Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Karang Seruling van Klayar

Pantai Klayar, Pacitan, sedang disiapkan menjadi obyek geopark internasional ke UNESCO. Ciri khasnya: rongga karang yang bersuara melengking.

28 Oktober 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ombak besar bergulung-gulung dari Samudra Hindia. Diiringi suara bergemuruh, air besar itu pecah menghantam karang di Pantai Klayar, Desa Sendang, Kecamatan Donorojo, Pacitan, Jawa Timur. Sekian detik setelah itu, terlihat air muncrat setinggi sekitar lima meter dari rongga batu karang. Bentuknya mirip air mancur. Bersamaan dengan itu, terdengar suara bernada tinggi mirip tiupan seruling. Nguing....

Suara deburan ombak terdengar silih berganti dengan lengkingan "nguing". Warga setempat kemudian menyebut fenomena alam di Klayar itu dengan seruling laut atau seruling samudra. Menurut Wakijan, juru kunci Pantai Klayar, "Sebutan itu mulai muncul sejak 1980-an."

Air muncrat dan seruling samudra muncul dari sisi kiri batu karang besar yang menjorok ke laut di sisi timur pantai. Bentuknya mengingatkan orang pada Sphinx, patung singa raksasa berkepala manusia penjaga piramida di Mesir. Di sisi kanan "Sphinx" terpacak batu karang besar lain yang dipisahkan dengan daratan, seperti di Tanah Lot, Bali.

Bukan hanya gugusan karang dan ombak, hamparan pasir putih dengan pohon nyiur yang daunnya tak lelah melambai ditiup angin benar-benar memanjakan mata siapa pun yang datang. Pantai Klayar ibarat surga kecil di pesisir Pacitan. Itu sebabnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu memasukkan Pantai Klayar ke jaringan geopark (taman wisata geologi) internasional yang diajukan ke lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk sains dan kebudayaan, UNESCO. "Kami memang mengembangkan untuk geopark," ujar Mari, yang ikut dalam kunjungan kerja Presiden Susilo Bambang Yu­dhoyono ke Klayar, Selasa dua pekan lalu.

Seruling samudra, tak pelak, merupakan salah satu magnet bagi pengunjung untuk datang ke Pantai Klayar. Wohtini salah satunya. Warga Gunungkidul, Yogyakarta, ini mengaku pergi ke Klayar untuk melihat langsung fenomena seruling samudra. Perempuan 48 tahun ini mendapat informasi tentang eksotisme Pantai Klayar lengkap dengan seruling samudranya dari Internet. "Ingin membuktikan sendiri," katanya kepada Tempo, Selasa pekan lalu, "Ternyata memang indah, meski suara seruling samudranya tidak terdengar jelas."

Seruling samudra seperti itu, ia menjelaskan, tidak ditemukan di pantai-pantai lain yang pernah ia kunjungi, seperti Parangtritis dan Parangkusumo di Yogyakarta. Terpesona oleh keindahan Pantai Klayar, pengusaha barang bekas ini berniat ingin mengajak anak buahnya berekreasi ke Klayar.

Fenomena seruling samudra, menurut Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Pacitan Eni Setyowati, terjadi akibat akibat semburan air laut yang terjebak di dalam retakan bebatuan karang. Akibat tekanan, air pun muncrat dan timbul suara melengking.

Ahli karang dan gelombang laut Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Haryo Dwito Armono, mengiyakan hal itu. Ia menegaskan, tekanan gelombang besar yang masuk dan menyemprot ke atas melalui rongga karang merupakan sumber bunyi yang mirip suara seruling tersebut. Lantaran harus ada ombak yang menabrak rongga karang, fenomena seruling samudra hanya terjadi saat air pasang. Jika air surut, gelombang tidak bisa menjangkau rongga karang.

Terbentuknya rongga karang seperti itu sangat sulit dan hanya bisa melalui proses alamiah yang panjang. Namun Haryo tidak bisa memastikan penyebab terbentuknya rongga karang di Pantai Klayar. Yang jelas, bukan akibat gempa, karena gempa hanya menimbulkan retakan.

Sementara penyebab pembentukan rongga karang masih berbalut misteri, sebaliknya ada fenomena lanjutan yang bisa ia prediksi. Lantaran terus-menerus dihantam ombak, kata Haryo, Selasa pekan lalu, "Rongga di batu karang bisa terkikis. Bisa juga muncul rongga baru, bisa juga hilang." Jika hilang, fenomena seruling samudra akan lenyap. Prediksi serupa disampaikan ahli geologi Wahyudi Tjitrosiswojo, "Itu bisa saja nanti hilang atau terbentuk di tempat lain karena hantaman gelombang."

1 1 1

Pantai Klayar ada di sisi barat Kota Pacitan. Dari kota, ada dua jalur yang bisa ditempuh. Pertama, melintasi jalan nasional yang menjadi rute bus dan truk, jaraknya sekitar 52 kilometer. Atau kita bisa menempuh jalur alternatif melalui tanjakan Sedeng di Kecamatan Pacitan, dengan jarak sekitar 35 kilometer. Namun rute ini tertutup bagi bus dan truk besar serta kendaraan berat lain, karena jalannya berkelok-kelok dengan tanjakan curam.

Hingga sekarang belum ada angkutan umum Pacitan-Pantai Klayar. Mayoritas pengunjung memakai kendaraan pribadi, seperti sepeda motor atau mobil. Saat ini retribusi masuk ke Pantai Klayar terbilang murah meriah: dewasa Rp 3.000 dan anak-anak Rp 2.000. Bagi yang membawa kendaraan, tarif retribusinya cukup selembar uang seribuan untuk motor dan dua lembar ribuan untuk mobil.

Di tempat wisata ini belum tersedia satu pun tempat penginapan yang memadai. Gubuk-gubuk untuk istirahat sembari menikmati pemandangan pantai juga masih sedikit. "Kurang nyaman buat berlibur," kata Wohtini.

Slamet Suparno, wisatawan dari Wonokromo, Surabaya, menilai buruknya akses transportasi menuju ke lokasi sebagai kendala. Jalanan sempit. Maka, setiap kali berpapasan, salah satu mobil harus berhenti untuk memberi jalan. Di jalan yang diapit jurang dan bukit curam ini, pengendara juga harus pandai menghindari jalan yang rusak di sana-sini. Jalanan sempit menuju Klayar kira-kira panjangnya 11 kilometer.

Upaya pelebaran jalan kini sedang dilakukan pemerintah setempat, antara lain ruas jalan di wilayah Desa Bomo di Kecamatan Punung dan Desa Kalak di Kecamatan Donorojo. Sejumlah pekerja memangkas tebing di tepi jalan yang semula lebarnya hanya tiga meter dengan backhoe dan mesin pemecah batu. Setelah proyek ini beres, lebar jalan menjadi tujuh meter.

Saat dimintai konfirmasi, Eni Setyowati, Kepala Dinas Kebudayaan Pacitan, tidak menampik ihwal keterbatasan fasilitas transportasi menuju Pantai Klayar. Untuk itulah pemerintah Pacitan terus berbenah. Dengan pengelolaan yang masih banyak keterbatasan pun, kunjungan ke Pantai Klayar terus meningkat. Di akhir pekan, jumlah pengunjung rata-rata seribu orang, dan saat long weekend bisa tembus 5.000 pengunjung, misalnya saat liburan Idul Adha tempo hari. Pehobi fotografi juga rutin datang ke Klayar. "Seperti studio alam bagi mereka," ujarnya.

Ketiadaan penginapan yang representatif merupakan salah satu masukan yang disampaikan Presiden Yudhoyono saat berkunjung ke Pantai Klayar, Selasa dua pekan lalu. Untuk itulah ia menyebut perlu adanya hotel di kawasan ini sehingga wisatawan lebih betah tinggal. "Dua sampai tiga hari. Bisa main komputer sambil melihat keindahan alam,'' katanya.

Jaringan geopark yang diajukan ke ­UNESCO, yang salah satunya karang unik di Pantai Klayar, bernama Gunung Sewu. Selain di Pacitan, karst atau batuan bentang alam yang masuk di dalamnya berada di Wonogiri (Jawa Tengah) dan Gunungkidul (Daerah Istimewa Yogyakarta). Menurut Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral R. Sukhyar, hingga saat ini upaya pengiriman persyaratan administrasi ke UNESCO masih dijalankan. "Harapannya, September tahun depan geopark Gunung Sewu bisa masuk Global Geopark Network," katanya.

Selain seruling samudra Pantai Klayar, di Pacitan ada 11 geosite lain yang diusulkan ke UNESCO. Masing-masing adalah Pantai Buyutan, Pantai Watukarung, Pantai Srau, Teluk Pacitan, Gua Gong, Gua Tabuhan, Luweng Jaran, Song Terus, Luweng Ombo, Sungai Baksoka, dan Telaga Guyang Warak.

Agus Supriyanto, Nofika D. Nugroho, Agita S. Listyanti, Dwi Wiyana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus