Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
KASN mencatat 2.034 pelanggaran netralitas ASN, yang sebagian di antaranya merupakan pejabat pimpinan tinggi di instansi pusat dan pemerintah daerah.
Pejabat eselon II setingkat kepala dinas di daerah paling rawan dan sering melanggar netralitas.
Kementerian Dalam Negeri mengklaim sudah mendengarkan pertimbangan dari berbagai pihak dalam proses penunjukan penjabat kepala daerah.
JAKARTA – Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) sudah menyerahkan daftar pejabat pimpinan tinggi di berbagai instansi negara dan pemerintah daerah yang dinilai melanggar netralitas ke Presiden Joko Widodo serta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Daftar nama itu sudah diserahkan sebelum Presiden Jokowi ataupun Menteri Tito menunjuk penjabat kepala daerah pada Mei lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala KASN Agus Pramusinto mengatakan daftar nama pejabat pimpinan tinggi yang masih aktif dan bermasalah itu sengaja diserahkan kepada Jokowi dan Tito sebagai pertimbangan dan masukan sebelum menunjuk penjabat kepala daerah. "Agar dalam pertimbangan tidak lagi terjadi politisasi birokrasi menjelang Pemilu 2024," kata Agus, Rabu, 8 Juni 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menjelaskan, KASN mengumpulkan daftar nama pejabat yang bermasalah dalam urusan netralitas tersebut dari Pemilu 2019 hingga pemilihan kepala daerah serentak pada 2020. Pada pilkada serentak 2020, Komisi mencatat 2.034 pelanggaran netralitas ASN, yang sebagian di antaranya merupakan pejabat pimpinan tinggi di instansi pusat dan pemerintah daerah. Lalu Badan Pengawas Pemilu menemukan 894 kasus ASN yang tak netral selama Pemilu 2019.
Agus belum dapat memastikan apakah daftar nama pejabat bermasalah dari KASN itu dijadikan acuan oleh pemerintah pusat dalam menunjuk penjabat kepala daerah. "Saya belum cross check lagi dengan daftar yang sudah kami berikan kepada Kemendagri," ujar Agus.
Penunjukan penjabat kepala daerah, baik gubernur maupun bupati dan wali kota, pada Mei lalu menuai kontroversi. Sejumlah gubernur memprotes pilihan penjabat kepala daerah yang ditunjuk Kementerian Dalam Negeri karena tidak mengacu pada usulan dari pemerintah provinsi. Mereka memprotes di antaranya dengan menunda pelantikan penjabat bupati dan wali kota di daerahnya.
Rusli Moidady (kedua dari kiri) menerima surat keputusan sebagai pelaksana harian (Plh.) Bupati Banggai Kepulauan di kantor Sekda Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, Palu, 23 Mei 2022. Dok. Pemkab Bangkep
Di Sulawesi Tengah, Dahri Saleh mengundurkan diri dari jabatan penjabat Bupati Banggai Kepulauan hanya berselang 15 menit setelah pelantikan dirinya pada 30 Mei lalu. Dahri mengundurkan diri disebut-sebut atas permintaan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah. Tujuannya, agar dia berkonsentrasi menjalankan tugasnya sebagai Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sulawesi Tengah.
Tahun ini, Kementerian Dalam Negeri akan menunjuk 101 penjabat kepala daerah untuk mengisi kekosongan karena masa jabatan kepala daerahnya berakhir. Lalu sebanyak 170 penjabat kepala daerah akan ditunjuk pada tahun depan. Masa tugas penjabat kepala daerah ini akan berlangsung hingga dua tahun ke depan setelah pilkada serentak 2024, yang dijadwalkan pada 27 November 2024.
Agus menganggap masa waktu dua tahun bagi penjabat kepala daerah itu cukup panjang. Karena itu, perlu ditunjuk penjabat kepala daerah yang tidak bermasalah. "Sehingga perlu ada rekam jejak bersih dan bebas dari perbuatan melanggar netralitas ASN pada masa lalu," ujar Agus.
Asisten Komisioner KASN, Nurhasni Anwar, mengatakan pejabat eselon II setingkat kepala dinas di daerah paling rawan dan sering melanggar netralitas. Sebab, mereka kerap harus mengamankan jabatan sendiri sehingga ikut menjadi tim kampanye mendukung salah satu pasangan calon kepala daerah. "Biasanya ingin mempertahankan jabatan dan proyek di daerah," kata Nurhasni.
Juru bicara Kementerian Dalam Negeri, Benny Irawan, mengatakan kementeriannya menunjuk penjabat kepala daerah sesuai dengan aturan. Ia mengklaim Kementerian sudah mendengarkan pertimbangan dari berbagai pihak dalam proses penunjukan penjabat kepala daerah tersebut. "Pengalaman, kemampuan teknis, dan rekam jejak menjadi unsur utama dalam proses ini," ucap Benny.
INDRI MAULIDAR | ANTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo