Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengatakan pemerintah belum menentukan jadwal penerimaan tenaga pengajar maupun murid yang akan mengisi Sekolah Rakyat. Ia menyebut tidak ada batasan waktu tertentu dalam menyelesaikan rekrutmen lantaran tahun ajaran Sekolah Rakyat bisa dimulai kapan saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pilihan Editor:Peran Juru Bicara Presiden Sejak Habibie Hingga Jokowi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Sekolah Rakyat itu, masuknya tidak harus sama dengan tahun ajaran sekolah yang mulai bulan Juli, ya. Kalau memang belum siap, bisa-bisa campur lagi. Agustus, September juga bisa,” kata Abdul Mu’ti saat ditemui di Kantornya, Jakarta Pusat, Jumat, 11 April 2025.
Ia menuturkan Sekolah Rakyat juga akan dibuat lebih fleksibel. Siswa tidak diharuskan masuk dari kelas satu terlebih dahulu. Mereka bisa masuk langsung ke tingkat kelas tertentu sesuai kemampuannya dan bisa melakukan tes kenaikan kelas kapan saja. “Basisnya adalah capaian pembelajaran. Kalau di pramuka itu kira-kira SKU (syarat kecakapan umum) itu. Nah, kayak gitu-gitu kalau di pondok (pesantren) itu model sorogan,” katanya.
Abdul Mu’ti mengatakan pihaknya sudah merampungkan kurikulum untuk Sekolah Rakyat dan akan diumumkan pada 24 April mendatang. Kurikulum tersebut dirancang berbasis individual approach dan menerapkan sistem multi entry multi exit. Artinya, setiap peserta didik bisa memulai pendidikan kapan pun mereka siap dan menyelesaikannya sesuai dengan capaian belajarnya masing-masing.
Meski demikian, Abdul menjelaskan konsep multi exit bukan berarti siswa bebas keluar dari sekolah kapan saja tanpa tujuan pendidikan yang jelas. Kurikulum Sekolah Rakyat, dia menambahkan, disusun untuk mengakomodasi kebutuhan anak-anak dari keluarga miskin ekstrem, terutama yang sebelumnya terputus aksesnya dari sistem pendidikan.
Diketahui, rekrutmen peserta didik Sekolah Rakyat akan dilakukan dengan menyisir data dari Data Pokok Pendidikan (Dapodik) yang diintegrasikan dengan Data Terpadu Sistem Elektronik Nasional (DTSEN). Melalui integrasi ini, anak-anak dari kelompok desil 1 dan desil 2 yang tidak tercatat di Dapodik akan diprioritaskan karena dianggap sebagai anak yang sudah putus sekolah.
“Jika mereka yang masuk desil 1 dan desil 2 tidak terdata pada dapodik berarti mereka adalah anak yang putus sekolah. Sehingga tidak akan mengambil peserta didik dari mereka yang sudah bersekolah,” ujarnya.
Dinda Shabrina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.