuan maupun laki-laki menjadi catatan bersama. Ia juga mendorong agar sekolah-sekolah dapat memiliki program penanganan kekerasan seksual yang mumpuni. 

“Sudah ada tapi yang baik itu masih cukup sedikit gitu ya,” kata Irsyad. 


Pilihan Editor: JPPI: Sekolah Jadi Tempat Paling Rawan Terjadi Kekerasan di Sektor Pendidikan

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus