GUBERNUR Kalimantan Barat Kadarusno agak murung. Sebab
daerahnya amat terpukul kelesuan yang melanda perdagangan dunia.
Padahal sumber pendapatan yang amat diandalkannya ialah ekspor
kayu (berupa log dan papan dan karet (RSS dan Crumb Rubber).
Kedua komoditi itu merupakan pendongkrak utama nilai ekspor
Kalbar. Seperti terlihat pada catatan tahun 1973 yang mencapai
US $ 90.500.000 lebih. Sedang seluruh nilai ekspor US $
97.188.526. Lalu karena nilai ekspor kedua barang tersebut
terbanting keras di pasaran dunia, Gubernur Kadarusno jadi
pesimis akan tercapainya anggaran pendapatan daerahnya yang
dirancangkan untuk tahun 1975/1976. "Kelesuan perdagangan dunia
itu dengan sendirinya ikut mempengaruhi ekspor daerah dan
sebagai kelanjutannya mengurangi pendapatan daerah", ujar
Kadarusno mengaku terus terang di depan DPRD awal Maret kemarin
tatkala ia menyampaikan RAPBN tahun 1976/1977.
Meskipun begitu Kadarusno tak patah semangat. Ia menegaskan
bahwa sasaran Pelita II di Kalbar adalah bidang perberasan dan
jalan raya. Dengan industri dan pertambangan sebagai
penunjangnya. Apa sebab? "Yah, daripada saban tahun kita gedor
Jawa Timur buat minta beras, kan lebih baik swasembada?", ujar
Kadarusno seperti dicatat Reporter TEMPO Eddy Herwanto yang awal
bulan lalu mengadakan perjalanan ke Kalbar. Tampaknya Kadarusno
optimis dalam bab ini. Ia juga yakin orang-orang macam Lie So
Fung atau Bajuri, konon petani unggul di Kalbar, mampu
menjadikan Kabupaten Sambas semacam Karawang-nya Kalbar.
Sementara ia perlu memprioritaskan bidang pembuatan jalan raya,
"untuk membuka daerah terisolir". Misalnya pembuatan jalan raya
ke perbatasan yang dapat suntikan Rencana Kolombo. Atau jalan
raya dari Telok Batang ke Ketapang terus ke Kendawang, daerah
selatan Kalbar. Kedua bidang ini menurut Kadarusno, "paling kuat
menyerap dana dan makan biaya". Lantas bagaimana anggarannya di
APBD yang akan datang? Padahal APBD yang akan berakhir tadi
menciut? Ternyata Kadarusno tetap bersemangat. Menurutnya
prospek anggaran pendapatan 1976/ 1977, "tidak jauh berbeda
seperti yang terjadi 1975/ 1976". Yakni dirancangkan Rp 7.697.3
juta. Bahkan ada kenaikan Rp 761,7 juta.
Dan yang paling memerlukan semangat tinggi Gubernur Kadarusno
ialah soal pengembangan perbatasan. Yakni 9 membangun apa yang
dinamakannya Benteng Pancasila, semacam -- menurut nafas asing
Kadarusno -- Security Belt. Yaitu mengembangkan daerah
perbatasan antara lain di bidang pertanian, kebun lada,
peternakan ayam, babi, dan sapi. Meliputi 6 Wilayah Pengembangan
Utama mencakup 20 Kecamatan dengan 250 ribu penduduk yang
tersebar di perbatasan. Sebab Kadarusno tentunya tak tahan
mendengar menyebarnya rahasia umum bahwa penduduk perbatasan
lebih suka berniaga ke Serawak yang punya infrastruktur baik.
Sedang di daerah sendiri harus mengayuh sepeda atau bersampan
berhari-hari. Lebih dari Rp 27 milyar akan dibenamkan Pemda dan
Team Inter Departemen di sana.
Tapi itu baru rencana. Sebab belum jadi keputusan Pemerintah
Pusat. Dan sesuai tekadnya sendiri, Kadarusno sudah mengayunkan
langkah lebih dulu. Misalnya macam-macam proyek Inpres seperti
jalan, Puskesmas, jembatan atau SD, "banyak yang dilempar ke
kecamatan perbatasan". Dan Kadarusno yakin, "kalau dana itu tak
keluar sekrang, barangkali nanti akan keluar lebih besar lagi".
Dan sesungguhnya itu pelaksanaan proyek sudah kena injeksi sejak
tahun anggaran 1974/ 1975 dan 1975/ 1976. Ini mewujudkan jalan
Tanjung Balai Karangan, Bengkayang, Sanggau Ledo, Pelabuhan
Udara Perintis Putusibau, Sintang dan Sanggau Ledo serta
pelabuhan laut Sintete di Pemangkat. Memang nyali Kadarusno
meyakinkan, meski PT Alcomin urung membenamkan US $ 1,2
milyar-nya buat menambang Bauxite di Ketapang. Karena bagaimana
pun Kadarusno masih besar harapannya pada kayu, karet dan
tengkawang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini