Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Perayaan 1 abad NU tidak hanya diikuti kader dan pengurus Nahdlatul Ulama.
Pengurus GPIB Bethesda Sidoarjo membuka gereja untuk penginapan kalangan nahdliyin.
Penganut Buddha, Konghucu, dan Tao juga membantu perayaan 1 abad NU.
MENEMPUH jarak sekitar seribu kilometer dari Lampung Selatan, Edi Sriyanto bermaksud menghadiri perayaan 1 abad NU (Nahdlatul Ulama) di Sidoarjo, Jawa Timur. Menyewa bus bersama rombongan berisi 50 orang, ia tiba Senin sore, 6 Februari lalu. Namun mereka gagal mendapatkan tempat menginap.
Seorang relawan lantas menyarankan mereka ke Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) Bethesda Sidoarjo. Edi sempat bertanya dalam hati, benarkah mereka akan diinapkan di dalam gereja. Namun, karena tiada pilihan lain, rombongan menuju Gereja Bethesda yang jaraknya sekitar 3 kilometer dari Stadion Gelora Delta, lokasi utama perayaan 1 abad NU, itu.
Di halaman gereja, sejumlah penganut kristiani menyambut rombongan Edi. Pisang rebus dan air mineral disediakan bagi para tamu. Edi tak mengenali satu pun sahibulbait, tapi ia merasa disambut dan dijamu layaknya keluarga. “Hati saya terenyuh,” kata Wakil Sekretaris Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Lampung Selatan itu kepada Tempo, Sabtu, 11 Februari lalu.
Edi makin terharu ketika melihat salah satu ruangan gereja telah disekat dengan kain untuk memisahkan jemaah laki-laki dan perempuan. Karpet merah tergelar sebagai alas sajadah. Semua tertata seperti di dalam masjid. Di ruangan yang sebagian dindingnya dipacak kayu salib itu pula para nahdliyin bisa beristirahat.
Penatua GPIB Bethesda Sidoarjo, Daniel Toding, bercerita bahwa jemaat gerejanya menyulap auditorium untuk tempat singgah para tamu yang tak mendapatkan penginapan. Mereka juga menyiapkan kudapan, air mineral, dan nasi lengkap dengan lauk dan sayur. “Gereja terbuka bagi jemaah Nahdlatul Ulama,” ujar Daniel saat dihubungi, Kamis, 9 Februari lalu.
Selama acara 1 abad NU berlangsung, hampir seratus anggota jemaah keluar-masuk gereja. Bersama jemaat gereja, Daniel ikut ripuh menyambut para tamu. Namun mereka merasa senang bisa ikut membantu kaum nahdliyin.
Daniel mengungkapkan hubungan umat gerejanya dengan organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia itu sangatlah baik. Setiap kali perayaan Natal dan Paskah, Barisan Ansor Serbaguna selalu menjaga keamanan gereja itu. “Kalau Lebaran, pemuda gereja ikut mengamankan salat Id,” ucap Daniel.
Baca: Kenapa PBNU dan PKB Berpisah Jalan?
Berjarak seperempat kilometer dari GPIB Bethesda Sidoarjo, Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sidoarjo ikut menyediakan rumah singgah. Pada awal Januari lalu, pengurus gereja itu menerima surat dari jaringan Gusdurian—para penerus ajaran Abdurrahman Wahid atau Gus Dur—yang mengajak mereka berpartisipasi dalam kenduri 1 abad NU.
Pendeta GKI Sidoarjo, Leonard Andrew Immanuel, mengatakan pengurus gereja langsung menyambut ajakan tersebut. “Kami ingin menjaga hubungan baik dengan jaringan lintas iman,” kata Leonard pada Kamis, 9 Februari lalu.
Pengurus GKI Sidoarjo pun menyiapkan pelbagai fasilitas. Di dalam gereja yang terletak di Jalan Trunojoyo itu tergantung layar lebar berukuran lebih dari seratus inci. Layar itu menampilkan siaran langsung acara 1 abad NU yang disiarkan oleh TVNU. Nahdliyin yang urung datang ke Stadion Gelora Delta karena padatnya jalan bisa ikut memantau perayaan tersebut.
Dalam peringatan 1 abad NU, kelompok Buddha, Konghucu, dan Tao juga ikut urun tenaga. Pengurus Klenteng Tjong Hok Kiong, Dany Jatmiko, bercerita, warga klenteng yang berprofesi sebagai dokter terlibat sebagai relawan di posko perayaan 1 abad NU. Posko ini juga dikelola oleh Gusdurian.
Relawan lain dari klenteng turut menyiapkan kebutuhan di tempat singgah bagi para warga NU. “Kami juga ikut membantu secara finansial untuk menyiapkan makanan dan minuman,” tutur Dany kepada Tempo. Adapun posko relawan itu terletak 800 meter dari Stadion Delta.
Koordinator Gusdurian Sidoarjo, Febriyanti Ryan Ariyani, mengatakan keterlibatan umat agama lain saat resepsi akbar 1 abad NU merupakan buah hubungan baik yang terjalin terutama sejak 2012. Berbagai kelompok agama bersepakat memegang kuat toleransi seperti yang diajarkan Gus Dur. “Kami saling mengisi kegiatan keagamaan,” ujar Febriyanti.
Baca: Sepak Terjang Gus Dur dan Putrinya Melawan Intoleransi dan Diskriminasi
Menandai perayaan usia 1 abad NU pada 7 Februari lalu atau 16 Rajab 1444 Hijriah, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menghelat resepsi yang berlangsung 24 jam. Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Rahmat Hidayat Pulungan mengatakan acara itu bentuk syukur karena Nahdlatul Ulama mampu bertahan satu abad.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jemaah NU asal Lampung Selatan beristirahat dan bermalam di GPIB Bethesda Sidoarjo, 7 Februari 2023. Istimewa
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Acara ini tidak hanya menunjukkan kekuatan sosial-politik NU, tapi juga kekuatan spiritual,” kata Rahmat. Panitia mengklaim jutaan orang datang dari berbagai penjuru, termasuk 300 ulama dari sejumlah negara, untuk mengikuti acara tersebut.
Lautan manusia pun mengepung Stadion Gelora Delta. Kemacetan lalu lintas bahkan mencapai sekitar 5 kilometer dari lokasi acara. Putri kedua Abdurrahman Wahid, Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid, turun dari mobil karena terjebak kemacetan panjang di jalan tol Sidoarjo pada Selasa subuh, 7 Februari lalu. Yenny akhirnya membonceng sepeda motor seorang tentara.
“Saya akhirnya tiba di stadion pukul enam pagi,” ucap Yenny saat dihubungi Tempo, Kamis, 9 Februari lalu. Di stadion, ia menyaksikan ribuan orang sudah duduk dan mendaraskan doa.
Seperti Yenny, Muhammad Danil Fahmi Rizal harus berjuang membelah lautan manusia agar bisa masuk ke Stadion Gelora Delta. Danil memutuskan menempuh jarak lebih dari 300 kilometer dari Yogyakarta setelah melihat unggahan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, adik Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf, yang mengajak kaum nahdliyin mengikuti acara itu.
Baca: Bagaimana Yahya Cholil Staquf Menjauhkan NU dari Politik Praktis
Danil yang datang bersama tiga temannya sempat putus asa karena tubuhnya acap terjepit tamu-tamu lain. Meski hanya bisa menonton dari luar stadion, hatinya merasa adem mendengar lagu "Yaa Lal Wathan" atau "Syubbanul Wathon" karya Abdul Wahab Chasbullah, salah satu pendiri NU, berkumandang di bawah orkestrasi yang dipimpin Addie M.S.
Di salah satu posko dekat stadion, Danil bercengkerama dengan nahdliyin dari daerah lain, seperti Jombang, Madura, dan Kediri, Jawa Timur. Ia dan kawan-kawannya terkesan oleh pembagian makanan dan minuman gratis. Bukan hanya dari kader NU, tapi juga umat beragama lain. Danil pun sempat berbincang akrab dengan mereka. “Ini benar-benar perjalanan spiritual,” katanya.
Energi serupa memenuhi Edi Sriyanto yang mengikuti perayaan 1 abad NU. Wakil Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Lampung Selatan itu belajar dari perjumpaannya dengan umat agama lain yang memberi tumpangan seperti di GPIB Bethesda Sidoarjo. “Nilai-nilai toleransi di sini akan saya bawa ke Lampung sebagai oleh-oleh,” ujar Edi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo